Covid Menggila, Iringi Doa dengan Taubatan Nasuha
Kasus Covid-19 di Indonesia semakin menggila. Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk berbagai kebijakan untuk membatasi aktivitas masyakat yang dibuat oleh pemerintah. Namun, wabah belum berakhir.
Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Minggu (11/7/2021) pukul 12.00 WIB, terjadi penambahan 36.197 kasus Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Dengan demikian, jumlah pasien yang terjangkit Covid-19 kini berjumlah 2.527.203 orang terhitung sejak Maret 2020. (kompas.com, 11/07/2021)
Dengan adanya lonjakan kasus Covid-19 ini, tak heran jika seorang pejabat pemerintah menghimbau untuk menggelar doa bersama. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengirimkan surat resmi kepada kepala desa, pendamping desa dan warga desa untuk menggelar doa bersama. Selain itu, mereka juga diimbau untuk mendoakan pemimpin dan masyarakat Indonesia dapat saling membantu dan menguatkan, serta bergotong royong dalam menangani pandemi COVID-19. (news.detik.com, 3/06/2021)
Selain itu, Bupati Majalengka, Karna Sobahi juga mengajak warganya untuk meningkatkan aktivitas membaca, doa serta sholawat. Warga juga diminta meningkatkan shodakoh, terutama bagi pasien yang menjalani isolasi mandiri. Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 451/1102/Kesra tentang Himbauan Pelaksanaan Dzikir, Membaca Alquran, Sholawat dan Doa Bersama. (www.republika.co.id,10/07/2021)
Hal senada juga dilakukan oleh Pemerintah Kota Bekasi. Melalui surat edaran Nomor: 451/5151-SETDA.Kessos dan Nomor: 4317/ KK.10.211/07/2021, Pemerintah Kota Bekasi bersama dengan Kementrian Agama Kota Bekasi mengajak masyarakat khususnya yang beragama muslim untuk bersama – sama berdoa ditengah pandemi COVID-19. Hal Ini perlu dilakukan di dalam upaya meningkatkan ketaqwaan kepada
Allah SWT dan demi keselamatan seluruh lapisan masyarakat Kota Bekasi atas peningkatan lonjakan Virus Covid-19.
Meskipun kaum muslimin hidup di tengah sistem sekuler kapitalis, yang memisahkan aturan agama dari kehidupan, adanya himbauan berdoa berarti mengakui bahwa butuh pertolongan Allah untuk menghadapi wabah. Doa adalah inti ibadah. Tak ada yang meragukan kekuatan doa. Hal inilah yang melatar belakangi himbauan untuk berdoa. Walaupun tanpa ada himbauan, sudah selayaknya setiap muslim akan berdoa dengan sungguh-sungguh saat ditimpa bencana.
Dengan adanya pandemi covid-19 telah mematahkan kesombongan manusia. Sehebat apapun manusia, akhirnya bermuara pada satu hal yang sama, yakni hakikat manusia sebagai hamba Allah. Hamba yang senantiasa membutuhkan pertolongan Allah SWT , terlebih saat menghadapi wabah. Kegagalan sistem sekuler kapitalis dalam mengatasi wabah, seharusnya menjadi pelajaran bagi kita. Itulah kelemahan sistem buatan manusia.
Memang menggelar doa bersama menghadapi wabah adalah salah satu bentuk ikhtiar yang diajurkan Nabi Muhammad SAW. Al-Hakim meriwayatkan dalam kitab shahihnya (Al-Mustadrak) dari Aisyah radhiyallahu'anha, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sikap waspada tidak mampu menolak takdir. Doa memberikan manfaat kepada hal-hal yang telah terjadi dan yang belum terjadi. Pada saat musibah itu turun, doa segera menghadapinya. Keduanya saling bertarung hingga tiba hari kiamat". Disebutkan juga dalam kitab yang sama, dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwasanya Nabi bersabda, "Doa akan memberikan manfaat terhadap apa yang telah terjadi maupun yang belum terjadi. Maka hendaklah kalian semua berdoa, wahai hamba-hamba Allah".
Selain itu, kepatuhan semua kalangan, baik pejabat maupun rakyat diperlukan dalam mencegah transmisi penularan penyakit, seperti melakukan 3 T dan 5 M. Dan hal yang terpenting dari itu semua, imbauan ini harus juga ditujukan pada penguasa sebagai pengambil kebijakan. Mereka itulah sebagai penentu terdepan arah tindakan yang akan diambil untuk mengatasi wabah.
Jika memang kita butuh akan pertolongan Allah SWT, semestinya penanganan pandemi ini tidak hanya sekedar berdoa, tetapi juga taubatan nasuha seluruh masyarakat dan pemerintah, kembali pada aturan Allah dan RosulNya secara kaffah. Bukan hanya sekedar individual saja, tetapi juga secara struktural oleh negara. Kondisi ini hanya bisa tercipta ketika kaum muslimin hidup di bawah naungan Khilafah Islamiyyah, bukan kehidupan yang berasaskan sekuler kapitalis.
Penguasa adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Harusnya pemimpin juga berikhtiar dan berdoa bersungguh-sungguh agar semua kebijakannya diberikan petunjuk oleh Allah dan dan tidak menyusahkan rakyat.
Khilafah akan membuat masyarakat, menjadi komunitas orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Dalam al Qur’an digambarkan sungguh beruntung orang-orang yang beriman karena malaikat Allah pun peduli memintakan ampunan-Nya bagi mereka, selama orang-orang yang beriman itu bertobat dan senantiasa mengikuti jalan Tuhan-Nya. Allah SWT berfirman yang artinya (Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. (TQS. al mu’min: 7)
Selain masyarakat yang beriman, Khilafah akan membentuk sosok pemimpin yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, para pemimpin ahli ibadah, ahli zikir, amanah, serta menjadikan al Qur’an dan hadis Rosulullah SAW sebagai sumber hukum tertinggi di atas huum yang lain. Allah SWT berfirman yang artinya “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (TQS. Az Zumar {39} : 53-54).
Keimanan inilah yang membuat kaum muslimin terus mengupayakan usaha terbaik. Penanganan pandemi terbaik sesuai syariat Islam dan senantiasa berdoa sebagai bentuk kepasrahan kepada Allah SWT, pemilik kesembuhan dan penyakit. Maka kita akan bisa melihat kehidupan para khalifah-khalifah dalam Islam, yang senantiasa menggabungkan antara ikhtiar dan berdoa untuk mengatasi semua masalah, tak terkecuali menghadapi kondisi sulit, seperti Khalifah Umar yang berdoa agar umat Muhammad tidak dibinasakan dengan kelaparan dikala kepemimpinannya berlangsung. Beliau mengajak masyarakat untuk berdoa dan bertaubat. Selain itu, Khalifah Umar bin Khaththab berusaha untuk mengatasi serangan wabah ‘Thaūn Amwās yang menyerang wilayah Syam. Setidaknya ada 30 ribu rakyat yang meninggal saat itu. Beliau memberlakukan karantina wilayah atau lockdown syar’i. Rakyat yang hidup dalam aturan Islam saat itu sangat yakin bahwa wabah merupakan ujian dan terjadi karena kekuasaan Allah SWT. Sehingga sikap qanaah, sabar, taat kebijakan tercermin dari sikap para sahabat. Mereka saling tolong menolong meringankan beban saudaranya.
Konsep inilah yang diajarkan oleh Islam, bukan hanya sekedar berdoa melainkan berusaha sebaik mungkin. Jika benar-benar membutuhkan pertolongan Allah, mestinya tidak hanya mengimbau untuk giat berdoa, tetapi juga bagi pembuat kebijakan harus taubatan nasuha dan kembali pada hukum buatan pencipta, yakni syariat Islam secara kaffah. Wallahu A'lam Bishawab.
Posting Komentar