PPKM Darurat : Syiar Islam Terhambat, Bukti Sistem Cacat
Oleh : Asyrani (Pemerhati Masalah Umat)
Tak dapat dipungkiri, kasus Covid-19 memang benar-benar makin tak terkendali. Dalam beberapa waktu terakhir ini, ribuan kasus telah terkonfirmasi. Kolapsnya layanan kesehatan di berbagai faskes turut mengikuti. Sementara harga obat, alkes, dan oksigen juga melambung tinggi. Bahkan untuk oksigen, bukan hanya harganya yang melangit, tapi keberadaannya pun sedikit.
Situasi ini diduga kuat terkait mobilitas masyarakat yang tak terkendali pasca-Ramadan dan Idul fitri. Lalu diperparah dengan prokes yang kurang ditaati. Kondisi ini mendorong Pemerintah resmi mengeluarkan kebijakan PPKM Darurat di sejumlah titik dalam negeri. Daerah-daerah itu meliputi Padang, Manado, Batam, Aceh, Jambi dan masih banyak lagi.
Atas dasar kebijakan inilah Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan untuk meniadakan salat Idul adha 1442 H di masjid maupun di lapangan terbuka yang dapat menimbulkan kerumunan pada zona yang diberlakukan PPKM Darurat. Di samping itu, pihaknya juga melarang aktivitas takbiran menyambut Idul adha 1442 H. Takbiran hanya diperkenankan dilakukan di rumah masing-masing (Liputan6, 02/07/2021).
Selain menutup rumah ibadah, pemerintah juga menutup tempat kegiatan publik lain. Diantaranya, lokasi kegiatan seni dan budaya, sarana olahraga, serta tempat publik yang memiliki potensi menyebabkan kerumunan. Sementara kegiatan konstruksi atau proyek pembangunan dibuka 100% dengan menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat (Pangandaran.com, 01/07/2021).
Sungguh, kebijakan ala kepemimpinan kapitalistik sangat membingungkan publik. Sama seperti sebelumnya, pemerintah juga sempat menetapkan pembatasan aktivitas ibadah dan menutup rumah ibadah. Namun di saat yang sama, tempat publik lain seperti pasar, mall, tempat makan, tempat hiburan malam dan wisata justru dibiarkan tetap buka. Begitupun dengan pintu bandara internasional yang terbuka lebar bagi TKA. Alhasil, berbagai varian baru virus yang berkembang di negeri mereka turut memapar warga negara kita. Dan ironisnya, hal ini ternyata masih tetap terjadi saat PPKM Darurat ini sudah diberlakukan.
Tentu dengan sistem seperti ini jelas utopis bisa mengakhiri masa kritis pandemi. Diperlukan sebuah sistem yang ideal dan tak lagi abal-abal. Mementingkan nyawa dibanding ekonomi, pariwisata dan lainnya. Sehingga, rakyat pun tak lagi merasa kecewa. Disebabkan penguasa yang tak serius mengurus mereka dengan kebijakan yang ala kadarnya.
Maka, umat betul-betul butuh perubahan mendasar. Yakni melakukan koreksi fundamental atas asas pengaturan yang selama ini diembannya. Dari yang berbasis akal pikiran atau kemanfaatan menjadi pengaturan hidup yang berbasis akidah dan aturan Islam. Sebab, hanya aturan ini yang memberi panduan praktis dan konstruktif. Hingga berbagai problem kehidupan manusia tertuntaskan secara efektif.
Termasuk saat manusia diuji dengan wabah. Islam memberi tuntunan terbaik bagaimana menghadapinya, baik di level individu, keluarga, masyarakat, maupun negara. Bahkan saat negara harus mengambil kebijakan darurat, masyarakat tak akan seperti sekarat, apalagi hingga tercegah dari ibadah. Karena sejak awal, masyarakat sudah siap dan level kesejahteraan mereka tak berada dalam kondisi kolaps.
Sungguh patutlah kita renungkan firman Allah Ta’ala, “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tak disangka-sangka.” (QS Ath-Thalaq: 2-3).
Ya, Takwa. Sesuatu yang tak hanya terucap dalam kata, tapi diperlukan aksi nyata. Sebuah bukti kecintaan sebagai hamba. Namun tengah hilang diantara kita. Untuk itu, perlu segera kita temukan dan meningkatkannya. Menjalani hidup berdasarkan tuntunan akidah dan syariat-Nya. Sehingga akan kita peroleh jalan keluar yang sebenarnya. Termasuk kemudahan dalam syiar Islam. Wallahu a’lam bish-shawwab.
Posting Komentar