Sekali lagi, Lockdown!
Oleh: Ummu Fariza
Meledaknya bom kasus pasien covid 19 diIndonesia tidak bisa dihindari. Catatan kasus yang terus meningkat sejak Mei Kasus Covid-19 terus mengalami peningkatan tajam sejak Mei 2021.. Berdasarkan data kasus harian dari Satgas Covid-19, pada 15 Mei 2021, angka penambahan kasus Covid-19 yaitu 2.385 kasus. Kemudian, kasus perlahan meningkat dan semakin meningkat tajam. Tercatat, pada 15 Juni 2021 ada 8.161 kasus harian, 16 Juni 2021 dilaporkan 9.944 kasus, dan pada17 Juni 2021 sebanyak 12.624 kasus.
Dokter Erlina Burhan mengatakan, jika dibandingkan dengan data 15 Mei, terjadi peningkatan kasus pada 17 Juni sekitar 500 persen, diikuti dengan peningkatan kasus kematian berkaitan dengan Covid-19. Selain melonjaknya jumlah kasus Covid-19, yang menjadi sorotan adalah bed occupation rate (BOR) yang sudah hampir penuh di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya di DKI Jakarta. BOR untuk ruang isolasi dan ICU sudah hampir penuh. Berdasarkan data Dinkes DKI Jakarta hingga 17 Juni 2021, dari sekitar 8.000 tempat tidur isolasi yang tersedia, sudah terisi 84 persen dan ruang ICU sudah terisi 74 persen. "Pasien-pasien sudah banyak yang tidak bisa ditampung di ICU," ujar Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), Prof. DR. Dr. Syafri Kamsul Arif, SpAn, KIC, KAKV (Kompas.com - 19/06/2021)
Menyikapi ledakan pasien covid-19 wacana lokcdown kembali menggema. DKI Jakarta kembali memperpanjang PPKM skala mikro hingga 28 Juni 2021. Pada PPKM kali ini, kegiatan dibatasi hingga pukul 21.00 WIB. Sementara Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menetapkan Bandung Raya siaga satu Covid-19. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubowono X menyerukan lockdown untuk menekan penyebaran virus corona. (CNN Indonesia, Minggu 20 /6.2021)
Hal serupa juga disampaikan oleh Hermawan Saputra Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) yang mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang radikal agar keluar dari lonjakan pandemi virus corona (Covid-19) saat ini. Hermawan mengatakan pemerintah memiliki dua opsi yang bisa diambil saat ini, yakni PSBB ketat atau lockdown regional. Menurutnya, pilihan yang paling radikal adalah lockdown.
“Pemerintah harus radikal, Opsi ada dua,mau PSBB seperti semula atau lockdown regional terbatas pada pulau besar. Opsi paling radikal tentunya lockdown regional, radikal, tapi paling logis," kata Hermawan dalam Konferensi Pers 'Desakan Emergency Responses: Prioritas Keselamatan Rakyat di Tengah Pandemi' dalam YouTube, Minggu (20/6). Hermawan menyebut lockdown regional merupakan opsi yang bisa membantu Indonesia keluar dari situasi lonjakan pandemi Covid-19. Ia menegaskan lockdown dapat memutus mobilitas orang dengan ketat. Lockdown juga jadi opsi yang disarankan karena berkaca pada negara-negara yang sukses mengatasi pandemi Covid-19. Beberapa di antaranya seperti Australia, Jerman, Belanda, dan beberapa negara lainnya di Eropa.
Kebijakan Ambigu
Sejak awal pandemi beberapa kalangan sudah mendesak pemerintah untuk menerapkan kebijakan lockdown, namun pemerintah memastikan tidak akan mengambil opsi lockdown di tengah virus Covid-19 yang semakin masif. Pemerintah justru berpolemik dengan istilah karenasebagai bentuk kepedulian terhadap nasib rakyat, agar aktivitas ekonominya tetap berjalan . Karena Indonesia memiliki pekerja lapangan yang tinggi dimana mereka hidup menggunakan upah harian. Sehingga lockdown akan membahayakan terhadap roda ekonomi masyarakat. Menurut pemerintah, langkah paling efektif yang bisa diterapkan ialah social distancing atau menjaga jarak sosial antarmasyarakat. Sebagai pilihan pemerintah memilih PSBB yang kemudian berkembang menjadi PPKM.
Kebijakan pemerintah ini dinilai Hermawan sebagai kebijakan 'gas-rem' yang seringkali jadi narasi Presiden Joko Widodo saat kasus melonjak. Menurutnya, kebijakan 'gas-rem' tak cukup kuat mengatasi pandemi, bahkan bisa jadi bom waktu. Dan saat ini bom itu meledak.Hermawan menilai ada perbedaan kentara antara PSBB dan PPKM. PSBB dinilai bertujuan untuk memutus mata rantai penularan, sementara PPKM merupakan 'relaksasi' yang tidak bisa memutus penularan Covid-19."Jadi dari perspektif kebijakan, Indonesia belum memiliki policy options yang kuat untuk pengendalian Covid-19," kata Hermawan.
Selain PSBB dan PPKM pemerintah juga sudah melaksanakn vaksinasi kepada masyarakat namun karena rendahnya sosialiasi kepada masyarakat menjadikan program vaksinasi seolah belum berarti. Pasca vaksinasi justru mobilitas masyarakat tinggi karena merasa sudah kebal covid-19. Akibatnya banyak korban berjatuhan.
Lockdown dalam Islam
Lockdown merupakan salah satu ajaran Islam. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, wabah penyakit bernama tha'un pernah menerpa kaum Muslimin. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya yang berjudul Ath-Thibb an-Nabawi, secara bahasa, tha'un adalah sejenis wabah penyakit, demikian disebutkan dalam ash-Shihah. Sementara itu, di kalangan medis, tha'un adalah pembengkakan parah yang mematikan, menimbulkan rasa dahaga yang amat parah dan rasa sakit luar biasa. Tubuh menjadi hitam, hijau, atau abu-abu.
Riwayat ini juga dinukil oleh Ibnu Katsir dalam Kitab Al-Bidayah wa al-Nihayah. Menurut Imam al-Waqidi saat tha’un melanda seluruh negeri Syam, wabah ini telah memakan korban 25.000 jiwa lebih. Bahkan di antara para sahabat ada yang terkena wabah ini. Mereka adalah Abu Ubaidah bin Jarrah, al-Harits bin Hisyam, Syarahbil bin Hasanah, Fadhl bin Abbas, Muadz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan dan Abu Jandal bin Suhail.
Diriwayatkan pada masa Umar bin Al Khaththab.
أَنَّ عُمَرَ خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ. فَلَمَّا كَانَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْه.
Khalifah Umar pernah keluar untuk melakukan perjalanan menuju Syam. Saat sampai di wilayah bernama Sargh, beliau mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin 'Auf kemudian mengabari Umar bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR. Al-Bukhari).
Sebelumnya, Rasulullah Saw juga melakukan lockdown ketika terjadi wabah penyakit menular yaitu kusta. Sebagai langkah antisipasi, Rasulullah Saw melakukan karantina dan isolasi terhadap penderita kusta supaya penyakit tersebut tidak menular kemana-mana. Rasulullah Saw juga meminta untuk tidak mendekati atau pun melihat para penderita kusta tersebut.
Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Jauhilah orang yang terkena kusta, seperti kamu menjauhi singa.” (HR. al-Bukhari).
Rasulullah Saw juga pernah memperingatkan untuk lockdown kepada umatnya yaitu melarang mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
"Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu." (HR. Al Bukhari).
Langkah lockdown ini efektif mencegah penularan wabah agar tidak merajalela. Alangkah baiknya pemerintah segera melakukan lockdown. Sekalipun saat melakukan penguncian interaksi pasti mempengaruhi kondisi ekonomi negeri. Pemerintah harus punya minset bahwa menyelamatkan nyawa manusia lebih penting dari pada membahas soal hitung-hitungan materi dalam kacamata ekonomi.Jikalau ekonomi ambruk, in syaa Allah dapat dibangkitkan lagi ketika umat telah terbebas dari ancaman bawah virus Covid-19.
Langkah-langkah lockdown yang bisa diambil antara lain dengan:
Pertama, menjaga perbatasan agar tidak ada warga asing yang masuk, atau pun warganegara yang keluar. Antarkota maupun provinsi juga dijaga ketat, tidak boleh ada lalu lalang. Lalu lintas dalam penjagaan agar lockdown berjalan sempurna. Jika ada yang keluar, ia mempunyai hajat syari. Semua beraktivitas di dalam rumah sambil bertaqarrub kepada Allah Swt agar wabah ini segera selesai.
Kedua, pemerintah harus menyiapkan dan menjamin kebutuhan pangan rakyat selama lockdown. Untuk masalah teknis jaminan pangan bisa menyesuaikan kondisi daerah masing-masing.
Ketiga, jaminan pelayanan kesehatan dan penjagaan terhadap tenaga medis. Untuk pasien yang telah positif Covid-19 agar mendapatkan pelayanan maksimal. Dan yang sedang dikarantina karena terduga terpapar virus juga mendapatkan pelayanan maksimal. Sehingga mereka diupayakan sembuh secara optimal.
Keempat, sosialisasi yang masif dan teladan aparat pemerintah dalam pelaksanaan prokes. Masyaratkat harus terus menerus diedukasi dan ditegasi terkait prokes yang harus dijalankan sekalipun sudah mendapatkan vaksinasi. Selain itu pemerintah beserta aparatnya harus menjadi contoh yang baik serta teladan terhadap pelaksanaan prokes dalam berbagai aktivitas termasuk sanksi bagi yang tidak melaksanakannya
Penutup
Dalam kubangan sistem kapitalisme seperti sekarang, pemerintah tentu merasa kelimpungan mencari sumber dana untuk menyelenggarakan lockdown. Tak heran bila opsi lockdown tidak menjadi pilihan pemerintah. Tetapi jika dalam sistem Islam, pelaksanaannya akan lebih mudah karena aset-aset strategis seperti SDA tidak dikuasai kapitalis asing dan melimpahnya SDA difokuskan untuk pelayanan umat.
Jika kita merindu terbebas dari wabah ini, maka solusi totalnya tak hanya dengan pelaksanaan lockdown, tetapi seiringnya, juga menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai sistem warisan Nabi Saw yaitu khilafah islamiyah 'ala minhajin nubuwah.
Posting Komentar