Menyoal Proyek Pengadaan Laptop Merah Putih
Oleh: Dwi P Sugiarti (Freelance Blogger dan Aktivis Muslimah Majalengka)
Di tengah polemik pelaksanaan kebijakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) pada tahun ajaran baru mendatang, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim mengumumkan program digitalisasi sekolah senilai Rp17,4 triliun secara bertahap hingga 2024.(www.cnnindonesia.com, 22/07/2021)
Untuk menyukseskan program ini, Nadiem Makarim mengatakan pihaknya membeli alat-alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Alat-alat TIK yang hendak dibeli Kemendikbudristek antara lain, laptop, access point, konektor, layar proyektor, dan speaker aktif, hingga internet router.
Tak hanya itu, Mas menteri juga menyebut peralatan TIK yang hendak dibeli dan dikirim ke berbagai sekolah di Indonesia merupakan produk dalam negeri (PDN). Produk tersebut diperoleh dari kerja sama dengan beberapa pihak perguruan tinggi, dengan tujuan mengurangi ketergantungan terhadap produk impor.
Mempertanyakan Urgensi Program Laptop
Meski dinilai sebagai upaya mengurangi angka ketergantungan terhadap produk impor, namun beberapa pihak mengkritik adanya proyek tersebut. Pasalnya, kendala pembelajaran daring tidak hanya terletak pada perkara perangkat (gadget). Ada aspek learning loss yang seharusnya lebih diperhatikan penanggulangannya.
Di sisi lain tingginya angka kematian anak dan sumber daya manusia usia produktif akibat Covid-19 masih mengancam negeri ini. Sehingga lebih tepat untuk diprioritaskan solusinya. Logikanya, untuk apa ada program laptop di sekolah jika para murid masih dominan belajar di rumah? Dan untuk apa program laptop jika anak didik selaku SDM penggunanya juga banyak yang menjadi korban pandemi? Belum lagi masalah kesejahteraan guru honorer yang tentu masih menjadi PR besar bagi pemerintah.
Semestinya kita sadar bahwa dibalik pandemi juga terjadi fenomena data tertunda. Belum lagi realitas penurunan kasus positif belum berkorelasi dengan tingginya angka kematian yang masih tinggi. Bahkan saat ini data angka kematian harian telah dihapus. Ini tentu ada yang tak beres.
Karena itu, tidakkah ini cukup menjawab bahwa program laptop merah putih memang belum urgen? Akan lebih tepat jika dana yang ada, dialokasikan untuk mendukung sistem kesehatan dan dampak sosial masyarakat akibat pandemi. Bukankah sudah banyak rakyat yang berulang kali berkeluh kesah dengan kebijakan pembatasan sosial yang hanya berganti istilah? Tidakkah kita juga belajar dari kebijakan serupa seperti program 1Bestarinet Malaysia beberapa tahun silam yang mengalami kegagalan?
1Bestarinet adalah sebuah mega proyek pemerintah Malaysia dengan anggaran berkisar Rp 14 triliun untuk menyediakan konektivitas internet dan menciptakan lingkungan belajar virtual untuk 10.000 sekolah. Salah satu upaya yang dilakukan dengan membagikan chromebook dan learning management system (LSM). Namun proyek itu, kata Indra, akhirnya dihentikan oleh pemerintah Malaysia pada tahun 2019 karena audit menunjukkan hasil program jauh dari harapan yang diwacanakan.(www.islamtoday.id, 04/08/2021)
Sungguhlah, perkara ini perlu kebijakan terpusat dan tepat. Jangan hanya demi menghabiskan anggaran, akhirnya malah banyak melahirkan program tak tepat sasaran. Harusnya beragam problem tersebut mampu membuat pemerintah untuk mengkaji ulang agar tak kembali salah langkah.
Kapitalisme Jadi Biang Masalah
Adanya wabah ini, bagaimanapun telah menyempitkan dunia. Tak hanya dunia Islam namun juga negeri-negeri pengusung sistem kapitalisme . Kebijakan yang lahir dari sistem ini selalu pragmatis dan spekulatif. Karenanya, kapitalisme memang akan selalu mencari celah segar, kesempatan dalam kesempitan pandemi. Yang kadang membuatnya mendadak miskin empati, kendati rakyat telah babak belur bertarung sendiri, menyetor nyawa pada pandemi. Ujungnya kapitalisme hanya menjadi biang masalah.
Tak terkecuali bagi negeri ini. Indonesia diprediksi masuk negara yang paling tertinggal untuk mengatasi pandemi. Dengan kata lain, akan paling lama mengalaminya. Kebijakan kesehatan, vaksin, ekonomi, dan sosial pun semuanya menuai kisruh. Problem pendidikanpun tak selesai dengan solusi tepat. Bukannya menyelesaikan aspek yang lebih urgen yakni upaya menyelamatkan nyawa, malah membuka investasi pengadaan laptop.
Sebaliknya, Ketika terfokus pada penyelamatan nyawa, penguasa memberlakukan PPKM yang juga tak kunjung efektif pelaksanaannya. Karena efek samping PPKM justru tidak semakin membuat aman tapi malah makin sengsara. Bayangkan, pergerakan ekonomi dan sosial dibatasi, tapi kebutuhan pokok tak dipenuhi.
Terkait hal ini, Rasulullah saw bersabda, “Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia; dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia.” (HR Muslim dan Ahmad)
Maka sudah saatnya negeri ini menyadari untuk kembali pada kepemimpinan sejati dengan naungan sistem hakiki, yang bersumber dari Ilahi Rabbi. Agar semua permasalahan bisa diselesaikan sesuai dengan fitrah manusia, sehingga diperoleh solusi yang dapat menuntaskan segala masalah.
Allah Swt. berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (TQS Ar-Ruum [30]: 30)
Posting Komentar