PPKM Darurat : Kerancuan Kebijakan Antara Penyelamatan Nyawa dan Ekonomi
Oleh: Desi Novitasari (Aktivis Muslimah Bangka Belitung)
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 melaporkan kasus baru Covid-19 masih terus bertambah pada Selasa (03/8/2021). Berdasarkan data yang dilaporkan ada penambahan 22.404 kasus baru Covid-19. Terhitung sejak diumumkannya kasus pertama pada 2 Maret 2020, penambahan itu menyebabkan kasus Covid-19 di Indonesia, yang sudah menyebar di 34 Provinsi kini mencapai 3.462.800 orang.
Dari data di atas, pasien Covid-19 yang sembuh ada penambahan yaitu 32.807, sehingga total pasien sembuh kini berjumlah 2.842.345 orang. Ada pula penambahan kasus kematian akibat Covid-19. Dikutip dari Kompas.com (03/8/2021), dalam 24 jam terakhir, dilaporkan ada penambahan 1.568 kasus kematian, sehingga total pasien Covid-19 meninggal dunia yaitu 97.291 orang. Tambahan 1.568 tersebut membuat Indonesia menjadi negara dengan angka penambahan kematian harian tertinggi di dunia di bawah Rusia dengan tambahan 785 kematian.
Sejak awal kasus Covid-19 mencuat di Indonesia dan kasusnya mengalami lonjakan di berbagai provinsi di Indonesia, pemerintah sudah menetapkan beberapa kebijakan untuk mengatasi penyebaran Covid-19. Kebijakan yang diberlakukan yaitu bertujuan untuk membatasi aktivitas masyarakat. Istilah yang digunakan juga beragam mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB transisi, micro lockdown, sampai PPKM mikro, dan kali ini ditetapkan PPKM darurat dan sekarang diubah menjadi PPKM level 0-4.
PPKM level 4 ini mencakup Pulau Jawa dan Pulau Bali, sedangkan untuk wilayah Bangka Belitung sendiri diterapkan PPKM level 3 di 4 wilayah yakni di Pangkalpinang, Bangka, Bangka Tengah dan Bangka Selatan sedangkan PPKM level 4 di 3 wilayah yakni Bangka Barat, Belitung dan Belitung Timur. Dengan PPKM level 4, aktivitas perkantoran sektor nonesensial akan dilakukan sepenuhnya dari rumah. Sementara sektor kritikal diperbolehkan 100%, di antaranya energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (seperti listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.
Selama penerapan PPKM level 4, maka tempat ibadah tidak mengadakan kegiatan peribadatan/keagamaan berjamaah selama masa penerapan PPKM dan mengoptimalkan pelaksanaan ibadah di rumah, begitu pula tempat makan masih diizinkan buka dengan protokol kesehatan yang ketat sampai dengan pukul 20.00 waktu setempat dengan maksimal pengunjung makan di tempat 3 (tiga) orang dan waktu makan maksimal 20 (dua puluh) menit. Untuk aktivitas belajar, baik sekolah maupun lembaga pendidikan lainnya diterapkan melalui pembelajaran jarak jauh. Untuk supermarket, pasar tradisional, toko klontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari dibatasi jam operasional sampai pukul 20.00 waktu setempat dengan kapasitas pengunjung 50 persen.
PPKM dan Efektivitas untuk Antasipasi Covid-19
Menanggapi kasus Covid-19 yang semakin melonjak dengan kasus kematian yang sudah mencapai puluhan ribu kasus, beberapa pakar mengkritik kebijakan PPKM yang diberlakukan oleh pemerintah. Epidemiolog Tri Yunis mengatakan sebenarnya dalam kondisi seperti sekarang ini, penguncian wilayah menjadi solusi paling baik. Tetapi jikapun itu tidak memungkinkan, harus ada pembatasan besar-besaran. Kata beliau, jadi bukan PPKM, kalau PPKM adalah pembatasan kegiatan masyarakat, kalau mau cakupannya besar jangan PPKM mikro dan darurat, dikutip dari merdeka.com, Rabu (30/6/2021). Dia menegaskan, PPKM Mikro atau Darurat tentu konsep yang tidak sama dengan lockdown. Karena itu, dia meminta pemerintah tidak banyak bermain dalam istilah sebab kondisi ini sudah genting dan banyak masyarakat menjadi korban. Beliau menambahkan bahwa pemerintah ngumpet di istilah tadi.
Senada dengan perkataan dari Tri Yunis, ditambahkan Epidemiolog Windhu Purnomo, pemerintah jangan lagi mengambil kebijakan tanggung saat kondisi genting. Dia berharap pemerintah membuat satu terobosan terkait pembatasan aktivitas warga saat ini, sehingga efektivitasnya benar-benar dirasakan dalam rangka memutus penyebaran virus Covid-19. Beliau mengatakan, "jadi jangan suka bermain-main istilah, tapi enggak ada isinya, implementasinya enggak ada. PPKM mikro tinggalkan saja. Itu mana kita sebut efektif? Kalau efektif tidak terjadi seperti ini kan," tutupnya.
Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa kebijakan yang dijalankan pemerintah dari sejak awal kasus muncul hingga hari ini hanya kebijakan yang berubah istilah saja dari kebijakan sebelumnya, karena tidak terbukti ampuh namun malah membingungkan. Tentu saja, pemangku kebijakan dalam hal ini adalah pemerintah yang paling bertanggungjawab dan memiliki wewenang dalam memutuskan solusi apa yang hendak diberlakukan dalam mengatasi Covid-19. Namun dari beberapa kebijakan yang sudah diputuskan dan diterapkan dapat kita simpulkan bahwa kebijakan yang diambil adalah kebijakan yang tidak berfokus pada prioritas penyelamatan nyawa rakyat namun malah mementingkan keuntungan materi atas dasar penyelamatan ekonomi. Hal ini karena dalam PPKM level 0-4 masih mengatur mobilisasi masyarakat, kegiatan ekonomi masih dilaksanakan dan hanya menekan jam produktif di berbagai tempat kegiatan ekonomi. Dengan begitu kegiatan ekonomi masih bisa tetap berjalan, namun di sisi lain kebijakan ini tidak efektif dalam mengatasi Covid-19.
Selain itu saat PPKM berlangsung, rakyat diminta untuk membatasi aktivitas di luar rumah dan diminta untuk berdiam diri di rumah, sementara di sisi lain kebutuhan pokok masyarakat selama PPKM tidak dijamin oleh negara. Inilah yang terjadi apabila pemangku kebijakan yang disistemi oleh sistem kapitalisme. Kapitalisme sebagai sebuah sistem ekonomi hanya mempertimbangkan untung rugi dalam hal materi tanpa memprioritaskan penyelamatan nyawa rakyat. Di sistem kapitalisme pula melayani rakyat dengan setengah hati terbukti dengan kebijakan PPKM yang tidak disertai dengan tanggungjawab negara dalam memberi makan rakyat saat PPKM diberlakukan.
Maka kebijakan yang dibuat dalam mengatasi pandemi ini adalah kebijakan yang bukan mengakibatkan kerugian ekonomi meski kebijakan tersebut dinilai efektif dalam membendung laju virus sehingga nyawa rakyat dapat diselamatkan.
Sudah sepatutnya kita meninggalkan sistem kapitalisme ini dan mulai mencari alternatif lain karena sistem kapitalisme adalah akar penyebab kebijakan yang tidak serius dalam memberikan solusi tuntas dalam persoalan masyarakat dalam menghadapi pandemi ini.
Sistem Islam Solusi Mengatasi Pandemi Sampai Tuntas
Islam merupakan agama sekaligus ideologi. Islam tak hanya mengatur tentang aqidah dan ibadah namun juga mengatur bagaimana pengelolaan negara. Dan negara yang diatur dengan sistem Islam ini dinamakan Negara Islam (Daulah Islam).
Islam juga mengatur tentang cara menangani suatu wabah yang melanda di suatu negeri, Rasulullah saw. bersabda,
إذا سمعتم به بأرض فلا تقدموا عليه وإذا وقع بأرض وأنتم بها فلا تخرجوا فرارا منه.
“Jika kalian mendengar penyakit Tha’un di sebuah wilayah, maka janganlah datang ke daerah tersebut. Jika kalian ada di dalam wilayah tersebut, maka kalian janganlah lari keluar.”
Negara Islam menerapkan isolasi atau lockdown untuk menangani wabah berdasarkan hadist Rasulullah Saw di atas. Dan ini pernah diaplikasikan oleh negara Islam yang dipimpin oleh Umar bin Khattab ketika wilayah Islam dilanda oleh wabah tha'un. Banyak para sahabat yang menjadi korban jiwa dan meninggal dunia. Sebelum wabah tersebut menjangkiti seluruh wilayah Islam, Gubernur Syam Amr bin Ash memerintahkan warganya untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi, yaitu berpencar ke gunung-gunung untuk membatasi perkumpulan manusia sehingga virus tidak menyebar. Selain itu warga yang sakit dipisahkan dari yang sehat dan dibantu segala kebutuhannya baik makanan, obat-obatan, dan lain-lain hingga sembuh.
Warga yang sehat tetap dapat beraktivitas bekerja dan sebagainya tanpa khawatir tertular penyakit. Dengan demikian, roda ekonomi negara tetap dapat berjalan. Dengan kebijakan yang berlandaskan pada hadist Rasul tersebut maka wabah tha'un dengan mudah dapat ditangani.
Solusi yang ditawari oleh sistem Islam terbukti ampuh mengatasi pandemi dan hal itu telah dibuktikan oleh para sahabat ketika wabah menyerang wilayah Islam. Prioritas yang dibangun oleh negara Islam adalah bagaimana menyelamatkan nyawa rakyat agar tidak berjatuhan korban lebih banyak lagi sehingga kebijakan yang diambil pun adalah kebijakan yang bisa menghentikan laju virus tanpa embel-embel mempertimbangan hal lain seperti pertimbangan ekonomi, karena penyelamatan nyawa seorang muslim bagi ajaran Islam adalah urgensi.
Karena solusi Islam tersebut berasal dari wahyu Allah, maka solusi tersebut pun memberikan kebaikan tidak hanya nyawa rakyat dapat diselamatkan, namun rakyat benar-benar diurus dan dipenuhi kebutuhannya, wabah pun bisa dihentikan dan ekonomi negara pun bisa tetap berjalan.
Wallahu A'lam Bishshawab.
Posting Komentar