Ajaran Baha’i Membawa Wajah Pluralisme
“Apabila Baha’i diakui sebagai agama, maka akan bermunculan aliran-aliran lain yang jumlahnya tidak sedikit untuk diakui sebagai agama (baru) di Indonesia. Karena itulah kemenag harus berhati-hati dalam membuta kajian tentang Baha’i tersebut. Kemenag harus menolaknya dengan tegas” merupakan tanggapan cepat dan tegas yang ditunjukkan oleh Ketua MUI Kalsel periode sebelumnya, Ahmad Makkie, ketika Menteri Agama kala itu Lukman Hakim Saifuddin secara gamblang menegaskan tengah mengkaji Bahai sebagai sebuah agama baru (Banjarmasinpost.co.id, 7/12/2014)
Aliran Bahai belakangan menjadi sorotan kembali pasca seorang dengan jabatan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, memberikan ucapan selamat Hari Raya Naw-Ruz 178 EB untuk komunitas Bahai. Seakan-akan aliran Bahai adalah aliran resmi yang perlu dan sudah diakui oleh pemerintah sebagai bagian anggota keluarga sosial masyarakatnya. Sikap kurang pertimbangan ini Menag bisa memicu konflik antara umat dengan penganut ajaran bahaiyyah, ungkap Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Buya Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa, LC (suarasumbar.id,30/7/2021).
Sebelum mengucapkan selamat kepada sebuah ajaran atau aliran tertentu sudah semestinya seorang menteri selaku pengayom enam agama resmi yang ada dalam perlindungannya, mencek dan ricek ke dalam apakah ajaran bahai diterima dan diakui oleh enam agama resmi tersebut. Bukankah kita selalu mengajarkan kepada masyarakat untuk selalu bersikap ilmiah atas segala sesuatu, sehingga tidak memunculkan hoax dan konflik. KH. Cholil Nafis, ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam akun twitternya (@cholilnafis, 28/7/2021) mengingatkan menteri agama dan umat jangan sampai offside menyamakan komunitas dan kepercayaan dengan agama yang ada. Tugas negara yang diwakili pemerintah adalah menjaga kemurnian ajaaran agama yang diakui dan menjaga ketentraman pemeluknya dalam menjalankan kewajiban ibadahnya.
“Bahaiyyah ditinjau dari latar belakang sejarah, esensi ajaran dan gerakan penyebaran merupakan ajaran sesat yang menodai ajaran Islam dan menjadi pintu masuk musuh untuk merusak umat Islam,” ungkap Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa, LC (covesia,30/7/2021). Tidak mengherankan jika lembaga Islam berskala internasional, nasional dan juga para tokoh ulama telah mengeluarkan keputusan tentang kesesatan aliran ini.
Dari sejarah agama Bahai kita menemukan pemimpin-pemimpin mereka dalam perlindungan negara-negara asing dan penjajah, dan bagi para peneliti hal ini akan menyisakan ribuan pertanyaan, seperti pada saat Husain Ali Baha tertangkap dan dipenjarakan, duta besar Rusia berusaha keras untuk membebaskannya, Syauqi Aqandi dalam kitab (Qarn Badi) mengutarakan masalah ini. Pada kitab lain Qaule Husain Ali Baha ia juga mengutarakan masalah yang sama. Pada masa Perang Dunia Kedua pada saat perayaan Inggris, Abbas Aqandi mendapatkan medali penghargaan dari Nite hood dan hal ini juga diakui oleh Syauqi Aqandi.
Gus Yaqut, sapaan akrab Menag dalam video yang beredar berharap hari raya Bahai menjadi momen menjunjung nilai-nilai moderasi beragama. Wajah moderasi beragama yang muncul dari pluralisme nampak diemban oleh ajaran Bahai untuk menyudutkan Islam sebagai agama samawi.
Hakekatnya pluralisme menitik beratkan pada keberagaman dan sikap beragama dalam masyarakat. Hal tersebut diekspresikan dalam bentuk dialog antar agama yang lebih menekankan pada toleransi beragama secara mutlak. Dengan kata lain pluralisme beragama adalah paham yang menganggap semua agama adalah benar dan kebenaran setiap agama adalah relative. Pada akhirnya negara akan menberikan jaminan sepenuhnya kepada setiap warga negara untuk beragama, pindah agama (murtad), bahkan mendirikan agama baru.
Pluralisme ini sebenarnya telah menjadi agenda global untuk dihidupkan khususnya di negeri-negeri Muslim. Para pengusungnya mengeluarkan mengeluarkan dana yang sangat besar untuk. The Asian Foundation, LSM yang bermarkas di San Fransisco, merupakan lembaga internasional yang menjadi payung dana bagi pengembangan ide pluralisme, liberalism, sekularisme, dan HAM.
Harus disadari bahwa pluralisme merupakan agenda yang sangat berbahaya bagi umat. Pluralisme akan menciptakan generasi muslim yang lemah dalam memegang ajaran agama. Generasi yang tidak peduli, apakah system kehidupan ini sesuai dengan Islam atau tidak. Hilangnya kepekaan mereka untuk melakukan kontrol terhadap berbagai persoalan dari sudut pandang Islam. Bahkan aktivitas dakwah pun akan ditinggalkan karena tidak relevan lagi ketika kebenaran Islam sudah dianggap sama dengan agama atau paham manapun.
Hal tersebut akan menghilangkan gelora umat untuk menegakkan Islam secara kaffah di dalam kehidupan. Mereka akan sangat mudah melanggar perintah Allah karena kebenaran agama yang telah direlatifkan. Yang ada tinggal nilai-nilai ‘universal’ versi liberalisme seperti kebebasan berekspresi, HAM, dan sebagainya. Dalam fatwanya No. 7/MUNAS VII/MUI/11/2005, MUI telah jelas menyebutkan bahwa pluralisme (paham yang memandang semua agama sama), liberalisme (paham tentang kebebasan), dan sekularisme (paham yang menyingkirkan agama dari kehidupan), adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, dan umat Islam dilarang mengikuti paham tersebut.
Islam mengakui keberadaan dan keragaman suku dan bangsa serta identitas-identitas agama selain Islam dan eksestensinya (pluralitas), namun sama sekali tidak mengakui kebenaran agama-agama selainnya. Pemeluknya bebas beribadah, makan, berpakaian, dan menikah dengan tatacara agama mereka. Tetapi tidak lantas diakui benar, lakum diinukum waliyadin, itulah bentuk toleransi dari Islam. Wallahu’alam bishshawab.
Posting Komentar