Guru Sejahtera dengan Sistem Islam
Oleh: Siti Suryani, S.Pd.
Guru identik dengan julukan pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka adalah orang-orang pilihan yang rela mengabdikan dirinya untuk bertugas mencerdaskan anak bangsa. Tugas dan tanggung jawan yang diembannya pun tidaklah mudah, mendidik serta membimbing satu demi satu siswanya dengan kasih sayang dan penuh kesabaran.
Di negeri ini, Guru dibedakan menjadi dua yaitu, guru tetap dan honorer. Guru tetap adalah guru yang telah memiliki status minimal sebagai calon pegawai negeri sipil dan telah ditugaskan di sekolah tertentu sebagai instansi induknya. Sementara itu, guru tidak tetap atau sering disebut guru honorer adalah guru yang belum berstatus minimal sebagai calon pegawai negeri sipil (Wikipedia, 20 September 2021).
Guru tetap dan honorer tugasnya sama, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Tapi dari segi ekonomi apa yang didapatkan oleh guru honorer jelas jauh berbeda dengan guru tetap.
Banyak kisah pilu tentang perjuangan guru honorer, salah satunya Nining Suryati, seorang guru honerer yang mengabdikan diri di Sekolah Negeri Karyabuana, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten. Nining saat ini tinggal satu atap dengan toilet sekolah tempatnya mengajar. Dia hanya berlinangan air mata ketika kedua anaknya bertanya kapan mereka memiliki rumah seperti teman-temannya. Namun apa daya, setiap bulannya, dia hanya menerima honor Rp 350 ribu selama 15 tahun (Liputan6, 21 September 2021).
Keinginan untuk merubah nasib tentu diupayakan oleh semua guru yang berstatus honorer. Salah satunya dengan mengikuti tes seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang harus dilalui para guru tidaklah mudah. Mereka harus mendaftarkan diri secara online dan mengerjakan ratusan soal dengan batas waktu yang telah ditentukan. Untuk bisa lulus tes seleksi PPPK ini, dibutuhkan nilai minimum yang harus dicapai oleh para guru tersebut.
Berdasarkan Keputusan Menteri PAN-RB Nomor 1127 dan 1128 tahun 2021, ada empat kategori pada passing grade guru 2021, yakni seleksi kompetensi manajerial minimal 130 dengan nilai kumulatif 200. Kemudian, seleksi kompetensi sosial kultural 130 dengan kumulatif 200, seleksi wawancara dengan passing grade 24 dan kumulatif maksimal 40. Serta, seleksi kompetensi teknis dengan nilai maksimal 500 dan passing grade sesuai kriteria jabatan (Detikedu, 21 September 2021).
Passing grade yang tinggi membuat banyak guru honorrer tidak lulus dalam seleksi PPPK. Beragam komentar pun bermunculan di media masa. Menurut warganet tes PPPK ini tidak fair karena cuma teoretis, bukan praktik mengajar yang sudah dilakukan puluhan tahun. Dan tes CPNS PPPK menggunakan komputer, sehingga guru-guru senior itu harus bersaing dengan calon guru yang lebih muda dan melek teknologi. (Detiknews, 21 September 2021)
Sistem pendidikan yang menerapkan kapitalisme-demokrasi seperti sekarang ini memang tak ramah guru, dimana seorang guru yang tugasnya sangat mulia hanya diberi upah yang tak seberapa, bahkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya pun kurang. Berbeda dengan sistem Islam yang sangat memuliakan seorang guru.
Sebagai perbandingan, Imam Ad Damsyiqi menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa, di Kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan, itu artinya gaji guru sekitar Rp 30.000.000. Tentunya ini tidak memandang status guru tersebut PNS atau pun honorer. Apalagi bersertifikasi atau tidak, yang pasti profesinya guru (Siedoo.com, 21 September 2021).
Hanya Sistem Khilafah Islamiah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah yang mampu menjamin kesejahtraan umat manusia selama 13 abad, termasuk kesejahteraan guru dan murid. Sistem Islam lah yang mampu mewujudkan kemajuan pendidikan. Sudah seharusnya kita meninggalkan sistem kapitalisme-demokrasi dan berjuang untuk menegakkan sistem Khilafah 'ala minhaj an-nubuwah.
Posting Komentar