Ironi Nasib Mahasiswa di Tengah Wabah
Oleh: Annis ZM (Aliansi Penulis Rindu Islam)
Wabah covid 19 memberikan dampak yang cukup besar bagi seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, hampir seluruh sektor terdampak mulai dari kesehatan, sosial, ekonomi, bahkan sektor pendidikan juga mengalami dampak serius selama masa pandemi ini. Salah satu yang menjadi permasalahan adalah adanya kegiatan belajar mengajar virtual, yang mengakibatkan hilangnya kesempatan bagi mahasiswa untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas.
Tidak hanya itu, banyak permasalahan yang harus dihadapi mahasiswa selama pembelajaran virtual di masa pandemi ini. Pertama, masalah koneksi jaringan internet yang terkadang tidak stabil sehingga mengakibatkan ilmu yang disampaikan tidak bisa difahami secara utuh. Kedua, semakin banyak tugas yang diberikan oleh dosen selama kuliah online. Ketiga, pembelajaran virtual yang sudah berlangsung selama satu tahun lebih membuat semangat belajar menurun dan menimbulkan rasa jenuh. Keempat, perangkat yang sering kali bermasalah karena tingginya frekuensi pemakaian.
Belum lagi adanya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami para orang tua, yang juga berdampak pada anak-anak mereka, salah satunya adalah mahasiswa. Mengutip data dari Kemendikbudristek, sepanjang tahun lalu angka putus kuliah di Indonesia mencapai 602.208 orang. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan dalam membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) atau biaya penunjang kuliah lainnya. Jika hal ini terus terjadi maka kita patut prihatin, mengingat pentingnya kualitas pemuda dalam menentukan kualitas peradaban bangsa.
Rupanya keprihatinan juga dirasakan oleh pembawa acara sekaligus jurnalis, Najwa shihab. Bersama dengan ternak uang dan kita bisa, Najwa shihab meluncurkan program donasi “Celengan Beasiswa Mahasiswa Narasi x TU” untuk membantu mahasiswa melanjutkan pendidikannya. (mediajabodetabek, 21/8/21).
Akan tetapi, tugas untuk memberikan pendidikan berkualitas, berfasilitas unggul, sekaligus berbiaya ramah bahkan gratis bukanlah tanggung jawab individu melainkan tanggung jawab negara. Sayangnya mendambakan hal tersebut dalam sistem saat ini yaitu kapitalis, bagaikan pungguk merindukan bulan. Karena dalam sistem kapitalis, pendidikan merupakan barang mewah yang dijadikan sebagai komoditas jasa belaka.
Betapa tidak, dalam sistem ini siapa saja yang bisa mengeluarkan banyak pundi-pundi kekayaan, dia bisa sekolah di mana pun ia suka dengan fasilitas serba lengkap. Namun sebaliknya, bagi mereka yang tidak punya pundi-pundi kekayaan maka cukuplah bersenang hati memasukkan anaknya ke sekolah negeri atau sekolah swasta pinggiran berfasilitas ala kadarnya.
Padahal dengan banyaknya biaya yang dikeluarkan juga belum tentu sebanding dengan kualitas output yang diharapkan. Bisa kita lihat sendiri bagaimana keadaan penerus generasi kita saat ini, meskipun mereka berpendidikan tinggi tapi masih terlibat tawuran, narkoba, LGBT, pergaulan bebas, tindak kriminal dan masih banyak lagi kasus lainnya yang bisa kita saksikan setiap hari di berita televisi ataupun sosial media.
Hal ini tentu akan sangat berbeda jika negara menerapkan sistem Islam kaffah dalam bingkai khilafah. Bagi negara khilafah, tholabul ilmi adalah kewajiban bagi warganya. Maka dari itu, negara wajib menjamin setiap individu baik laki-laki, perempuan, kaya, maupun miskin untuk memperoleh pendidikan sampai perguruan tinggi.
Tidak hanya itu, negara juga akan menjamin bahwa pendidikan tidak akan dijadikan lahan bisnis atau komoditas ekonomi sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalis saat ini. Karena negara khilafah sangat menyadari bahwa pendidikan adalah sebuah investasi masa depan.
Oleh sebab itu, negara dengan sistem pendidikan islam yaitu khilafah akan menyediakan infrastuktur yang memadai, tenaga pengajar profesional dengan gaji yang menyejahterakan dan memuliakan, pelayanan pendidikan dengan akses mudah bahkan gratis bagi seluruh warga negara.
Dan yang terpenting sistem pendidikan islam memiliki kurikulum unggul berbasis akidah islam yang akan melahirkan generasi yang kokoh iman, berintegritas, berkepribadian islam, menguasai pemikiran islam, menguasai ilmu terapan IPTEK (ilmu, pengetahuan dan teknologi), serta memiliki kemampuan yang tepat guna dan berdaya guna.
Dalam rangka pengembangan potensi dan pengabdian generasi terhadap umat, khilafah akan memberikan dukungan finansial yang cukup dan bertanggung jawab penuh dalam menyediakan berbagai fasilitas utama dan penunjang pendidikan demi terwujudnya tujuan kurikulum pendidikan islam, baik dalam kondisi pandemi maupun kondisi normal. Sesuai ketentuan syariat, seluruh pembiayaan pendidikan dalam negara khilafah diambil dari baitul mal.
Maka, sudah selayaknya kita kembali pada sistem Islam. Karena hanya Islam yang menempatkan segala sesuatu pada porsinya. Islam pun menjamin tidaklah diterapkan Islam dalam kehidupan kecuali hanya kemaslahatan yang didapatkan. (Wallahu a’lam bishawab)
Posting Komentar