IKLIM KAPITALIS : MUSIM HUJAN BERKAH MENJADI MALAPETAKA
Oleh : Nabila Fadel
“Dialah (Allah) yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan), dan kami turunkan dari langit air yang amat bersih, agar kami menghidupkan dengan air itunegeri (tanah) yang mati, agar kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak.”(TQS Al-Furqon:48-49).
Dalam ayat ini menunjukkan bahwa hujan adalah rahmat yang Allah SWT turunkan bagi seluruh makhluk-Nya yang di muka bumi hingga menjadi berkah bagi penduduk bumi. Namun, saat ini ketika memasuki musim hujan adalah hal yang begitu menakutkan, karena banyaknya bencana alam yang terjadi di musim hujan seperti banjir, longsor, hingga tsunami.
Penyebab terjadinya banjir di sejumlah kota bukan hanya karena curah hujan tinggi. Seperti di Kalimantan Barat menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar Nikodemus Ale mengungkapkan bahwa sebagian besar DAS kritis. Menurut Ale sebagian besar daerah penyangga DAS Kapuas mengalami deforestasi karena pembukaan tutupan hutan untuk aktivitas ekstraktif. ”Yang perlu dilakukan adalah peninjauan ulang tata ruang. Perizinan yang ada hendaknya ditinjau ulang,” kata Ale.
Sementara itu, pengajar Hidrologi Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak Kiki Prio Utomo mengungkapkan, banjir di Sintang disebabkan perubahan tata guna lahan atau pemanfaatan lahan. Ia mengatakan, pada dasarnya Sintang secara alamiah adalah daerah yang akan kebanjiran karena berada di tengah dari DAS Kapuas serta adanya beberapa anak sungai lainnya. (kompas.com, 7/11/2021)
Perubahan tataguna lahan atau pemanfaatan lahan, baik untuk pemukiman ataupun budi daya dapat menyebabkan jenis tutupan lahan berubah. Lahan yang awalnya lahan tertutup atau kawasan hutan berubah menjadi terbuka atau pemukiman dan lahan petanian maupun perkebuanan. Hal yamg seperti ini menyebabkan kerusakan DAS sehingga hidrologi aliran pada DAS tersebut berubah menjadi tidak baik atau bermasalah.
Deforestasi dengan konversi lahan menjadi faktor terbesar terjadinya banjir Bandai di daerah hulu Sungai Kapuas. Meskipun perkebunan sawit bernilai ekonomis, namun nilai ekologisnya berbeda dengan pohon-pohon hutan lainnya yang berfungsi sebagai penyangga agar tidak tejadinya erosi, longsor serta mampu menghambat terjadinya sedimentasi DAS. Namun pemerintah masih mengizinkan pengusaha perkebunan sawit untuk mengalihfungsikan lahan hutan. Padahal keuntungan negara dan swasta tidak sebanding dengan ongkos memeperbaiki lingkungan yang telah rusak. Apalagi dampak yang diakibatkan deforentasi kerugian besar bahkan bencana yang tidak berkesudahan. Selain bukan hanya berdampak buruk bagi alam tapi juga bagi kehidupan manusia akibatnya sepeti banjir bandang yang merendam ribuan rumah, menimbulkan banyak korban baik secara materi riil maupun non riil. Hal ini akibat dari keserakaham para korporasi dan birokrat.
Sistem kerja kortopokrasi telah menjadikan poros kerja pemangku kebijakan yaitu terakomodasinya kepentingan pengusaha bukan terselesainya kepentingan rakyatnya. Oleh karenanya lobi pengusaha sering kali terdengar jelas daripada teriakan warga yang terdampak akibat pembangunan yang tidak bermanfaat bagi mereka. Ini pembangunan yang kapitalistik, tata ruang bukan untuk kemaslahatan rakyat melainkan yang korporasi inginkan. Hujan membawa malapetaka ketika sistem kapitalisme yang diterapkan dalam kehidupan.
Hal ini bertolak belakang dengan sistem islam, dimana pembangunan infrastruktur maupun pemukiman adalah semata-mata intik kepentingan umat. Sehingga pembangunan dalam islam akan memperhatikan daerah resapan dan tanpa merusak lingkungan maupun alam. Pembangunan infrastruktur maupun pembukaan lahan perkebunan dan persawahan akan dimanfaatkan oleh rakyat sebagai penghasilan yang benar-benar terjaga bukan untuk pengusaha yang berkuasa. Jikapun harus membangun seperti rumah sakit atau sekolah negara harus menggantinya dengan sepadan, tidak akan ada polemik pembebasan lahanyang marak terjadi seperti saat ini.
Dengan demikian kerusakan alam baik itu deforestasi serta pembangunan bersifat kapitalistik yang menyebabkan bencana banjir bandang dan tanah longsor, hanya akan bisa berhenti ketika tata kelola. Negara akan memeperhatikan betul rakyatnya. Negara ini berdasarkan pada Al-Quran dan Sunnah. Sehingga yang akan umat temukan hanya kemuliaan dan kejayaan.
Wallahu’alam bi showwab
Posting Komentar