Layakkah Bangkai Di Kenang?
Oleh : Ummu Hamzah
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan rencana penamaan salah satu ruas jalan di Ibu Kota dengan nama tokoh sekuler Turki, Mustafa Kemal Ataturk merupakan bagian dari kerja sama Indonesia dan Turki.
"Jadi sama-sama ini Insya Allah bagian dari kerja sama antara Indonesia dan pemerintah Turki," kata Riza di Jakarta, Minggu (17/10).Namun disisi yang lain Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menolak rencana pemerintah mengganti nama salah satu jalan di Jakarta dengan nama tokoh sekuler sekaligus pendiri Turki modern, Mustafa kemal Ataturk.
"Jadi Mustafa Kemal Ataturk ini adalah seorang tokoh yang kalau dilihat dari fatwa MUI adalah orang yang pemikirannya sesat dan menyesatkan," kata Anwar dalam keterangan resminya, Minggu (17/10). Sebagai seorang muslim yang bersaksi bahwa Allah sebagai Tuhannya, menjadi keharusan mendukung pernyataan dari wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indinesia. Menolak Mustafa Kemal Ataturk sebagai nama jalan. Tidak pantas
sosok pembunuh, penghianat, dan penolak syariat Allah ini dihormati, Allah saja mengazabnya dengan memberinya penyakit dan disiksa kesakitan yang luar biasa sebelum nafas yang terakhir, dan tidak diterima jasadnya, sehingga ditanam ditanah dan bau busuk disekitar nya sangat menyengat. Apakah kaum muslimin lupa siapakah yang telah berjasa menjadikan Turki menjadi negara yang mulia?
Muhammad Al Fatih atau Sultan
Mehmet II lah yang melakukan berbagai strategi dan persiapan untuk melakukan pengepungan Konstantinopel. Al-Fatih kemudian mendirikan benteng besar di pinggir Bosporus yang berhadapan dengan benteng yang didirikan Bayazid. Benteng Bosporus ini dikenal dengan nama Rumli Haisar (Benteng Rumi). Benteng ini dijadikan sebagai pusat persediaan perang untuk menyerang kota Konstantinopel.
Setelah berbagai persiapan, pasukan Utsmani di bawah Al-Fatih kemudian melakukan pengepungan selama sembilan bulan. Pada 2 April 1453, Mehmet II menyatakan perang ke kota itu.
Serangan Konstantinopel dimulai seusai shalat Jumat pada 6 April 1453, dengan tembakan yang dilepaskan oleh meriam raksasa. Meriam ini mampu menembak peluru seberat antara 800 pon hingga 1.200 pon, itu ternyata berhasil merobek benteng yang selama ini amat kebal terhadap berbagai serangan.
Selain meriam, Mehmet II juga mengerahkan 140 buah kapal perang dan 320 buah perahu dengan angkatan tentara berjumlah 150 ribu orang, termasuk 12 ribu pasukan khusus Janisari yang terlatih.
Upaya penaklukkan ibu kota Byzantium ini tidak mudah. Sebab setelah dua pekan serangan dilancarkan, kota itu masih mampu bertahan. Salah satu faktor kegagalan itu karena keterbatasan serangan yang dilancarkan dari darat.
Karena itulah, pada 21 April hingga 22 April, Mehmet II mengerahkan kapal perangnya agar diseret melalui Bukit Galata menuju ke Tanduk Emas (Golden Horn). Sehingga, serangan dilakukan dari laut agar lebih efektif. Dengan bantuan kayu bulat yang dihaluskan menggunakan lemak sapi, satu landasan diwujudkan guna memudahkan kapal itu diseret menaiki bukit Strategi ini rupanya mampu memecahkan pertahanan musuh. Namun, penaklukan belum sepenuhnya berhasil.
Strategi demi strategi dilakukan. Sultan Mehmet kemudian memutuskan untuk melakukan serangan utama dan memerintahkan pasukannya beristirahat dan berpuasa sebelum serangan dilakukan.
Sang sultan tidak hentinya memberikan semangat pada bala tentaranya. Hingga pada Rabu pagi pada 29 Mei 1453, serangan dimulai dari pengerahan tentara yang kurang mahir hingga tentara yang lebih terlatih. Pasukan pemanah dan tentara janisari yang lebih terlatih juga dikerahkan.
Serangan secara terencana ini akhirnya membuahkan hasil dan membawa jatuhnya Konstantinopel ke tangan kekhalifahan Turki Utsmani. Dengan penaklukkan yang dilakukan itu, kota Konstantinopel diubah namanya menjadi Istanbul.
Saat mendapatkan kemenangan itu, Sultan Mehmet II tidak serta merta mengusir masyarakat di dalamnya. Namun, ia justru memberikan pengampunan pada masyarakat di kota itu dan mereka dilindungi.
Selanjutnya, Istanbul dijadikan sebagai ibu kota Daulah Utsmaniyyah pada 1457. Sultan Muhammad II memegang tampuk kekuasaan hingga ia wafat pada 886 H (1481 M).
Istanbul sendiri dikenal sebagai pusat dunia di masanya. Di kota itu hidup beragam masyarakat dari berbagai kebangsaan dari mulai Yunani, Armenia, Yahudi, orang-orang Latin, Arab, India, Iran dan Afrika.
Pahlawan inilah yang layak dijadikan nama jalan, sebagai inspirasi para penguna jalan bagaimana menjadikan Indonesia kedepan agar mengambil bagian sebagai tempat terterapkannya Islam secara kaffah sehingga cita cita para pejuang yang telah memerdekakan Indonesia ini bangga punya generasi penerus seperti cita cita para pejuang lepas dari para penjajah. Sehingga Indonesia sejahtera dan Adil itu terwujud.
Amiin ya rabbal Aalamiin.
Posting Komentar