Bangga dengan Polwan Indonesia, Apa Prestasinya?
Oleh : Puspita NT ( Aktivis Muslimah )
Di dunia kapitalistik, naluri perempuan semakin dicabik cabik. Posisi nya yang begitu mulia sebagai pendidik generasi, harus beralih dengan peran beresiko tinggi. Bekerja untuk negara, bukan sekedar mengabdi, tapi juga mengejar kesetaraan. Bukan salah polisi perempuan (Polwan), karena memang negeri ini meng-aruskan demikian. Indonesia berhasil dengan pencapaian target kesetaraan gender, para polwan Indonesia mencapai posisi tertinggi dalam hierarki Polri dan pasti nya dengan resiko yang tinggi pula. Inikah yang dianggap prestasi ? Pantaskah berbangga diri ?
Pada konferensi Asosiasi Polwan Internasional ke-58 yang bertempat di Hotel Meruorah, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada Minggu, 7 November 2021, Kapolri Listyo Sigit Prabowo kembali menegaskan bahwa Polri terus memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia termasuk karier Polwan di Korps Bhayangkara. Listyo menerangkan sejauh ini sejumlah Polwan sudah berpangkat perwira tinggi dan menempati jabatan operasional berisiko tinggi di Polri. cnnindonesia.com (8/11/21).
Dari kutipan berita di atas, muncul pertanyaan besar, apakah kesetaraan gender memang layak diperjuangkan ? Diskriminasi terhadap perempuan apakah benar akan
mampu diselesaikan oleh kesetaraan gender ? Jika iya, berpuluh tahun aktivis perempuan berjuang atas nama keseteraan gender, kenapa persoalan perempuan terus saja bermunculan ? Bahkan semakin kesini, kriminal yang menjadikan perempuan sebagai korban semakin beragam dan diluar nalar. Mulai pemerkosaan, KDRT, depresi karena paksaan aborsi, dan masih banyak lagi.
Sebetulnya, Islam sangat memuliakan perempuan. Perempuan dalam Islam sangat dilindungi, dijauhkan dari kerawanan dan dijaga kehormatannya. Di dalam Islam, perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga, sehingga bagi siapapun terutama para wali ( penanggungjawab perempuan tersebut) jika abai menjaga perempuan dibawah kewalianya, tercorenglah nama baik dan kehormatannya.
Namun, pada saat yang sama perempuan tidak dipandang lemah dan tidak berdaya karena penempatan posisi tersebut. Perempuan dengan posisinya sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya misalnya. Juga posisinya sebagai pihak yang dipimpin oleh suaminya, yang disebut sebut sebagai praktek diskriminasi, justru itulah puncak pahala yang akan diraih oleh perempuan dengan jaminan Surga, yang itu tidak bisa diraih oleh kaum lelaki.
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Tentang Polwan di Indonesia, tentu harus dikembalikan kepada fungsi asal keberadaan polisi yaitu menjamin keamanan di tengah masyarakat. Tentu pekerjaan ini menyita banyak energi dan memiliki resiko yang sangat besar. Dari berbahaya secara fisik dan psikis karena harus meninggalkan pekerjaan dan anak-anaknya di rumah. Pertanyaannya layakkah perempuan ditempatkan pada posisi tersebut ? Jawabannya tentu tidak.
Apalagi jika ditambah dengan dorongan menjadi pelopor yang berperan untuk kesetaraan gender. Tentu ini sangat memberarkan perempuan. Lebih baik, dan sudah seharusnya mengembalikan peran perempuan dan menfokuskan kontribusi perempuan sesuai tuntunan Islam dan menjauhkan perempuan dari segala macam bentuk pembangunan berbasis kesetaraan gender.
Posting Komentar