Liberalisme Dibalik RUU TPKS
Oleh : Syafa'atur Rosyidah (Aktivis Muslimah)
kasus pelecehan seksual kembali terulang, kabar terbaru terjadi di bandung, seorang guru pesantren telah melakukan tindak pemerkosaan terhadap belasan santriwatinya. kejadian bejat yang berlangsung sejak 2016 itu tentu saja membuat geram banyak orang. kasus tindak pemerkosaan terhadap santriwati di bandung tersebut memperbanyak alasan semakin besarnya desakan pengesahan RUU-PKS.
Dilansir dari Hidayatullah.com pada 9 Desember 2021, dikabarkan bahwa sebagian besar fraksi di DPR sudah menyetujui draft RUU Pencegahan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) untuk disahkan menjadi Undang-undang. Namun, banyak Organisasi Islam masih meminta DPR agar tidak terburu-buru mengesahkan RUU tersebut,sebab, masih ada beberapa hal yang kontroversial. Meskipun hampir semua fraksi menyetujui RUU-TPKS, tetapi MOU tetap berharap DPR bersedia menunda pengesahannya. MOU adalah forum silaturrahim 13 Ormas Islam: (1) Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), (2) Persatuan Umat Islam (PUI), (3) Mathla’ul Anwar (4) PP Al Ittihadiyah (5) Al Washliyah (6) Persatuan Islam (PERSIS), (7) Syarikat Islam (8) Al Irsyad Al Islamiyah (9) Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), (10) Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI), (11) Hidayatullah (12) Wahdah Islamiyah, dan (13) Ikatan Da’i Indonesia (IKADI). Suara para pimpinan Ormas-ormas Islam itu pada intinya meminta agar dalam penyusunan suatu UU, jangan sampai meninggalkan panduan ajaran agama.
Paradigma Liberal dan Penawaran Penyelesaian ala Feminis
Sebagaimana kita ketahui, Majelis Ormas Islam (MOI) menyampaikan aspirasi tentang Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021. Sebab, Permendikbud itu masih menggunakan paradigma sexual consent dan relasi gender. Dalam paradigma itu, yang dipersoalkan dalam kasus seksual hanyalah yang dilakukan dengan tanpa persetujuan para pelakunya. Jika dilakukan suka sama suka, maka tidak perlu dipersoalkan. Majelis Ormas Islam (MOI) menyatakan sikapnya; Mengingatkan DPR bahwa RUU TP-KS ini berpotensi menjadi landasan hukum bagi kaum feminis radikal dalam mengembangkan ‘pendidikan seks yang aman’ menggunakan kondom dan sejenisnya kepada murid sejak usia dasar atau sering disebut sebagai Comprehensive Sexual Education (CSE) yang telah ditolak oleh banyak LSM di Barat, dimana generasi bangsa diarahkan untuk melihat kehalalan sebuah perzinahan tidak lagi dengan sudut pandang agama, tapi sekedar dilihat dari sisi ‘hubungan seksual yang sehat dan aman tanpa kekerasan dan ancaman.
Penyelesaiaan ala feminis yang tentunya tidak susai dengan syariat islam mengakibatkan penolakan dari berbagai arah. inilah yang ditimbulkan jika liberalisme menyusup dibalik Rancangan Undang-Undang PKS. menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah baru. liberalisme yang terlahir dari system kufur kapitalisme mengedepankan keuntungan materi saja, tak sekedar itu, parahnya mereka menyebarkan ideology memisahkan kehidupan dan agama.
Bagaimana solusi yang diberikan Islam?
Islam adalah sistem kehidupan yang terlahir dari Al-Khaliq Sang Maha Pencipta. diwahyukan kepada utusannya yaitu Rosulullah SAW. Al Mudabbir Sang Maha Pengatur memberikan pengaturan kehidupan yang lengkap dan paripurna sesuai dengan fitroh manusia, memuaskan akal dan menentramkan jiwa. Aturannya baku dan terperinci mencakup segala aspek kehidupan. termasuk menangani kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Perlu adanya kesadaran umat akan kebutuhan penerapan system islam.
Sejarah membuktikan hanya Islam yang dapat memulian perempuan, tercatat dalam tinta emas peradaban Islam Rosulullah mengangkat derajat perempuan yang kala itu dianggap sebagai budak dengan gelar “ummu wa roobul bait” yang dalam hadits diriwayatkan Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548) tiga kali sebelum berbaikti pada bapaknya.
Al-mu’tasim pemimpin kaum muslimin mengerahkan pasukannya sepanjang puluhan meter, untuk menyelamatkan seorang muslimah yang tercoreng kehormatannya. Pada implementasinya, Islam mewujudkan individu takwa, lingkungan penuh respek terhadap perempuan dan menutup semua peluang terjadinya kekerasan seksual. hanya dengan system islam inilah akan mewujudkan baldatun thoyyibatun warobbun ghofur yang bermakna neraga yang damai, serta limpahan rahmat yang tercurah dari tuhannya.
__________________________________________
Dukung terus Penamabda.com menjadi media rujukan umat.
Dukung juga channel youtube dan IG Pena Mabda ya sahabat!
Posting Komentar