Rawat Inap Dihapus, Akankah Pelayanan Kesehatan Semakin Baik?
Oleh : Ummu Salman (Relawan Media)
Program baru jaminan kesehatan akan diperkenalkan oleh pemerintah. Pada tahun 2022 mendatang, BPJS Kesehatan akan menghapus kelas-kelas rawat inap. Tadinya kelas rawat inap ini terdiri dari kelas 1, 2 & kelas 3. Kedepannya akan dirubah menjadi kelas standar. Ini artinya, semua layanan rawat inap bagi pemegang kartu BPJS adalah kelas standar. Sebelumnya rencana ini awalnya akan dilaksanakan pada awal 2021 lalu.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dikutip pada Minggu (12/12/2021) menyatakan bahwa penghapusan kelas dan penerapan kelas standar bertujuan untuk menjalankan prinsip asuransi sosial dan equitas di program JKN. Penghapusan kategori kelas itu sesuai dengan amanat Undang-undang Sistem Jaminan Sosial (SJSN) Pasal 23 (4) yang mengatakan bahwa jika peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka diberikan "kelas standar".
Kelas BPJS Kesehatan dihapus itu hanya berlaku untuk rawat inap. Sementara rawat jalan normal seperti biasanya. "Nanti segmentasi peserta otomatis berubah, tidak ada lagi kategori peserta kelas 1, 2, dan 3," lanjut dia. Konsep kelas standar nantinya hanya akan terdapat dua kelas kepesertaan program, yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non-PBI. Segmen peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri akan tergolong sebagai non-PBI. (money.kompas.com, 12/12/2021)
Nantinya, peserta yang ingin mendapatkan pelayanan melebihi kelas standar tersebut akan mendapatkan sejumlah konsekuensi. “Dapat mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih biayanya,” kata Ketua DJSN saat itu Achmad Choesni dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Kesehatan DPR di Jakarta, Kamis, 11 Juni 2020. (keuangannews.id, 12/12/2021)
Rencana penghapusan kelas untuk layanan rawat inap BPJS disuarakan demi mewujudkan ekuitas/kesamaan antara peserta berbayar dan PBI. Namun faktanya rencana tersebut menciptakan ketidakadilan bagi mereka yang membayar, dimana karena para peserta non PBI harus mengikuti kelas PBI.
Sejak awal ketika sistem jaminan sosial ini masih dalam rancangan hingga akhirnya diterapkan memang sudah bermasalah. Namanya saja jaminan, namun faktanya adalah rakyat diwajibkan terlibat dalam kepesertaan dengan cara membayar premi secara reguler kepada pelaksana, dalam hal ini BPJS.
Berdasarkan Pasal 11 UU No. 24 Tahun 2011, dalam melaksanakan tugasnya, BPJS berwenang untuk Menagih pembayaran iuran. Di samping itu BPJS juga dapat menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana dan hasil yang memadai. Dengan demikian BPJS sebagai lembaga yang mengelola dana dari asuransi sosial, berhak mengelola dan mengembangkan dana tersebut pada berbagai kegiatan investasi yang dianggap menguntungkan. Dana tersebut, seperti dana asuransi lainnya, dapat diinvestasikan pada berbagai portofolio investasi seperti saham, obligasi dan deposito perbankan.
Dari fakta tentang BPJS tersebut, maka bisa dikatakan bahwa kebijakan untuk menghapus layanan rawat inap yang kemudian diganti dengan yang disebut kamar standar hanya cara-cara manipulatif untuk mencapai margin keuntungan dari layanan Kesehatan rakyat. BPJS tak mau rugi yakni tidak tercapai margin untungnya.
Apalagi BPJS beberapa kali mengumumkan dananya yang defisit. Seperti yang disampaikan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, saat rapat bersama Komisi IX, Rabu (17/3/2021), bahwa lembaga yang dikelolanya itu masih mengalami defisit arus kas. Per 31 Desember 2020, defisit BPJS Kesehatan diprediksi mencapai Rp 6,36 triliun.
Kebijakan Khilafah Di Bidang Kesehatan
Berbagai fakta historis kebijakan bidang kesehatan yang pernah dijalankan oleh pemerintahan Islam sejak masa Rasulullah SAW menunjukkan taraf yang sungguh maju. Pelayanan kesehatan gratis diberikan oleh negara yang dibiayai dari kas Baitul Mal. Adanya pelayanan kesehatan secara gratis, berkualitas dan diberikan kepada semua individu rakyat tanpa diskriminasi jelas merupakan prestasi yang mengagumkan.
Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan "Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis".
Menurut Dr. Hossam Arafa dalam tulisannya, Hospitals in Islamic History, pada akhir abad ke-13, RS sudah tersebar di seantero Jazirah Arabia. Rumah sakit-rumah sakit itu untuk pertama kalinya di dunia mulai menyimpan data pasien dan rekam medisnya. Konsep itu hingga kini digunakan RS yang ada di seluruh dunia
Semua itu didukung dengan tenaga medis yang profesional baik dokter, perawat dan apoteker. Dokter yang bertugas dan berpraktik adalah dokter yang telah memenuhi kualifikasi tertentu. Khalifah al-Muqtadi dari Bani Abbasiyah memerintahkan kepala dokter istana, Sinan Ibn Tsabit, untuk menyeleksi 860 dokter yang ada di Baghdad. Dokter yang mendapatkan izin praktik di RS hanyalah mereka yang lolos seleksi yang ketat. Khalifah juga memerintahkan Abu Isman Saus Ibnu Yaqub untuk melakukan seleksi serupa di wilayah Damaskus, Makkah, dan Madinah.
Pada masa Khilafah Abbasiyah itu pula untuk pertama kalinya ada apotik. Yang terbesar adalah apotik Ibnu al-Baithar. Saat itu, para apoteker tidak diijinkan menjalankan profesinya di apotik kecuali setelah mendapatkan lisensi negara.
Rasulullah SAW bersabda: "siapa saja diantara kalian yang berada di pagi hari sehat Badannya, aman jiwa, jalan dan rumahnya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan ia telah diberi dunia seisinya" (HR al-Bukhari dalam Adab al-Muqtadi, Ibn Majah dan Tirmidzi)
Dalam hadis itu, kesehatan dan keamanan disejajarkan dengan kebutuhan pangan. Ini menunjukkan bahwa kesehatan dan keamanan statusnya sama yaitu kebutuhan dasar yang harus terpenuhi.
Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu. Nabi SAW bersabda: "Imam (khalifah) laksana penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari)
Dengan demikian, kesehatan dan pengobatan merupakan kebutuhan dasar sekaligus hak rakyat dan menjadi kewajiban negara. Pelayanan kesehatan harus diberikan secara gratis kepada rakyat baik kaya atau miskin tanpa diskriminasi baik agama, suku, warna kulit dan sebagainya. Pembiayaan untuk semua itu diambil dari kas Baitul Mal, baik dari pos harta milik negara maupun harta milik umum.
Wallahu 'alam bishowwab
__________________________________________
Dukung terus Penamabda.com menjadi media rujukan umat.
Dukung juga channel youtube dan IG Pena Mabda ya sahabat!
Posting Komentar