Varian Baru Ditemukan, Badai Covid Masih Menjadi Ancaman
Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Kasus covid kembali melonjak. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memprediksikan puncak kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia akan terjadi sekitar Februari hingga Maret 2022. Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban mengatakan, prediksi ini muncul berkaca dari pengalaman negara lain seperti Inggris dan Afrika Selatan.
Meski diprediksi segera memasuki fase puncak penyebaran Omicron, ia berharap Indonesia bisa mengendalikan varian terbaru Covid-19 ini. Alasannya, Indonesia punya pengalaman bagus saat berhasil menurunkan tingkat kasus terkonfirmasi positif (positivity rate) dari 44% pada Juli-Agustus 2021 menjadi kurang dari 1% di Oktober. (www.cnbcindonesia.com, 23/01/2022)
Sementara itu, melalui akun Twitter pribadinya, Zubairi menyebut positivity rate Indonesia sudah berada di angka 3,1%. Adapun untuk tingkat positivity rate di DKI Jakarta naik ke angka 3,6%.
"Sebetulnya Jakarta selalu lebih rendah positivity rate-nya dibanding provinsi lain. Namun, saat ini tak bisa dihindari akan jadi paling tinggi - notabene merupakan gerbang masuk. Saya yakin, kalau segala upayanya seperti 2021, Jakarta bisa menekan positivity rate-nya lagi," tulis Zubairi di akun twitternya, Kamis (20/1/2022).
Menurut dia, kenaikan kasus Omicron di Indonesia, khususnya Jakarta, terjadi akibat impor dari Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN). Hal ini menyebabkan tingkat okupansi pusat karantina di Wisma Atlet menjadi sangat tinggi. Kondisi lain bisa terjadi apabila transmisi lokal mengambil alih penyebaran Omicron di Indonesia. Zubairi mengatakan hal itu dapat membuat penularan varian ini meluas ke daerah-daerah lain.
Menanggapi adanya kasus baru virus corona tersebut, pemerintah menghimbau kepada masyarakat agar tidak terlalu panik serta melakukan tindakan untuk mengantisipasi penyebaran virus dengan memutuskan untuk melaksanakan vaksinasi dosis ketiga menggunakan vaksin booster. Pelaksanaan vaksin tersebut sudah dimulai pada tanggal 12 Januari 2022 yang lalu.
Ada banyak pihak yang kemudian mempertanyakan, kenapa pemerintah justru lebih memilih melakukan tindakan vaksinasi dosis ketiga bersamaan dengan pencabutan larangan masuknya penerbangan dari luar negeri? Bukankah seharusnya justru dilakukan pengetatan pelaku perjalanan luar negeri? Karena pintu masuk varian covid selalu berasal dari luar negeri? Seberapa efektif vaksinasi, jika kran pergerakan orang dibuka seluas – luasnya? Tentu kebijakan ini sangat membinggungkan.
Sangat terlihat bahwa kebijakan yang diambil terkesan mementingkan para pengusaha dengan melegalkan bisnis vaksin. Keputusan pelaksanaan vaksinasi dosis ketiga dengan menggunakan vaksin booster, juga menimbulkan pertanyaan, mengapa pemerintah langsung memutuskan jenis vaksin yang akan digunakan? Apakah ada yang memesanya?
Kondisi ini tentu sangat berbeda jauh dengan Islam. Dalam sistem Islam, keselamatan rakyat adalah utama. Tidak akan pernah negara bertransaksi dengan rakyat apalagi menjadikannya tumbal demi kepentingan segelintir orang. Penanganan pandemi, tentu butuh waktu, tapi tidak akan sepanjang ini. Negara harusnya langsung membuat kebijakan pembatasan pergerakan manusia, dengan terlebih dahulu melakukan testing, tracing dan tracking. Hal ini dilakukan untuk memutuskan penyebaran wabah penyakit. Daerah yang terbukti terkena wabah akan diisolasi, dan kebutuhan rakyat dipenuhi. Pemerintah tidak lupa untuk mengerahkan segala upaya untuk mempercepat penemuan obat serta merawat secara optimal rakyat yang terkena wabah. Walhasil, wabah dapat terkendali dan tertangani dengan cepat. Sementara, daerah yang bebas wabah, tetap bisa beraktivitas sebagaimana biasa dengan pengetatan aturan keluar masuk daerah, terlebih jika ada perjalan luar negeri.
Wallahu A’lam Bisshawab
Posting Komentar