Gencar Kontestasi Pilpres di Saat Rakyat Makin Sekarat
Oleh : Cucu Astuti, S.Kep.Ns.(Pemerhati Sosial)
Perbincangan soal pilpres akhir-akhir ini mulai menghangat. Peperangan para politikus mulai dipertontonkan ke publik melalui baliho-baliho yang terpampang jelas di setiap sudut jalan.
Pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio melihat, ada tiga alasan mengapa genderang Pilpres 2024 mulai berbunyi.
Pertama, panggung 2024 kosong setelah masa jabatan dua periode Presiden Joko Widodo berakhir. Pak Jokowi akan selesai di 2024. Artinya, panggungnya kosong. Jadi semuanya bersiap menyambut itu.
Kedua, tahap pemilu yang sudah dimulai 2022.
Ketiga, banyak tokoh yang sudah memiliki ide untuk meningkatkan pembangunan yang dilakukan pada masa pemerintahan Jokowi. (Kompas.com/8/6/2021)
Demokrasi Lahirkan Pemimpin Haus Kekuasaan
Fenomena kontestasi dalam sistem Demokrasi sudah bukan hal yang asing lagi terdengar, bahkan itulah tujuan mereka para perebut kekuasaan yang menghalalkan berbagai cara untuk memikat hati rakyat.
Posisi pemimpin rakyat menjadi ajang perlombaan para politikus yang haus kekuasaan, dengan berdalih ingin mensejahterakan rakyat demi mendapat kursi.
Pada faktanya saat ini pemimpin yang lahir dari sistem Demokrasi bukan untuk mengurusi rakyat melainkan justru melahirkan kebijakan yang menzalimi dan mengambil hak rakyat.
Tak heran jika saat ini para pejabat negara sibuk berperang saling merebut kursi hingga lupa bahwa perang sesungguhnya adalah melawan pandemi yang belum berkesudahan hingga perang melawan kemiskinan yang menjangkiti rakyat.
Pemilihan umum selalu digadang-gadangkan sebagai kisah sukses praktik demokrasi di Indonesia.
Padahal itu merupakan bentuk keserakahan mereka.
Fenomena yang tidak mengherankan lagi di sistem Demokrasi yang penuhi lingkaran oligarki membuat para pejabat makin kaya sedangkan rakyat makin melarat.
Mengapa wacana mengenai pilpres saat ini sudah berdering, padahal pemilihan umum masih 2 tahun lagi?
Seperti yang kita ketahui bahwa Politik Demokrasi hanya berasaskan manfaat dan kepentingan, tidak ada yang benar-benar berjuang untuk rakyat. Suara rakyat hanya dibutuhkan saat pemilu, setelah itu para pemimpin seakan tutup telinga.
Pemimpin yang lahir dari sistem Demokrasi mustahil akan menjadi pengayom rakyatnya, justru meninggalkan masalah lama tanpa solusi dan menimbulkan masalah baru. Buktinya saat kondisi ekonomi dan Kesehatan rakyat makin berat, para elit makin gencar menonjolkan ambisinya bertarung di pilpres.
Jika kita melihat kembali ke belakang, masih teringat dimana sebanyak 700-an Kelompok Petugas Pemungutan Suara (KPPS) wafat secara serempak. Hilangnya nyawa mereka hingga saat ini masih menjadi misteri. Ini adalah bukti betapa kejamnya demokrasi yang menghalalkan segala cara demi kemenangan.
Saatnya Umat Bangkit Melawan Kedzaliman
Dalam melawan kemungkaran, dibutuhkan kesadaran memahami politik dengan benar. Munculnya varian politik yang amat kuat pada dasarnya didorong oleh kelemahan atau bahkan keterpurukan politik umat Islam saat ini. Karena kondisi sedemikian ini, politik kemudian menjadi salah satu tugas panting umat Islam, untuk bisa bangkit dari kemunduran agar terhindar dari komoditas politik pragmatis.
Rasulullah saw. bersabda, “Dengarkan, apa kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku nanti akan ada pemimpin-pemimpin, barangsiapa yang memasuki (berpihak kepada) mereka lalu membenarkan kedustaan mereka serta menolong kezaliman mereka, ia tidak termasuk golonganku dan tidak akan mendatangi telagaku. Barangsiapa tidak memasuki (berpihak kepada) mereka, tidak membantu kezaliman mereka dan tidak membenarkan kedustaan mereka, ia termasuk golonganku, aku termasuk golongannya dan ia akan mendatangi telagaku.” (HR Tirmidzi, al-Nasa’i, dan al-Hakim)
Sangat jelas bahwa umat Islam harus melawan kezaliman dan menegakkan keadilan. Namun semua itu hanya bisa terwujud dengan menegakkan hukum-hukum Allah SWT di muka bumi ini.
Saatnya Umat paham akan pentingnya politik Islam, politik yang tidak memisahkan antara agama dan urusan kehidupan, bahkan politik dalam Islam akan mengurusi seluruh urusan umat tanpa memikirkan kekuasaan, kerena sejatinya kekuasaan hanya milik Allah SWT dan manusia tidak memiliki kekuasaan sama sekali.
Wallahua'allam..
Posting Komentar