HARGA KEDELAI MELANGIT, PRODUSEN TAHU TEMPE MENJERIT
Oleh : Ade Rosanah
Terulang kembali, keberadaan tahu dan tempe hilang di pasaran. Pasalnya, harga kedelai impor yang tinggi membuat para produsen tahu dan tempe lebih memilih tuk berhenti produksi. Dilansir dari Suara.com (14/2/2022), dalam rapat Komisi VI DPR, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo membahas hal yang terkait dengan mahalnya harga kedelai. Ia mengatakan, bahwa pemangkasan anggaran dampak dari kebijakan refocusing karena pandemi Covid 19. Hal ini mengakibatkan pihaknya kesulitan menaikan produksi kedelai dalam negeri. Akhirnya pemerintah harus melakukan impor kedelai sebanyak 2,4 juta ton guna memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.
Kementan menargetkan, di tahun ini bakal memproduksi 1 juta ton kedelai. Angka ini cukup tinggi dibandingkan dengan produksi kedelai pada tahun 2021 yang hanya mencapai 200 ribu ton. Selain faktor kebijakan refocusing, mahalnya kedelai dikarenakan murahnya harga jual kedelai dalam negeri. Sehingga, membuat petani tidak berminat untuk menanamnya sementara,kedelai impor harganya jauh lebih murah. itulah yang menjadi alasan kenapa lebih banyak mengimpor bahan baku tahu tempe tersebut. Sedangkan, jika kedelai dibeli dengan harga Rp 6000-Rp 7000/kg, maka petani dalam negeri akan untung. Karena Syahrul menambahkan, kedelai termasuk komoditas nonlarangan terbatas (lartas), maka persoalan kedelai merupakan tantangan tersendiri bagi Kementan.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan bahwa mahalnya harga kedelai disebabkan oleh cuaca buruk El nina yang menghantam negara bagian Amerika Selatan yaitu Argentina. Harga kedelai di sana naik dari 12 dolar AS/gantang menjadi 18 dolar AS/gantang. Penyebab selanjutnya ialah tingginya permintaan kedelai dari China. China membutuhkan kedelai dalam jumlah besar yang digunakan untuk memasok pakan ternak miliaran babi.
Padahal sebelumnya, China tidak menjadikan kedelai sebagai pakan ternaknya itu. Tapi saat ini, China telah menggunakan kedelai sebagai pakan utama untuk lima miliar babi di perternakannya. Lutfi juga menyebut, pihaknya bakal melakukan mitigasi dan menyiapkan kebijakan untuk mengantisipasi tingginya harga kedelai. Mendag menjelaskan, kebutuhan akan kedelai dalam negeri saat ini mencapai 3 juta ton. Sementara kedelai yang tersedia hanya sekitar 500-750 ton/tahun. Dengan ini, pemerintah akan mengimpor kedelai dari negeri kawasan Amerika Selatan.
Tingginya harga kedelai, membuat para perajin tahu tempe kebingungan. Karena kedelai merupakan bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe. Alhasil, para perajin tahu tempe yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu (Gakopindo) akan melakukan mogok produksi dari mulai tanggal 21-23 Februari 2022. Para perajin tahu tempe harus mengeluarkan modal yang tinggi, karena harga bahan bakunya sudah meninggi. Sedangkan, keuntungan yang didapatkan tidak bisa mengimbangi modal yang dikeluarkan. Alhasil, para ptodusen tahu dan tempe akan mengalami kerugian, (KOMPAS.com, 19/2/2022).
Untuk menunggu keputusan dari pemerintah mengenai mahalnya harga kedelai impor, para prdusen tahu tempe mogok produksi. Karena ternyata, selama ini pemerintah memiliki ketergantungan terhadap negara lain yaitu kebijakan impor. Kebijakan impor dilakukan atas kesepakatan kerjasama negara dengan negara lain dalam bidang ekonomi. Baik mengimpor untuk mencukupi beberapa komoditas pangan dalam negeri atau mengimpor itu guna memenuhi janji kerjasama yang telah ditanda tangani bersama. Sebagaimana impor kedelai dengan jumlah besar demi mencukupi ketersediaan kedelai dalam negeri. Karena Indonesia sendiri tidak bisa menghasilkan jutaan ton kedelai setiap tahunnya.
Hal ini menjadi bukti bahwa negara yang menerapkan sistem Kapitalis gagal mengatasi secara mandiri dalam menyediakan kebutuhan pangan negeri. Sementara program kerja untuk mencapai swasembada pangan dalam rangka ketahanan pangan nasional, yang tertuang dalam nawacita rezim saat ini hanyalah tinggal angan-angan. Karena hingga saat ini, nyatanya pemerintah tidak dapat merealisasikan swasembada pangan tersebut. Justru pemerintah membuka lebar keran impor untuk komoditas pangan. Salah satunya bahan baku tahu tempe.
Dalam nawacita swasembada pangan, kedelai termasuk kategori pangan utama sebagaimana halnya padi dan jagung (pajale). Kedelai merupakan bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe. Makanan yang sangat digemari dan menjadi primadona khususnya di kalangan ekonomi kelas menengah ke bawah. Karena selain harganya yang ramah di kantong rakyat,tahu tempe memiliki protein tinggi guna memenuhi kebutuhan gizi manusia. Sedangkan saat ini, bahan baku utama tahu tempe harganya sedang melambung tinggi sehingga, membuat produsen tidak bisa berbuat banyak, kecuali menutup sementara mata pencaharian mereka.
Imbasnya, pemilik usaha yang notabene merupakan pengusaha kecil harus memberhentikan sementara para pekerjanya. Produsen tahu tempe berharap, agar mereka dapat beroperasi seperti sedia kala. Dikarenakan ada banyak keluarga yang menggantungkan hidupnya sebagai perajin tahu tempe. Maka ketika harga kedelai melangit, para produsen tahu tempe menjerit. Walhasil, rakyat kecillah yang akan menjadi tumbalnya.
Menyoroti persoalan kedelai yang terus terjadi berulang kali, merupakan ketidakmampuan pemerintah kapitalis dalam menyelesaikannya. Karena nyatanya, solusi yang disodorkan pemerintah tidak jua mengentaskan persoalan lama tentang ketersediaan pangan kacang kedelai. Padahal masalah kacang kedelai tidak boleh dianggap hal yang sepele. Sebab, ini merupakan persoalan penting yang terhubung dengan kemandirian negara. Pangan kedelai sebagai modal tercapainya kedaulatan negara. Maka menyediakan kebutuhan pangan rakyat menjadi tanggung jawab negara dalam memenuhinya.
Namun, negeri agraris ini memiliki ketergantungan besar pada pangan impor. Dengan alasan refocusing anggaran untuk menangani Covid 19, pemerintah tidak bisa memenuhi janjinya sebagai swasembada kedelai.
Alasan yang menegaskan, ketidakseriusan negara yang menganut sistem kapitalisme dalam mencapai program kemandirian pangan. Maka wajar, jika petani kedelai saat ini tidak bisa menggenjot jumlah produksinya. Sebab, tingginya modal yang mereka keluarkan untuk produksi tidak setara dengan harga jual kedelai yang murah di pasaran.
Padahal, mengurusi persoalan para petani kedelai merupakan upaya yang dapat mewujudkan swasembada kedaulatan dan kemandirian pangan. Mestinya, dengan adanya peristiwa tingginya harga kedelai impor menjadi pemacu pemerintah untuk memperbaiki sistem pertanian. Dengan berbagai macam usaha, pemerintah akan mampu menaikan jumlah kedelai dalam negeri.
Dalam Islam, negara akan menyokong para petani kedelai dengan memberikan subsidi modal untuk bercocok tanam. Seperti alat pertanian, benih unggul, pupuk dan juga memberi edukasi terkait teknologi pertanian yang dapat meningkatkan hasil tani. Kemudian negara yang berbentuk Khilafah itu akan melakukan perluasan areal pertanian. Negara menghidupkan lahan-lahan mati yang belum pernah dikelola dan dimanfaatkan. Perluasan areal pertanian tersebut dilakukan sebagaimana konsep kepemilikan lahan dalam Islam. Konsep kepemilikan lahan dalam Islam sendiri terbagi menjadi 3 kepemilikan. Yakni, kepemilikan individu, kepemilikan umum dan negara. Semua pengelolaan lahan disesuaikan dengan jenis kepemilikan yang tertera dalam aturan Islam.
Meskipun tanahnya akan dikelola sebagai lahan pertanian oleh pihak swasta, negara tetap tidak boleh memberikan izin kepada pihak swasta untuk turut mengelola bahkan menguasai lahan milik umum ataupun milik negara. Seperti yang terjadi dalam sistem Kapitalisme Liberal sekarang ini. Negara justru menggandeng pihak swasta dengan memberi konsesi.
Negara yang menerapkan aturan Islam, akan mengawasi pendistribusian barang agar barang dapat tersalurkan ke seluruh penjuru negeri. Penyaluran barang dilakukan secara selektif jika ketersediaan barang berkurang. Ketika panen raya, para perajin akan menyuplai pangan lebih banyak lagi demi mempersiapkan cadangan di kala krisis atau cuaca buruk melanda.
Tak ketinggalan negara pun akan mengawasi mekanismenya agar pasar tidak mengalami distorsi pasar. Contohnya penimbunan, praktik riba, penipuan dan mafia dagang. Jika penyimpangan itu terjadi, maka negara akan memberi sanksi tegas bagi para pelakunya. Mengapa semua itu dilakukan negara? Tidak lain agar terwujudnya mekanisme pasar yang sehat dalam Islam. Harga barang pun disesuaikan atas biaya produksi yang dikeluarkan, supply serta demandnya. Serta negara juga tidak berhak mengintervensi harga komoditas pangan di pasar.
Begitulah syariat Islam mengatur kemandirian ketersediaan pangan bagi rakyatnya. Negara berusaha semaksimal mungkin agar pangan tidak tergantung pada impor. Adapun harus impor, itu karena suplai pangan di daerah lain tidak mencukupi. Sebab hukum impor sendiri dalam kacamata Islam ialah mubah(boleh) selama tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Ternyata, dengan penerapan syariat Islam secara komprehensif dalam suatu negara, tidak hanya mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi saja. Namun, juga dapat menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang terjadi. Karena Islam bukan hanya sebagai agama yang mengatur ibadah ritual saja. Akan tetapi, Islam adalah syariat yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik muslim maupun non muslim. Aturan yang sangat tepat bagi fitrah manusia.
Syariat yang menyolusi bagi problematika kehidupan manusia. Maka, dikatakan bahwa Islam rahmat untuk seluruh alam, benar adanya. Karena bukan hanya manusia saja yang merasakannya, namun alam semesta pun dapat menuainya.
Wallahu'alam.
Posting Komentar