JHT : AKAL BULUS MENGEKSPLOITASI PEKERJA
Oleh : Esnaini Sholikhah, S.Pd (Pendidik dan Pengamat Sosial)
Buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia SPSI menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara Persyaratan dan Pembayaran Jaminan Hari Tua.
Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Roy Jinto Ferianto, tidak menutup kemungkinan buruh secara bersama-sama mengambil uang JHT sebelum permenaker berlaku efektif. Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) menilai keputusan Menteri Ketenagakerjaan bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun.
Aturan tersebut sangat merugikan kelompok buruh karena pencairan JHT yang dikelola oleh Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan hanya dapat dilakukan ketika buruh berusia 56 Tahun. Padahal, dia mengatakan, JHT merupakan tabungan hari tua yang iurannya dipotong dari upah buruh dan disetorkan ke Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola dana buruh. Pada PP No 60 Tahun 2015 jo PP No 19 Tahun 2015 memperbolehkan buruh yang terkena PHK dan mengundurkan diri untuk mengambil JHT tanpa harus menunggu usia 56 Tahun, karena bisa saja buruh yang terkena PHK dan mengundurkan diri sangat membutuhkan uang untuk melanjutkan kehidupannya setelah tidak bekerja.
Aturan JHT ini menambah panjang daftar kebijakan pemerintah yang sangat merugikan buruh dan menjadikan kaum buruh merasa kebijakan pemerintah tidak ada yang berpihak kepada mereka.
Apalagi dengan kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang, PHK masih cukup tinggi. Selain itu, tidak semua buruh yang di PHK mendapatkan pesangon karena UU Cipta Kerja telah mengurangi uang pesangon yang diterima buruh apabila terjadi PHK. Tahun ini upah buruh tidak naik, ditambah lagi aturan Permenaker 2 Tahun 2022 sangat merugikan buruh. Lengkap sudah penderitaan kaum buruh. Karena itu, SPSI mendesak Kemenaker untuk segera mencabut aturan tersebut. Dana JHT adalah bagian dari harta pekerja yg diharapkan menjadi penopang saat ada kondisi tak diharapkan seperti berhenti bekerja karena faktor-faktor di luar ketentuan. Di saat yang sama pekerja dan rakyat secara umum tidak mendapatkan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar dari negara.
Inilah bukti keburukan sistem kapitalisme yg mengeksploitasi kaum pekerja untuk menikmati keuntungan keringat mereka saat muda dan abai menjamin kebutuhan mereka saat membutuhkan.
Sistem jaminan sosial dalam sistem kapitalisme merupakan ide yang dicangkokkan ke dalam sistem tersebut setelah dalam perkembangannya gagal menciptakan kesejehteraan secara merata kepada rakyat. Sebagaimana diketahui landasan utama sistem ekonomi kapitalisme adalah peningkatan pendapatan perkapita melalui pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan dianggap sebagai jalan menuju kesejahateraan. Oleh karena itu, fokus utama dari sistem ekonomi negara ini adalah bagaimana menciptakan pertumbuhan ekonomi setinggi mungkin.
Asumsinya, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang dapat diraih oleh suatu negara, semakin tinggi kesejahteraan yang dapat diciptakan.
Dengan prinsip kebebasan berusaha dan memiliki, sistem tersebut mendorong agar pendapatan perkapita rakyat secara agregat mengalami peningkatan tanpa melihat apakah masing-masing individu rakyatnya mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Di sisi lain, peran dan tanggung jawab negara dalam bidang ekonomi, termasuk dalam pelayanan publik sedapat mungkin diminimalkan. Oleh karena itu regulasi yang mengarah pada minimalisasi peran negara serta optimalisasi peran swasta seperti privatisasi dan liberalisasi senantiasa menjadi agenda politik utama pemerintah yang menngadopsi sistem kapitalisme.
Konsekuensi dari model sistem tersebut aspek distribusi kesejahteraan tidak dirasakan secara merata. Kekayaan yang dihasilkan dari pertumbuhan tersebut hanya dinikmati oleh mereka yang dapat terlibat dalam kegiatan ekonomi terutama oleh para pemodal. Sementara para pekerja dengan pendapatan minimun termasuk orang-orang yang tidak dapat berproduksi seperti orang orang cacat dan orang jompo, para pengangguran dan gelandangan tidak dapat menikmati kekayaan tersebut. Itulah sistem ekonomi Kapitalis.
Sementara itu dalam sistem Islam, kesejahteraan rakyat termasuk jaminan hari tua merupakan tanggung jawab negara. Bahkan sampai meninggal jika masih ada rakyat yang punya utang dan tidak ada ahli warisnya, maka negara wajib membayarnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Barang siapa yang mati meninggalkan harta, harta itu untuk ahli warisnya, tetapi barang siapa yg mati meninggalkan utang atau anak isteri yang lemah (miskin), maka datanglah kepadaku, karena aku yang akan mengurusnya”(HR.Muslim)
Mekanisme jaminan kesejahteraan dalam sistem ekonomi Islam dilakukan dengan dua mekanisme. Pertama, untuk pemenuhan kebutuhan pokok jasa seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan dipenuhi langsung oleh negara dengan mudah dan efisien, Kedua, pemenuhan untuk kebutuhan pokok sandang, pangan, papan, melalui mekanisme tidak langsung. Allah SWT telah mewajibkan bekerja bagi kepala rumah tangga (ayah maupun para suami, atau anak laki-laki yang sudah dewasa) maka negara berkewajiban untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak dan layak. Islam juga mewajibkan kerabat yang menjadi ahli waris untuk membantu memenuhi kebutuhan pokok para ahli warisnya. Namun jika kerabatnyapun dalam kondisi miskin, maka tanggung jawab itu akan diambil alih oleh negara secara langsung. Oleh karena itu, negara berperan untuk memastikan bahwa orang-orang yang bertanggungjawab memenuhi nafkah diri dan tanggungannya melaksanakan tugasnya dengan sempurna. Jika mereka lalai tanpa ada alasan yang dibenarkan maka mereka akan diberi sanksi.
Demikian pula, jika seseorang memiliki kewajiban memenuhi nafkah dan kewajiban membayar utang, maka tuntutan yang pertama yang harus dipenuhi adalah kewajiban membayar nafkah. Dan hutangnya akan ditanggung negara. Demikian penjelasan detil tentang jaminan hari tua dalam sistem Islam. Semoga kelak kita bisa menerapkan aturan-aturan Islam dalam bingkai khilafah.
Wallahua’lam bisshowab
Posting Komentar