Menyoal Kekerasan Pada Perempuan Dan Anak
Oleh : Rahmawati, S.Pd (Aktivis Muslimah Kalsel)
Maraknya terjadi kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan di tahun ini semakin meningkat. Kekerasan yang terjadi dari berbagai lini, baik di lingkungan kampus, sekolah bahkan di transportasi umum pun bisa terjadi. Anak-anak di bawah umur tidak sedikit kita dengar mereka dilecehkan.
Seperti yang baru-baru ini terjadi. Dikutip dari Jakarta, CNN Indonesia – Director of Business Grab Indonesia, Iki Sari Dewi menyatakan bahwa pihaknya tak bakal menolerir tindak kekerasan dalam bentuk apapun. Pernyatan tersebut sekaligus menjadi respon atas dugaan insiden kekerasan antara mitra pengemudi dan penumpang di Jakarta pada kamis (23/12/2021) lalu. Penumpang pun melakukan pelaporan ke pihak berwajib. Iki mengatakan, status mitra pengemudi terkait telah diberikan sejak 23 Desember lalu.
Selain itu, Iki memastikan pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak berwajib sesuai ketentuan hukum. “Grab menghormati sistem hukum peradilan di Indonesia yang menganut azas praduga tak bersalah, karenanya kami mempercayakan sepenuhnya proses ini kepada pihak berwajib dan siap bekerja sama jika diperlukan. Adapun keterangan dari mitra pengemudi maupun kuasa hukumnya tidak mewakili pandangan Grab,” katanya. Iki pun kembali menekankan, Grab siap menindak tegas mitra yang terbukti terlibat dalam aksi kekerasan, termasuk sanki berupa pemutusan kemitraan dan mnempuh langkah hukum yang diperlukan. “Keselamatan dan keamanan merupakan prioritas utama Grab dalam beroperasi,” ujar Iki..
Juga dilansir dari Jakarta, IDN Times – Pelecehan seksual disertai kekerasan menimpa seorang penumpang berinisial NT. Kejadian tersebut menimpanya ketika menjadi penumpang taksi online yang menggunakan mobil Wuling bernomor polisi B 1563 COT. Dalam akun instagram pribadinya, NT menjelaskan awal mula pelecehan disertai kekeraan yang menimpa dirinya bersama sang kakak pada Jumat (24/12/2021).
“Awalnya saya muntah di mobil (muntahnya buka jendela dan tongolin kepala keluar) sama sekali tidak kena bagian dalam mobil sopir Grab. Di sepanjang perjalanan sopir ngedumel terus. Setelah itu saya bilang, nanti akan ganti rugi ongkos cucui mobilnya, curhat NT”. Namun sang sopir tidak terima uang pengganti, sopir itu lakukan pelecehan dan berujung kekerasan. Setelah kejadian yang tidak mengenakkan itu, NT lalu lapor ke Polsek Tambora. Tak terima diperlakukan tidak pantas oleh sang sopir. Perbuatan keji itu akhirnya di proses dan polisi langsung memburu sopir tersebut.
Kapolsek Tambora Komisaris Faruk Rozi mengatakan pihaknya telah menerima laporan NT dan telah melakukan visum gule penyelidikan lebih lanjut. Visum dilakukan setelah NT bersama sang kakak dan sepupunya membuat laporan. Sementara itu, pihak Grab Indonesia sudah memberikan tanggapan di media sosial NT. Mereka menyatakan tidak menoleransi tindak kekerasan tersebut dan bakal menindaklanjuti kasusu ini.
Indonesia darurat kekerasan seksual, dari anak-anak hingga dewasa. Pada tahun 2018 lalu terdapat 406.178 kasus pada 2019 431.471 kasus (Tempo.co, 6 maret 2020). Masa pandemi kabarnya semakin parah. Kementerian PPPA melansir bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai angka tertinggi pada masa pandemi (Okezone.com, 09 Juli 2021). Kemudian data yang dihimpun oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, sepanjang Januari hingga Juli 2021 telah terjadi sekitar 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kasus kekerasan seksual. Angka ini melampaui catatan 2020 yakni 2.400 kasus. Peningkatan dipengaruhi oleh krisis pandemi (Covid-19), kata Nadiem dalam acara virtual nobar dan webinar 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan,” Jumat (10/12/2021.
Indonesia bebas kekerasan seksual tampaknya masih sebatas mimpi di siang bolong. Di ruang-ruang yang harusnya bebas dari kekerasan seksual pun ruang privat, universitas, dan institusi negara faktanya justru turut memproduksi kasus.
Ini sangat menghawatirkan. Aspek kultural dan aspek struktural diindikasi sebagai faktor penyebab. Keduanya tak jarang menjadi landasam kita dalam berperilaku dan bermasyarakat, termsauk dalam kasus kekerasan seksual. Aspek kultural turut menopang terjadinya kekersan seksual, tepatnya budaya petriarki. Whisnant (2007) berpandangan bahwa perampasan kedaulatan tubuh perempuan, khususnya kontrol laki-laki atas pengguaan tubuh perempuan secara seksual dan reproduktif, sebagai elemen penentu utama patriarki (dalam Feminist Perspective on Ripe, 2017).
Poin utama dalam cara pandangan patriarki adalah adanya ketimpangan relasi antara perempuan dan laki-laki. Biasanya posisi perempuan selalu subordinat (memiliki posisi rendah dibanding laki-laki) dan laki-laki dalam status dominan. Ini kemudian menjadi narasi yang terkontruksi sampai sekarang. Laki-laki menguasai dan perempuan dikuasai. Ujungnya, tentu merugikan perempuan yang selalu dipandang sebagai objek untuk melakukan kekerasan seksual. Cara pandang ini dimanfaatkan laki-laki dalam bentuk relasi ayah-anak, dosen-mahasiswa, pemberi kerja-penerima kerja, dan lainnya. Ini diperparah deangan adanya relasi kuasa. Relasi secara budaya sudah timpang, ditambah lagi dengan relasi kuasa. Terlebih jika laki-laki berbeda di posisi atau pekerjaan yamg lebih tinggi dibanding perempuan.
Inilah kondisi negeri saat ini, negeri yang menganut sistem sekuler-liberal. Yang mana aturan Tuhan Sang Pencipta tidak boleh dibawa dalam berkehidupan. Hanya memakai aspek ritual semata dan membuang jauh aspek-aspek lainnya. Sekulerisme telah melahirkan orang-orang liberal. Bebas dalam segala hal, tidak mau diatur oleh aturan Tuhan. Menganggap hidup di dunia ini sebagai tempat bersenang-senang. Seolah-olah tidak akan ada hari dimana semuanya akan dipertanggungjawabkan.
Semakin tahun, kekerasan seksual semakin bertambah. Tidak bisa terkendalikan. Bahkan yang sangat miris negeri ini adalah mayoritas penduduknya muslim. Sangat tidak seimbang dengan kondisi yang dialami saat ini. Begitulah ketika sistem yang dipakai adalah buatan manusia, cacat dari awal. Padahal Allah sudah sudah mengatur pemisahan antara laki-laki dan perempua. Yang boleh berinteraksi dalam kondisi-ertentu saja. Namun saat ini, bebas. Seolah-olah tidak ada batasan antara laki-laki dan perempuan. Maka, sangat memungkinkan untuk membuka peluang kekerasan terhadap perempuan.
Islam adalah agama yang sempurna mengatur kehidupan kita. Tidak ada satu masalah pun yang tidak bisa dipecahkan oleh Islam. Begitu juga dengan masalah pergaulan. Islam tidak akan membenarkan interaksi laki-laki dan perempuan jika tidak punya alasan yang syari, bahkan Islam sangat detail mengatur itu semua. Islam memuliakan perempuan, harkat dan martabatnya dijaga. Tidak akan dibiarkan satu perempuanpun di ganggu apalagi sampai dilecehkan. Karena Islam adalah satu-satunya agama yang Allah ridhoi. Seperti dalam firman-Nya yang artinya “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. (QS. Ali-Imran : 19).
Wallahu a’lam bisshowab
Posting Komentar