Salah Penanganan Covid, Ibadah Umat Islam Di Korbankan
Oleh : Wida Anita
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan surat edaran (SE) terbaru terkait pelaksanaan kegiatan peribadatan di rumah ibadah. Menag meminta rumah ibadah memperketat prokes di tengah kembali melonjaknya kasus Covid-19 akibat adanya varian omikron. Aturan teranyar terkait kegiatan keagamaan diatur dalam Surat Edaran Nomor SE.04 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Kegiatan Peribadatan/Keagamaan di Tempat Ibadah pada Masa PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid-19, Optimalisasi Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan, serta Penerapan Protokol Kesehatan 5M. (Republika.id, 07/02/2022).
Selain itu Kementerian Agama (Kemenag) juga menginstruksikan agar pengurus dan pengelola tempat ibadah memberlakukan jarak maksimal satu meter antarjemaah dalam peribadatan salat, Selain peraturan soal jarak salat, Kemenag juga meminta agar kegiatan peribadatan atau keagamaan paling lama dilaksanakan selama satu jam. Pengurus dan pengelola tempat ibadah juga wajib memastikan pelaksanaan khutbah, ceramah, atau tausiyah wajib memenuhi ketentuan (CNN Indonesia, 07/02/2022).
Salah Penanganan
Saat kasus covid-19 mengalami kenaikan, selayaknya pemerintah menegakan kebijakan untuk penanganan dan penguncian wilayah. Orang-orang sakit dan terpapar virus harus segera dipisahkan dengan melakukan 3T(Testing, Tracing, Treatment) secara masif dan menyeluruh. Hal ini dilakukan sesegera mungkin.
Namun akibat kesalahan kebijakan penanganan justru yang paling dominan dipersoalkan adalah ibadah umat islam, terbukti kebijakan yang masif disosialisasikan adalah pembatasan ibadah bagi muslim, alih-alih membuat rakyat taat terhadap prokes, kesalahan-kesalahan penanganan seperti ini semakin mendorong terjadinya pelanggaran prokes. Karena banyak yang melihat kebijakan penanganan soal Covid-19 ini hanya untuk menghalangi ibadah umat islam saja. Pasalnya kebijakan terkait pandemi sering bertabrakan dengan kebijakan lain yang diterapkan, sebagai contoh adalah saat pemerintah melakukan pembatasan aktivitas ibadah, disaat yang sama tempat publik lain seperti pasar, mal, tempat makan dan tempat wisata justru dibiarkan untuk tetap buka, demikian pula dana PEN(pemulihan ekonomi nasional)yang diperuntukan untuk pandemi kini sebagian besar dialihkan untuk membangun ibukota negara baru, masyarakat harusnya segera menyadari bahwa ini lah konsekuensi hidup jauh dari pengaturan syariat islam, semua kebijakan hanya didasarkan pada asas kemanfaatan dan materi karena lahir dari produk pemikiran yang dangkal wajar jika alih-alih membawa masyarakat keluar dari semua permasalahan, semua solusi yang diambil justru menjauhkan umat dari penyelesaian yang hakiki bahkan menjerumuskan pada masalah yang lebih kompleks.
Solusi dalam Islam
Umat saat ini betul-betul membutuhkan perubahan yang mendasar, yakni melakukan koreksi atas asas pengaturan kehidupan, dari yang berbasis akal pikiran atau kemanfaatan menjadi aturan akidah dan aturan islam. Gambaran pertama, sejak awal, khilafah akan melakukan 3T(Testing, Tracing, Treatment)sesegera mungkin, memisahkan orang sehat dari orang sakit, kemudian memberlakukan test massal semacam rapid test maupun swab secara gratis. Bagi mereka yang terinfeksi, negara akan menjamin pengobatannya hingga sembuh.
Kedua, berupaya maksimal menutup wilayah sumber penyakit sehingga tidak meluas dan daerah yang tidak terkena wabah dapat menjalankan aktivitas sosial ekonomi dan keagamaan secara normal tanpa takut tertular, mereka dapat beraktivitas seperti biasa, berjual beli, beribadah dimasjid dengan khusyuk dan sebagainya.
Ketiga, menjamin seluruh kebutuhan pokok masyarakat yang tidak terinfeksi, tetapi berada didaerah wabah. Ini karena mereka tidak bisa keluar rumah untuk bekerja dan mencari nafkah.
Keempat, menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan yang cukup memadai bagi rakyat tanpa menzalimi tenaga medis/instansi kesehatan.
Kelima, mendukung penuh dengan menyediakan dana yang cukup untuk melakukan riset, misalnya untuk segara menemukan vaksin.
Semua mekanisme ini ditopang oleh sistem keuangan khilafah yang berbasis baitulmal, bukan berbasis riba sehingga negara tidak akan bergantung pada negara asing, hanya khilafah lah yang mampu menyelesaikan pandemi yang tak berkesudahan ini.
Wallahu a'lam bissawab
Posting Komentar