Solusi Lebih Baik dari Subsidi dan Minyak 1 Harga
Oleh : Oktan (Pekerja, Ibu rumah tangga)
Pandemi yang berlangsung hampir 2 tahun ini memberi dampak hampir ke semua lini kehidupan masyarakat, mulai dari banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan sampai harga barang-barang yang makin melambung tinggi. Sejak akhir tahun lalu banyak harga barang kebutuhan masyarakat yang mengalami kenaikan, salah satunya minyak goreng, bahkan karena kenaikan harga yang begitu tinggi, banyak masyarakat yang mengatakan barang tersebut ganti harga.
Kenaikan harga kebutuhan ini tentunya menimbulkan keresahan di masyarakat, khususnya bagi masyarakat dengan usaha yang menggunakan minyak goreng. Karena hal ini, pada bulan Januari pemerintah mengeluarkan kebijakan penetapan satu harga, dengan harapan harga minyak menjadi turun. Namun kebijakan ini ternyata tidak berdampak dengan baik dalam penurunan harga dan membutuhkan subsidi dari Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan juga muncul kendala berikutnya yaitu terjadi kelangkaan jumlah minyak yang beredar di pasaran. Hal ini menjadi suatu hal yang patut dipertanyakan, yang pertama, Indonesia terkenal dengan produksi minyak kelapa sawit tertinggi di dunia dan juga jumlah permintaan minyak goreng juga tidak mengalami peningkatan. Namun kenapa jumlah persediaan minyak menjadi langka? Tentu ini menjadi pertanyaan bagi kita semua.
Di sisi lain berdasarkan evaluasi kebijakan bulan Januari, per 1 Februari Permendagri mengeluarkan kebijakan baru yaitu penetapan harga eceran tertinggi (HET) dengan mengatur penurunan harga CPO (Crude Palm Oil) dan bahan baku minyak melalui DPO (Domestic Price Obligation). Dengan kebijakan ini maka tidak diperlukan lagi subsidi BPDPKS untuk membantu menurunkan harga minyak.
Namun solusi yang diberikan pemerintah ini menimbulkan permasalahan baru, salah satunya adalah panic buying. Hal ini terjadi karena kurangnya edukasi kepada masyrakat serta dampak dari subsidi diberikan secara umum. Kebijakan ini membuat masyarakat dengan modal yang besar bisa memborong barang dan menjualnya di kemudian hari. Sementara itu masyarakat yang membutuhkan dan terdampak namun memiliki modal yang kecil, menjadi kesulitan untuk mendapatkan minyak goreng akibat kelangkaan minyak goreng.
Permasalahan kelangkaan ini akan sulit menemukan titik solusi yang menyeluruh jika menggunakan teori kapitalistik. Setiap kebijakan yang dibuat berdasar teori ekonomi kapitalistik hanya akan menguntungkan pemilik modal saja sehingga terjadilah hukum rimba dalam pasar. Siapa yang memiliki banyak uang dialah yang akan menguasai pasar. Di sisi lain pemerintah yang seharusnya menjadi pihak yang bertanggung jawab atas terjaminnya kebutuhan masyarakat justru cenderung tidak terlalu campur tangan dan hanya sebagai regulator saja.
Ini sangat berbeda dengan solusi dalam sistem Islam. Islam sebagai agama Rahmatan lil alamin tidak hanya hadir untuk memberi petunjuk bagaimana manusia beribadah, namun juga memberi petunjuk dan pengaturan dalam seluruh lini kehidupan manusia. Termasuk dalam permasalahan kenaikan harga dan kelangkaan ketersediaan barang. Islam menempatkan pasar atau kegiatan jual beli sebagai hal yang penting dalam perekonomian. Rasulullah berpendapat harga yang timbul secara alami dari ketersediaan dan permintaan barang adalah harga yang adil, sehingga Rasulullah tidak pernah menetapkan kebijakan satu harga dalam pengelolaan pasar. Pemerintahan dengan sistem Islam menjaga stabilitas harga dengan mekanisme pasar syariah, yaitu Negara memastikan tidak ada penimbunan barang oleh pihak tertentu sehingga jalur distribusi lancar dan tidak dikendalikan oleh kelompok tertentu.
Selain itu dalam pengaturan Islam, minyak merupakan bagian kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini bermakna bahwa minyak adalah termasuk milik rakyat yang seharusnya dikelola oleh Negara dan dikembalikan kepada rakyat. Dalam kepemilikan umum ini pemerintah haram untuk mengambil harga atasnya. Kalaupun ada sedikit harga itu sebagai pengganti atas biaya untuk pengelolaan minyak dari minyak mentah menjadi minyak yang siap digunakan. Dalam kepemilikan umum ini tidak boleh ada monopoli atasnya.
Dalam Islam juga mewajibkan negara untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan kesejahteraannya. Fenomena panic buying yang sering terjadi di masyarakat merupakan bentuk kekhawatiran masyarakat akan terjaminnya ketersediaan akan barang tersebut di masa depan. Mereka was-was manakala nanti tidak mampu memenuhi kebutuhannya akan minyak. Oleh karenanya selain edukasi kepada masyarakat mengenai panic buying, jaminan Negara atas ketersediaan bahan pangan juga perlu dilakukan oleh Negara. Pengelolaan sumber daya alam dengan baik, berdikari dan sesuai syariat Islam juga perlu dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Selain itu Negara juga perlu memastikan kebijakan politik pertanian dan distribusi, karena saat ini produksi minyak dan bahan pangan terlalu bergantung pada alat produksi. Dan masyarakat juga perlu memperkaya khasanah keilmuwan dan sadar dengan politik Islam, sehingga masyarakat dapat memberi pandangan dan masukan yang positif atas kebijakan yang ditetapkan oleh Negara.
Wallahu’alam bishowab
Posting Komentar