Kapitalisme Menggerus Fitrah Keibuan
Oleh : Ummu Najah
Miris, baru-baru ini publik digegerkan dengan berita seorang ibu (35 tahun) di Tonjong Brebes Jawa Tengah yang tega menghabisi darah dagingnya sendiri dengan menggorok leher anaknya. Akibat peristiwa tersebut anaknya yang kedua (6 tahun) tewas karena sayatan di leher, sementara anaknya yang pertama (10 tahun) dan ketiga (5 tahun) dilarikan ke rumah sakit karena luka parah akibat banyak sayatan di tubuhnya. Pelaku bermaksud untuk membunuh ketiga anaknya, namun ke 2 anaknya berhasil kabur dan bersembunyi di dalam kamar kemudian berteriak minta tolong, mendengar teriakan minta tolong, akhirnya warga datang mendobrak pintu rumah.
Berdasarkan informasi pelaku mengaku melakukan perbuatannya tersebut karena alasan ekonomi, kesulitan hidup. Pelaku mengaku ingin menyelamatkan anak-anaknya agar tidak hidup susah, harus mati agar tidak hidup sedih seperti dirinya. Pelaku juga mengaku kurang mendapat kasih sayang, sudah tidak sanggup hidup dengan ekonomi pas-pasan, suami sering menganggur. Reza Indra Giri Amriel, Ahli Psikologi Forensic menghimbau kepada pihak kepolisian untuk memeriksa kejiwaan pelaku (republika.co.id 20/03/22)
Kondisi masyarakat yang memiliki pemikiran seperti itu adalah cerminan dari cara pandang kapitalis sekuler. Sekularisme merupakan paham yang menjauhkan atau memisahkan agama dari kehidupan. Kapitalisme mengajarkan kebahagian diukur dari terpenuhinya kebutuhan jasadiyah semata. Akibat dari paham ini manusia memiliki keimanan yang lemah, agama tidak dijadikan tuntunan dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Akibatnya ketika menghadapi masalah seperti kesulitan ekonomi, terkena musibah bukanya bertawakal, sabar dan ikhlas menerima qadha’, tetapi mudah stress, depresi, ingin bunuh diri, atau ingin membunuh orang lain seperti kasus ibu di Brebes.
Sistem Kapitalis sekuler menciptakan kesulitan hidup bagi masyarakat, pasalnya paham ini melegalkan para kapitalis pemilik modal untuk menguasai harta kekayaan rakyat dan memonopoli kebutuhan masyarakat. Meski Sumber Daya Alam (SDA) melimpah, masih banyak kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan dan banyak keluarga yang hidup dibawah garis kemiskinan. Pasalnya SDA yang melimpah tersebut dikuasai dan dijajah oleh segelintir kapitalis untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka sendiri, akibatnya kehidupan rakyat jauh dari kata sejahtera, untuk memenuhi kebutuhan pokok saja sulit, apalagi dengan kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok saat ini. Selain itu rakyat juga masih harus menanggung biaya pendidikan, kesehatan yang tidak murah.
Kondisi ini berbeda dengan sistem Islam, sistem Islam bersumber dari Allah SWT, Dzat Yang Maha Sempurna. Kepemimpinan dalam Islam memiliki visi untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat, Untuk mewujudkan kesejahteraan pada setiap individu rakyat, dilakukan dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam mengenal konsep kepemilikan harta dan pemanfaatan kepemilikan tersebut dengan jelas. Yaitu kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum.
Kepemilikan Individu merupakan harta yang boleh untuk dimiliki dan dimanfaatkan oleh individu, seperti harta hasil kerja yang halal, hibah, warisan, dan lain-lain. Kepemilikan negara adalah harta yang dimiliki oleh negara, pemanfaatannya untuk kemaslahatan negara dan kaum muslimin sesuai ijtihad khalifah. Kepemilikan negara bersumber dari harta fai, kharaj, jizyah, usyur dan lain-lain. Sedangkan kepemilikan umum adalah harta yang menjadi milik bersama seluruh kaum muslimin tetapi diserahkan pengelolaannya kepada negara. Yang termasuk harta kepemilikan umum antara lain minyak, gas dan berbagai tambang yang jumlahnya tidak terbatas seperti tambang emas, batubara, nikel, bauksit, dan lain-lain Negara wajib mengelola secara mandiri, dan tidak boleh menyerahkan pengelolaan kepada individu, swasta, korporasi, maupun asing. Hasil pengelolaannya dikembalikan sepenuhnya kepada rakyat dalam bentuk pemenuhan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan serta layanan publik seperti pendidikan, kesehatan secara gratis dan berkualitas. Sehingga tanggungan seorang kepala rumah tangga tidak berat seperti pada sistem kapitalis sekuler saat ini.
Islam memastikan setiap kepala keluarga memiliki pekerjaan yang hasilnya mampu untuk membiayai kebutuhan pokok keluarga, apabila keluarga tidak mampu bekerja, maka kewajiban beralih pada kerabat, apabila kerabat tidak mampu, kewajiban berpindah kepada negara.
Seorang ibu dalam sistem Islam Islam tidak memandang banyaknya harta sebagai ukuran kebahagiaan Bahagia adalah ketika mendapatkan ridho Allah. Negara akan menanamkan keimanan yang kuat kepada rakyat sehingga seorang muslim ketika mendapat masalah, seperti kesulitan ekonomi, mendapat musibah dia akan tawakal, sabar dan ikhlas menerima qadha’ Allah.
Dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah tidak akan terjadi kasus seorang ibu membunuh anaknya sendiri karena alasan ekonomi. Semua individu rakyat termasuk ibu, istri dan anak akan hidup sejahtera. Seorang ibu akan fokus pada peran utamanya sebagai ummu warobatul bait. Secara fitrah dia akan mencintai dan menanamkan aqidah yang kuat pada anak-anaknya, karena menyadari anak adalah amanah yang dipercayakan Allah kepadanya. Ibu menyadari anak adalah calon pemimpin masa depan umat.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Posting Komentar