Keadilan Demokrasi Dipertanyakan, Nyawa Muslim Dipertaruhkan
Oleh : Asha Tridayana, S.T.
Masih jelas teringat kasus penembakan oleh anggota polisi terhadap laskar Front Pembela Islam (FPI) di penghujung tahun 2020. Sebanyak dua anggota FPI tewas dalam peristiwa baku tembak. Sementara, empat orang lainnya meninggal saat hendak dibawa ke Polda Metro Jaya dalam keadaan hidup. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan pembunuhan empat Laskar FPI ini sebagai unlawful killing. Sementara, dua korban lainnya tewas dalam tindakan penegakan hukum. (www.cnnindonesia.com 18/03/22)
Kini putusan terhadap terdakwa pun dikeluarkan oleh Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ketua majelis hakim M Arif Nuryanta memutuskan bahwa Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella sebagai terdakwa tidak dapat dijerat pidana. Pasalnya, keduanya masuk dalam kategori pembelaan diri yang terpaksa dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas.
Meskipun dua terdakwa terbukti dalam dakwaan primer jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP. Namun, majelis hakim berpendapat seluruh unsur dalam dakwaan primer jaksa terbukti, tetapi perbuatan itu merupakan upaya membela diri. Dengan demikian, kedua polisi tersebut tidak dapat dihukum, sehingga dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Disamping itu, kemampuan, hak, dan martabat kedua polisi itu dipulihkan. (www.republika.co.id 18/03/22)
Kejadian yang memilukan ketika beberapa muslim harus tewas tertembak oleh anggota kepolisian. Sekalipun dalam rangka pembelaan diri saat bertugas, semestinya seorang polisi tidak gampang meluncurkan tembakan terlebih mereka muslim yang berupaya mendakwahkan Islam. Hanya karena alasan yang sebenarnya tidak masuk akal, mereka dianggap mengancam dan membahayakan negeri. Tidak lain akibat keikutsertaannya dalam ormas ilegal versi pemerintah. Sementara pelaku penembakan dibebaskan begitu saja tanpa hukuman. Sangatlah tidak manusiawi, hilangnya nyawa seorang muslim tidak mendapatkan pembelaan. Belum lagi bagi keluarga yang ditinggalkan harus melihat pelaku melenggang bebas seperti tidak terjadi apapun.
Keadilan di negara ini semakin kehilangan arah. Tidak lagi menjadi rujukan justru menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Keadilan hanya bagi mereka yang berkuasa, bukan untuk seluruh masyarakat. Karena faktanya keadilan hanya tajam ke bawah atau bagi mereka yang dianggap membahayakan negara sekalipun mendakwahkan Islam. Namun, tumpul ke atas atau bagi mereka yang memiliki kekuasaan, kekayaan dan memberikan keuntungan pada mereka. Keadilan dapat diperjualbelikan bahkan diputarbalikkan tergantungan kepentingan.
Padahal dikatakan sebagai negara hukum tetapi yang terlihat hanya sebuah ungkapan tanpa realitas. Hal ini juga terjadi pada para pelaku kejahatan, koruptor, dan kriminal lainnya. Mereka tidak mendapatkan hukuman yang setimpal. Kasus-kasus besar termasuk penghilangan nyawa sejumlah muslim pun tidak mendapatkan penanganan tepat justru sangat mengecewakan. Inilah sederet bukti yang menunjukkan bahwa keadilan masyarakat kembali terusik dan pemerintah sendiri yang telah mencederai hukum-hukum buatannya. Karena oknum pemerintah sendiri yang sering kali memanfaatkan hukum untuk kepentingannya.
Realita lemahnya hukum buatan manusia menampakkan kegagalan sistem yang diterapkan saat ini. Keberadaan hukum yang bisa diotak-atik menjadikannya tidak mampu dipertanggungjawabkan. Putusan yang diberikan tidak lagi relevan dengan tindakan kejahatan yang dilakukan. Karena memang sistem yang mendukung hukum buatan manusia hanya menjanjikan keuntungan bagi mereka yang berkuasa. Benar atau salah tidak lagi dipedulikan asalkan menuruti keinginan penguasa maka hukum pun dipermudah, begitupun sebaliknya. Termasuk hilangnya nyawa seorang muslim bukan sesuatu yang patut mendapat pembelaan.
Sistem saat ini yakni kapitalisme demokrasi menjadi biang masalah dan sumber kerusakan. Penerapannya membahayakan pemikiran dan menyengsarakan kehidupan masyarakat. Akibat asas yang diemban yakni sekulerisme sehingga segala aturan kehidupan terpisahkan dengan aturan agama. Tidak ada kontrol bahkan cenderung bebas tanpa batasan. Disamping itu, orientasi hanya pada manfaat bukan kemaslahatan masyarakat. Sehingga tidak jarang, masyarakat menjadi korban termasuk nyawa pun dipertaruhkan.
Tentu berbeda ketika aturan Islam yang diterapkan. Nyawa seorang manusia terlebih muslim akan sangat berharga. Negara memberikan pembelaan dan berjuang mati-matian untuk melindungi setiap nyawa rakyatnya. Karena hilangnya nyawa muslim tanpa hak, jauh lebih berat dibandingkan dengan hancurnya dunia seisinya. Allah SWT berfirman, "Siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya." (QS al-Maidah : 32)
Rasulullah SAW pun bersabda, "Tidak halal menumpahkan darah seorang Muslim yang bersaksi tidak ada sesembahan (yang benar) selain Allah dan bersaksi bahwa aku (Muhammad) adalah Rasulullah, kecuali dengan salah satu dari tiga alasan, nyawa dibalas nyawa (qishash), seorang lelaki beristri yang berzina, dan orang yang memisahkan agama dan meninggalkan jama'ah (murtad)." (HR. Bukhari Muslim)
Disamping itu, membunuh akan mendapatkan balasan yang setimpal. Negara bertanggungjawab mengadili pelaku pembunuhan berdasarkan fakta kejadian dan sesuai hukum Islam dalam memberikan hukuman. Tidak memandang status ataupun kedudukan, setiap pelaku akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Karena perlindungan dan pembelaan nyawa muslim dijamin oleh Allah swt. Terlihat dalam surat An Nisa ayat 93 yang berbunyi, "Siapa yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya." (Qs an-Nisaa': 93)
Terlihat juga pada Surat An Nisa ayat 92, Allah SWT berfirman, "Tidak sepantasnya bagi orang Mukmin membunuh Mukmin yang lain, kecuali karena tidak sengaja. Maka barangsiapa yang membunuh Mukmin karena tidak sengaja, maka wajib baginya memerdekakan seorang budak yang beriman dan membayar diyat yang diserahkannya kepada keluarganya, kecuali apabila keluarganya itu berkenan untuk bersedekah (dengan memaafkannya)."
Hanya penerapan hukum-hukum Islam yang mampu menjamin dan membela nyawa seluruh manusia terlebih muslim. Oleh karena itu, sudah sepantasnya sistem Islam kembali diterapkan oleh negara yang memiliki kewenangan dan kekuasaan. Tentunya hal ini membutuhkan kesadaran dan perjuangan seluruh elemen masyarakat agar Islam kembali hadir di tengah-tengah kehidupan.
Wallahu'alam bishowab.
Posting Komentar