Kenaikan Harga LPG Dampak Dari Liberalisasi
Oleh : Ratna Juwita
Belum usai persoalan minyak goreng yang langka, kini menyusul kenaikan harga pada LPG. Harga LPG nonsubsidi resmi naik pada Minggu (27/2/2022) lalu. Mengutip info dari detik.com, PT Pertamina (Persero) melalui Sub Holding Commercial & Trading, PT Pertamina Patra Niaga menyatakan bahwa harga gas LPG 12kg di tingkat agen naik menjadi Rp 187 ribu per tabung. Itu berarti harga bisa mencapai Rp 200 ribu bila dijual eceran. Pertamina menyebutkan, penyesuaian ini dilakukan mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas.
Tentu ini merupakan kabar yang kurang menyenangkan. Di tengah himpitan ekonomi rakyat yang semakin sulit, mulai dari harga daging sapi yang naik, cabe naik, dan kebutuhan pokok lainnya, LPG juga merangkak naik. Banyak masyarakat yang mengeluhkan tentang kenaikan gas LPG ini. Tidak menutup kemungkinan, masyarakat yang tadinya menggunakan gas LPG nonsubsidi, akan beralih ke gas LPG. Selain itu, harga naik juga akan membuka pintu kecurangan, seperti gas LPG diberi campuran bahan lain agar harganya lebih murah. Tentu tindakan seperti ini akan sangat berbahaya karena beresiko gas LPG bisa meledak.
Berhasilnya swasta bermain di bagian hulu dan harga migas yang harus mengikuti ketentuan dunia adalah buah dari masuknya UU Migas yang bernuansa liberal. Pemain asing diizinkan masuk untuk mengeruk kekayaan alam, sedangkan anak negeri sendiri hanya mendapat sedikit tempat.
Kembali, rakyatlah yang merasakan dampaknya. Keadaan yang kian mencekik di tengah pandemi yang belum usai, pendapatan tidak bertambah tetapi pengeluaran semakin membengkak, menyebabkan rakyat semakin mejerit. Inilah dampak dari liberalisasi. Liberalisasi atau kebebasan berekspresi yang berada dalam naungan sistem kapitalisme, membebaskan siapa saja untuk berbuat apa saja termasuk menguasai hal yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak.
Negeri ini sangat melimpah sumber daya alamnya, termasuk tambang dan migas. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Berdasarkan hadits tersebut itu berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak (hutan, laut, danau, perairan serta tambang dan migas) dikuasai oleh negara. Oleh karenanya, haram dimiliki atau dikelola perorangan apalagi asing. Islam mewajibkan negara mengelolanya, kemudian hasilnya diberikan pada rakyat, baik muslim maupun nonmuslim.
Selayaknya dalam masalah migas ini rakyat mendapatkannya secara gratis atau paling tidak dapat dengan harga yang terjangkau. Itu semua bisa diraih tentu hanya dengan penerapan sistem Islam, yang berlaku adil untuk semua rakyatnya. Sistem yang telah nyata diterapkan selama 13 abad yang lalu yang telah terbukti mensejahterakan rakyat.
Wallahu alam bishawab.
Posting Komentar