MARAKNYA PERNIKAHAN BEDA AGAMA
Oleh : Elah Hayani
Isu pernikahan beda agama menjadi viral di media sosial, setelah sebuah video pernikahan seorang perempuan beragama Islam dengan pria beragama Kristen di Semarang. Menurut undang-undang, pernikahan beda agama memang dilarang, seperti yang tercantum di dalam UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat 1 yang menyebutkan: " perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu".
Tapi faktanya, meskipun telah dilarang, pernikahan beda agama banyak terjadi, baik di kalangan selebritis maupun rakyat biasa. Apalagi setelah ditetapkan UU tahun 2006 no.23 junto UU no. 24/tahun 2023, bahwa kutipan nikah sebagai bukti keabsahan perkawinan beda agama, menjadikan perkawinan beda agama tercatat dalam artian sah dari sisi agama. Ini menambah peluang maraknya pernikahan beda agama, yang di tengah umat Islam dimanfaatkan oleh orang-orang liberal, bahwa pernikahan beda agama itu hak pribadi.
Mereka menjadikan HAM sebagai dalih pembenaran sikap mereka. Selain itu, mereka menganggap bahwa semua agama adalah sama, baik muslim maupun non muslim. Sehingga mereka menganggap bahwa selama sepasang manusia suka sama suka sekali pun berbeda agama, tidak mesti dilarang apalagi dihalang-halangi. Inilah paham pluralisme, yang menyatakan bahwa semua agama sama. Padahal sudah jelas di dalam Al-Qur'an surat ali-imron; 19, bahwa agama yang diridhoi di sisi Allah hanyalah Islam. Dan dijelaskan pula di dalam Al-Qur'an surat al- mumtahanah ayat 10, Alloh menjelaskan bahwa haram hukumnya seorang muslimah menikah dengan laki-laki kafir, jika ini terjadi maka pernikahannya tidak sah, dan hubungan mereka merupakan perzinahan.
Beginilah hidup dalam sistem kapitalis sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan, yang menjunjung tinggi kebebasan, baik kebebasan beragama maupun kebebasan bertingkah laku dalam segala hal, sehingga umat Islam kehilangan jati dirinya sebagai seorang muslim, dan penerapan sistem sekularisme oleh negara lah yang menjadi pihak pertama yang menyebabkan hal tersebut. Negara menempatkan agama sebagai urusan pribadi yang negara tidak boleh turut campur, dan memberi kebebasan kepada individu rakyat. Umat Islam pada akhirnya tidak terlindung dari paham-paham yang merusak aqidah dan melemahkan keimanan, sehingga mencetak generasi yang tidak paham dan salah paham dengan agamanya sendiri. Salah satu paham yang merusak yang saat ini gencar diaruskan oleh pihak-pihak tertentu, termasuk dalam kebijakan-kebijakan pemerintah yang semakin liberal, diantaranya dalam kurikulum pendidikan. Media massa pun turut menyuarakan pluralisme, dalam berbagai bentuk. Termasuk dalam hal pernikahan beda agama yang saat ini viral.
Jika hal ini terus dibiarkan, maka aqidah umat akan semakin terancam eksistensinya, sehingga umat butuh peran institusi negara yang akan melindungi aqidah umat, yaitu negara yang berasaskan ideologi Islam, yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, termasuk dalam sistem pendidikan Islam yang bertujuan membentuk generasi berkepribadian Islam, sehingga umat muslim akan tercegah dari pemahaman bathil yang merusak.
Negara ini juga yang dengan penerapan Islam kaffah, akan menerapkan sistem sanksi bagi rakyat yang melanggar syariat, termasuk syari'at Islam tentang pernikahan, sebagai bentuk penjagaan nasab. Sanksi akan diberikan ketika pelaku tetap melakukan pernikahan yang diharamkan tersebut, setelah sebelumnya diingatkan. Sanksi inilah yang efektif akan berfungsi sebagai Jawazir (penebus dosa di akhirat) dan jawabir (memberi efek jera) sehingga umat tidak akan berani melanggar syari'at Islam.
Inilah sistem pemerintahan Islam, yaitu khilafah. Satu-satunya sistem yang sesuai dengan fitrah manusia dan sesuai dengan keimanan kita sebagai seorang muslim, sehingga kita wajib memperjuangkan penegakannya, sebagai perintah Allah SWT.
Wallahu a'lam bisshawab
Posting Komentar