Politik Klenik, Tanda Kemunduran Peradaban
Oleh : Cia Ummu Shalihah (Pemerhati Sosial)
Prosesi Kendi Nusantara yang dilakukan oleh Presiden dan jajaran gubernur se Indonesia dititik nol Ibu Kota Negara (IKN) mengundang banyak pertanyaan, apakah ada politik atau adanya mistis tertentu, menimbulkan pro dan kontra ditengah-tengah masyarakat.
Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menyindir langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melakukan ritual Kendi Nusantara di Titik Nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur (JPNN.com/14/3/2022).
Dirinya menyebut kegiatan tersebut sebagai politik klenik yang berupaya mengimplementasikan kemauan penguasa berdasarkan imajinasi irasionalitas.
"Membawa tanah dan air dari seluruh privinsi itu pikiran klenik, sesuatu yang mengada-ada lalu diyakini sebagai sesuatu yang mengandung pesan mistik," kata Ubed sapaan Ubedilah Badrun (JPNN.com/14/3/2022).
Aktivis 1998 itu mengatakan praktik politik klenik oleh Jokowi di Titik Nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara bertentangan dengan rasionalitas masyarakat modern.
"Politik klenik itu menunjukan suatu kemunduran peradaban politik," kata Ubed.
Masa Kemunduran Di Era Modern
Membawa kendi yang berisi tanah dari berbagai provinsi merupakan tradisi atau budaya dari nenek moyang yang melambangkan bentuk dari kebihnekaan dan persatuan yang kuat, menjadi kota yang hidup sejahtera lahir batin dalam rangka membangun ibu kota negara. Sangat berbahaya jika negara meyakini hal tersebut karena menunjukkan kemunduran berpikir, sikap pemimpin seperti itu bisa ditiru oleh masyarakat awam karena sosok pemimpin adalah contoh bagi yang dipimpinnya.
Keberadaan politik klenik tidak terlepas dari prinsip sistem kepemimpinan saat ini yaitu pemahaman memisahkan agama dari kehidupan.
Alhasil mereka tidak mengenal halal haram, perintah atau larangan Allah. Inilah gambaran yang nyata terjadi di negeri ini menjadikan masyarakat terbelakang dengan kesyirikan.
Kendi Nusantara Dalam Pandangan Islam
Seluruh tindakan dan perbuatan akan diminta pertanggungjawaban kelak. Alasan dan niat menjadi landasan perbuatan dan sangat menentukan kedudukan ritual itu dalam tinjauan syari'at Islam.
Dalam pandangan Islam walaupun niatnya hanya mendekatkan diri kepada Allah SWT tetapi dengan cara yang tidak sesuai syariat maka amalan itu tertolak karena mencampur adukkan yang Haq dan yang Batil. Untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT jangan mengotorinya dengan hal-hal yang berbau mistis.
Cukuplah Rasulullah Saw dijadikan sebagai teladan yang berhasil mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar, menyatukan suku Aus dan Khazraj dengan ikatan Aqidah Islam.
۞ وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا
"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya" (QS. An Nisa : 36)
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan (QS. Al A'raf : 96).
Dengan demikian pembangunan negara Islam pertama di Madinah dipenuhi suasana keimanan yang membawa keberkahan dan kebaikan bukan hal-hal mistis seperti saat ini.
Wallahua'alam
Posting Komentar