Ribut Radikalisme, Bagaimana Umat Bersikap?
Oleh : Farah Chayra Shohwatul Islami
Lagi dan lagi, Kota Bima kembali dihebohkan dengan kabar penangkapan terduga kelompok teroris. Stigma negatif atau zona merah terkait dengan masalah radikalisme dan terorisme ini disinyalir akan mengancam NKRI. Contohnya saja yang disematkan pada kelurahan Penatoi. Penangkapan tiga orang yang masih diduga sebagai anggota teroris pun semakin memperkuat stigma tersebut.
Dilansir dari tribunnews.com, tiga warga Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) dikabarkan ditangkap oleh Densus 88 terkait terorisme pada Senin (7/3/2022). Dari informasi yang dikumpulkan, ketiga warga ditangkap pada tempat yang berbeda-beda, yakni dua dari kelurahan Penatoi dan satu orang lainnya kelurahan Tanjung. Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Prof Dr Irfan Idris yang dikonfirmasi tribunlombok.com menyampaikan secara pribadi bahwa beliau telah memperoleh informasi penangkapan tiga warga Kota Bima tersebut. Beliau menyampaikan, "secara pribadi, saya ada dapat informasi itu", ujarnya saat ditemui di Kabupaten Dompu, Senin (7/3/2022). Akan tetapi secara kelembagaan beliau belum mengetahuinya dengan pasti, "karena dari BNPT bukan dari Densus 88, kami tidak memiliki fungsi penindakan, kami hanya garis koordinasi", ujarnya ketika ditanya hasil koordinasi yang dilakukan. Pak Idris kembali mengatakan masih akan dilakukan proses, "kan baru tadi pagi penangkapannya, jadi masih dikoordinasikan sekarang."
Tidak hanya terjadi di Kota Bima saja, baru-baru ini pun terjadi kasus penembakan mati Dokter Sunardi. Seperti yang dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menanggapi Densus 88 yang menembak mati Dokter Sunardi. Menurut beliau jika pun ada perlawanan, tidak seharusnya Dokter Sunardi langsung ditembak mati sampai nyawanya hilang di tempat kejadian. Chandra pun menegaskan bahwa negara ini ialah negara yang memiliki hukum dan tugas polisi ialah menegakkan hukum. Serta pada hukum itu pun terdapat asas-asas praduga tak bersalah. Walaupun ada perlawanan atau hendak melarikan diri, tidak lantas langsung menembak sampai menghilangkan nyawa dengan alasan semacam itu. Chandra juga menuturkan apabila terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan terduga, maka seharusnya dapat diproses sebagaimana ketentuan pidana yang berlaku. Sungguh miris ketika melihat para penegak hukum pada hari ini tidak mampu untuk menjalankan tugas mereka dengan baik.
Kita bisa melihat bagaimana isu radikalisme senantiasa terus dikaitkan dengan Islam. Jadi seolah-olah tidak ada yang radikal selain muslim. Dan isu radikalisme ini pun menjadi poin utama yang diperhatikan oleh negeri ini. Bahkan untuk menjaga ketahanan NKRI dari isu radikalisme ini pun, pemerintah telah menggelontorkan dana yang tidak sedikit. Sedangkan di sisi lain, untuk mengurusi hajat masyarakat yang paling mendasar seperti pangan, papan, sandang atau terkait dengan kesehatan dan pendidikan terkesan ala kadarnya saja. Apalagi setelah adanya pandemi, kondisi ekonomi masyarakat sangat memprihatinkan. Seharusnya penguasa lebih memfokuskan untuk meriayah masyarakat, bukan malah sibuk mengurusi radikalisme. Karena sejatinya tugas utama negara ialah hadir untuk mengurus urusan rakyat, bukan untuk radikalisme yang mereka ributkan sendiri.
Isu radikalisme pada hari ini mempunyai narasi yang sama yang dulu pernah dipertontonkan oleh kaum Quraisy, bahkan di zaman Nabi Ibrahim dan Nabi Musa dengan senantiasa mengindentikkan seseorang yang menginginkan dan membawa kebaikan sebagai orang yang membawa keburukan, kehancuran, dan ancaman kepada masyarakat. Di zaman ini pun sama, ketika ada orang yang menjelaskan mereka berlindung di bawah tradisi dan kearifan lokal maka penguasa akan selalu berusaha agar tidak terjadi perubahan. Karena kalau perubahan terjadi akan berpengaruh terhadap kepentingan mereka. Misalnya, kalau umat ini bisa membandingkan bagaimana Islam dengan kegemilangannya bisa mengatur sebuah negeri dibandingkan dengan aturan manusia yakni sekularisme kapitalisme hari ini, pasti umat akan memilih Islam. Ketika para penganut sekularisme kapitalisme sadar kalau mereka tidak mampu bertanding secara konsep dan konten dengan Islam, maka mereka pasti akan menyerang orang-orang yang mendakwahkan Islam itu sendiri.
Hal yang semacam ini, menuduh atau mencap terduga teroris tentu belum jelas kepastiannya. Sama seperti dulu ketika Rasulullah saw. diserang. Banyak yang memfitnah Rasul karena tidak siap berdebat secara ide. Mereka menyerang Rasul dengan mengatakan Rasul gila, tukang sihir, dan seterusnya. Karena yang disampaikan Rasulullah bukan sekadar untuk ibadah atau berbuat baik saja, akan tetapi konsep pengaturan kehidupan 24 jam yang akan merubah tampuk kekuasaan pembenci Rasul kala itu.
Sama seperti yang terjadi sekarang, mereka memandang bahwa radikalisme ini harus dicap negatif dan mereka tidak akan pernah berhenti sebelum mereka memastikan kekuasaan ada di tangannya serta menghilangkan semua ancaman yang akan datang. Yang mereka inginkan semua diam terhadap kezaliman yang dilakukan. Ketika mereka menjual aset ke luar negeri, tidak bisa mengurusi minyak goreng, sibuk perkara logo, dan perkara-perkara lainnya, maka siapa pun yang mengkritik dan tidak sependapat dengan mereka akan dilabeli radikal. Itulah cara mereka yang ujung-ujungnya hanya untuk meraih kekuasaan dan keuntungan duniawi semata.
Memang sulit ketika kita hidup di era sekuler kapitalis seperti sekarang. Kita sulit untuk membedakan mana yang salah dan juga mana yang benar. Karena banyaknya opini yang berkembang di tengah-tengah masyarakat itu terkadang membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar. Orang yang berpengang teguh pada syariat Allah akan dianggap radikal, mereka dipersekusi, dihalangi dakwahnya bahkan sampai dipenjarakan. Sedangkan sebaliknya, orang yang membiarkan kemaksiatan, membiarkan kesyirikan dilabeli Islam moderat yang mereka anggap bermakna positif. Mereka diterima oleh masyarakat, diberikan penghargaan bahkan diberikan kesempatan untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran yang menyesatkan.
Kalau kita membiarkan hal seperti ini terus terjadi, akan banyak orang-orang yang tidak berani menyampaikan Islam secara menyeluruh. Oleh karenanya Islam kaffah itu harus lah terus disampaikan. Karena kita tidak diperintahkan menjadi muslim yang radikal, sebagaimana juga kita tidak diperintahkan untuk menjadi muslim yang moderat. Yang pasti kita ini diperintahkan untuk menjadi muslim yang bertakwa kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya. Jadi tidak ada muslim radikal apalagi moderat. Yang ada adalah kita harus menjadi muslim yang bertakwa dan muslim yang kaffah. “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan [kafah], dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu,” (TQS. Al-Baqarah [2]: 208).
Posting Komentar