Derita Honorer Di Negeri Pertiwi
Oleh : Susiana Edward
Lagi! Dunia pendidikan semakin dirundung pilu. Belum lekang diingatan kita saat tahun yang lalu polemik guru honorer menjadi sebuah perbincangan ditengah umat. Sampai dimana nasib guru honorer berakhir?
Tentu ini menjadi suatu hal yang harus diperjuangkan, karna sangat begitu penting nya seorang guru atau pendidik bagi generasi bangsa ini.
Yang tertinggal kini hanya sebuah kecemasan dibenak para honorer. Sungguh tidak banyak guru guru yang berjuang demi kecintaan nya pada dunia mengajar, mereka rela dibayar rendah namun mereka tidak pantang mundur untuk memberikan ilmu yang mereka miliki. Dan mendedikasikan kemampuan yang mereka miliki untuk anak anak Indonesia.
Tapi yang kini kita lihat dibumi Pertiwi nan elok ini, kita masih saja dipersoalkan dengan masalah gaji guru honorer, tentu dengan berbagai peraturan demi peraturan yang menyisakan sebuah pertanyaan bagi para guru.
"Sebenarnya kami ini dianggap apa?"
Banyak kisah para guru yang miris kita dengar bahkan perjuangan puluhan tahun mengajar tapi tidak diapresiasi sama sekali.
Dan kini dihadapkan dengan kebijakan yang seolah olah guru honorer seperti beban negara yang harus dihilangkan.
Berikut yang dilansir REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menyatakan, kebijakan penghapusan pekerja honorer bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Sebab, selama ini tenaga honorer direkrut dengan sistem yang tidak jelas, sehingga mereka kerap mendapat gaji di bawah upah minimum regional (UMR).
"Tenaga honorer sekarang kesejahteraannya jauh di bawah UMR. Pemerintah dan DPR mencari jalan agar kompensasi tenaga honorer bisa setara dengan UMR," kata Tjahjo dalam siaran persnya, dikutip Ahad (5/6/2022).
Kini, ujar Tjahjo, dengan penghapusan tenaga honorer pada 2023, maka keberadaan pekerja bisa ditata di setiap instansi. "Untuk mengatur bahwa honorer harus sesuai kebutuhan dan penghasilan layak sesuai UMR, maka model pengangkatannya melalui outsourcing," kata politisi PDIP itu.
Tjahjo juga mendorong pekerja honorer yang memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi CPNS dan PPPK pada tahun 2022 dan 2023. Sebelumnya, Tjahjo Kumolo menyurati Pejabat Pembina Kepegawaian di semua instansi pemerintah untuk menentukan status pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan eks-Tenaga Honorer Kategori II), hingga batas waktu 28 November 2023.
Dengan adanya sebuah kebijakan baru tentu ini membuat semakin runyam masalah dunia pendidikan, seakan nampak seperti ingin memberikan solusi namun justru malah mengurai masalah baru, ratusan ribu guru honorer tentu akan kehilangan pekerjaan nya sebagai pengajar jika mereka tidak masuk dalam berbagai tes atau pengujian, bagaimana dengan pengajar yang sudah puluhan tahun dengan usia yang tidak muda lagi.
Tentu ini harus dikaji kembali sehingga dengan tidak gampangnya kebijakan ini memereteli peran seorang guru yang menggantungkan hidupnya dengan bermata pencaharian di dunia pendidikan ini.
Derita yang kini dihadapi tak luput dari sebuah sistem aturan yang bersandarkan pada aturan manusia yaitu demokrasi kapitalisme sekuler, dimana dari sinilah lahir berbagai aturan yang hanya menguntungkan sejumlah pihak lalu abai dengan pihak lain, kekonkritannya hanyalah semu belaka dan tidak bisa dipertanggungjawabkan dari segi apapun dan hanya menyisakan cerita yang menjurus pada ketidakadilan.
Berbagai tekanan yang disetir dari sekelompok orang yang serakah, alhasil rakyatlah yang menjadi korban dari ketidakadilan sistem yang kini hanya menyengsarakan rakyat.
Tentu ini sangat berbeda dengan sebuah sistem yang bersandarkan pada Islam aturan yang berasal dari Allah SWT, yang mampu dan telah terbukti pada masa keemasan Islam kala itu, meski hanya sejarah namun ini adalah gambaran nyata yang pernah ada sepanjang peradaban dunia.
Masa Khalifah Umar bin Khattab seorang guru digaji dengan sangat tinggi masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan, itu artinya gaji guru sekitar Rp 30.000.000. Tentunya ini tidak memandang status guru tersebut PNS atau pun honorer,Karna dalam sistem Islam tidak ada istilah PNS ataupun honorer.
Tentu ini akan sangat mudah bagi masa pemerintahan kekhilafahan karna sumber pemasukan yang diambil dari Baitul mal yaitu didalamnya berupa harta fa'i, kharaj, ghanimah, maupun jizyah yang sama sekali tidak membebani rakyat seperti sistem saat ini.
Sehingga terciptalah kesejahteraan bagi para guru. Dan otomatis guru akan memberikan ilmu yang mereka miliki dengan kesungguhan hati untuk mencetak generasi atau SDM yang berkualitas.
Maka dari itu sudah sepatutnya kita belajar memahami sejarah agar kehidupan saat ini bisa berubah seperti masa keemasan Islam yang segala aturan kehidupan dikembalikan pada aturan Allah SWT.
Posting Komentar