Khilafah dijadikan Dalang penyebaran Radikalisme
Oleh : Milawati (Back To Muslim Community)
Indonesia akhir-akhir ini marak dengan pemberitaan radikalisme. Radikalisme identik dengan fanatisme terhadap suatu hal yang dapat dikatakan terlalu berlebihan, sehingga ada sesuatu yang dianggap paling benar oleh beberapa kelompok tertentu tanpa memandang hal tersebut dari sudut pandang yang lain.
Radikalisme bertujuan ingin membuat perubahan secara drastis dengan menggunakan kekerasan. Perbuatan radikalisme juga mencoreng nama baik agama. Mereka berpendapat bahwa jika orang terkena faham radikalisme, maka mereka akan berusaha untuk mengganti ideologi yang ada di Indonesia dengan ideologi islam yang kita sebut dengan Khilafah.
Setiap kelompok Islam yang kritis dan berseberangan dengan sepak terjang penguasa senantiasa dicap sebagai kelompok radikal. Ironisnya, stigma negatif kelompok radikal itu disematkan hanya pada kelompok Islam saja dan tidak berlaku bagi kelompok di luar Islam.
Perang terhadap radikalisme ini tidak hanya muncul di Indonesia. Ada tren di ranah global yang berubah. Saat Amerika Serikat dipimpin oleh Donald Trump, slogan “Global War on Terrorism” menjadi “Global War on Radicalism”. Dewan Keamanan Donald Trump menyatakan, kini Amerika Serikat sedang berperang dengan “terorisme radikal Islam”, atau “Islam radikal”, atau sesuatu yang lebih luas lagi, seperti “islamisme”. Mereka menggambarkan perang ini sebagai perjuangan ideologis untuk melestarikan/mempertahankan peradaban Barat, seperti perang melawan Nazisme dan Komunisme. Mereka menyebut, perang ini tidak terbatas pada muslim sunni ekstremis atau syiah ekstremis, tetapi Islam secara menyeluruh, khususnya mereka yang ingin mengambil kekuasaan negara.
Kebencian terhadap islam pun kian menjadi setiap harinya. Radikalisme seolah menjadi momok menakutkan bagi semua pihak. Orang yang mengusung ideologi selain Pancasila, maka mereka tergolong orang radikal karena bisa mengancam keutuhan negara ini.
Pemerintah mengatakan jika ada kelompok menolak konstitusi dan ideologi negara dengan disertai upaya untuk menggantinya, serta mengusung pikiran takfiri yang menolak perbedaan paham kepercayaan dan praktik sosioreligius-kultural, telah menjadi bagian dari varian dan sekaligus ancaman radikalisme.
Mereka mengatakan salah satu kelompok yang anti Pancasila adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang telah dibubarkan dan dilarang di Indonesia oleh pemerintah sejak 19 Juli 2017 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 (Perppu Ormas), yang mengusung ideologi untuk menegakkan negara islam di dalam negara.
Banyak opini-opini publik yang digiring ole pemerintah untuk memberikan stigma negatif tentang khilafah. Opini yang beredar yaitu sistem Khilafah hanya akan menyebabkan kemunduran bagi sebuah bangsa. Jika ideologi Khilafah dibiarkan tumbuh dan berkembang, akan mengakibatkan sikap apatis di kalangan masyarakat. Sebab, semua hal akan diatur Negara yang “berideologi” Khilafah. Dalam keadaan yang disebut “kaku” itu juga, masyarakatnya dianggap akan memiliki keterbatasan dalam melahirkan karya. Sungguh tebaran penuh fitnah untuk menggembosi ajaran Islam.Padahal di dalam islam sendiri, khilafah adalah bagian dari islam yang akan memberikan solusi terhadap permasalahan negeri ini.
Penerapan ideologi kapitalisme sekuler demokrasi yang berlangsung selama kurang lebih 96 tahun, telah menyebabkan krisis multidimensi kian parah, baik dalam bidang ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, hukum, hingga politik dalam dan luar negeri. Kemiskinan bukannya berkurang, begitu pun korupsi, ketidakadilan, kriminalisasi ajaran Islam, hingga penistaan terhadap ulama. Khilafah dengan penerapan syariatnya adalah satu-satunya model kekuasaan yang menjamin kemaslahatan di dunia dan akhirat sekaligus. Khilafah yang dipimpin seorang Khalifah, berfungsi sebagai periayah (raa’in) dan pelindung (junnah). Bagi umat Islam, penerapan syariat adalah kebutuhan yang dharuri (sangat mendesak); lebih mendesak dari kebutuhan terhadap ilmu kedokteran atau makan dan minum.
Khilafah merupakan ajaran Islam sekaligus menjadi konsekuensi keimanan yang akan membawa kebaikan dan keberkahan. Hanya saja, saat ini musuh-musuh Islam berusaha menjauhkan umat Islam dari gagasan Khilafah dengan cara menebar fitnah dan menakut-nakuti umat. Khilafah menjadi sumber kebaikan dan keberkahan. Di antaranya tergambar dalam persaksian beberapa ulama yang hidup di masa Kekhilafahan. Kisah Hanzhalah bin ar-Rabi’ al-Katib, Sahabat sekaligus juru tulis Rasulullah saw. misalnya. Sebagaimana dinukil Imam ath-Thabari, saat melihat fenomena sebagian orang yang ingin melengserkan Khalifah Utsman bin ‘Affan karena hasutan seorang Yahudi Abdullah bin Saba, ia bersyair, “Aku heran apa yang diributkan oleh orang-orang. Mereka berharap Khilafah segera lenyap. Sungguh jika Khilafah lenyap, akan lenyap pula kebaikan yang ada pada mereka. Kemudian mereka akan menjumpai kehinaan yang sangat parah. Mereka seperti umat Yahudi dan Nasrani, sama-sama berada di jalan yang sesat.” (Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk, 4/386)
Abdullah Ibn al-Mubarak, seorang imam besar dari kalangan tabi’ut tabi’in, sebagaimana dinukil Imam Ibn Abdil Barr menyatakan, “Jika bukan karena Khilafah, niscaya jalanan tidak akan menjadi aman, niscaya yang lemah di antara kita akan menjadi mangsa yang kuat.” (At-Tahmid li-ma fi al-Muwaththa min al-Ma’ani wa al-Asanid, 21/275). Sudah sepatutnya umat Islam merindukan cahaya kegemilangan Islam dengan memperjuangkan kembalinya Khilafah Islamiyah ‘ala minhajin nubuwwah. Dengan begitu, Islam sebagai rahmatan lil ‘aalamin dan Khilafah sebagai periayah dan pelindung bagi urusan umat akan terwujud, begitu pun keberkahan akan melimpah untuk seluruh umat. Insyaallah.
Posting Komentar