Banjir di Kota Kendari, Butuh Solusi Pasti
Oleh : Sulastri (Pegiat Literasi)
Bencana banjir merupakan musibah yang paling sering terjadi di musim penghujan. Hal tersebut jelas sangat meresahkan bagi warga yang rumahnya kerap kebanjiran, jika musim penghujan tiba. Namun, apa jadinya kalau keadaan tersebut tak kunjung mendapatkan solusi karena pemerintah setempat tak menggubris persoalan yang menimpa rakyatnya.
Sebagaimana Menimpa warga Jalan Bunga Kana, Kelurahan Watu-Watu, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari. Barbagai upaya untuk mengatasi banjir telah dilakukan, baik melalui RT, RW maupun pemerintah kelurahan, agar Pemerintah Kota Kendari mau membantu menurunkan alat berat untuk membuat drainase, meskipun darurat.
"Namun Pak Wali Kota tidak pernah merespon penderitaan kami. Hingga kami terpaksa mengambil inisiatif mengumpulkan uang dan menyewa alat berat sendiri," ujar salah satu warga.
Hingga warga akhirnya berinisiatif mengumpulkan uang secara swadaya untuk menyewa alat berat, guna membuat drainase darurat. Drainase dibuat sebagai jalur air yang selama ini tersumbat, hingga rumah warga sering tenggelam Telisik.id(11/8/22).
Miris, itulah kata yang paling tepat untuk mewakili perasaan warga yang bertempat tinggal di kelurahan watu-watu, yaitu daerah langganan banjir yang justru warganya berswadaya untuk membangun drainase dan menyewa alat berat untuk membersihkan lingkungan mereka.
Kita yakin, bahwa segala musibah apapun itu pasti datangnya dari Allah SWT. Namun, kita yakini juga bahwa segala musibah itu akibat ulah tangan perbuatan manusia pula.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara menyatakan bencana banjir di Kota Kendari merupakan persoalan yang kompleks. Salah satunya disebabkan buruknya tata ruang kota di ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara itu. Kisran Makati mengungkapkan tata ruang Bu kota di Kendari dinilai sudah tidak memadai. Pembangunan rumah toko dan bangunan-bangunan besar tidak sesuai dengan tata ruang. Akibatnya, daerah resapan air di Kota Kendari semakin sempit. Kondisi ini diperparah dengan perilaku buruk penduduk yang membuang sampah sembarangan (TEMPO.CO 17/5/17).
Selanjutnya, yang menjadi catatan penting adalah banjir juga disebabkan maraknya aktivitas illegal logging di hulu sungai di daerah Konawe dan Konawe Selatan. Berdasarkan data Walhi, kawasan hulu juga tertekan dengan aktivitas pertambangan dan perkebunan.
Hal lain yang juga mempengaruhi bencana banjir adalah ketika hujan akan berkontribusi terhadap meningkatnya debit air yang membawa berbagai macam material erosi, salah satunya melalui Sungai Wanggu sampai ke Teluk Kendari.
Pembangunan yang tidak mengikuti kaidah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terutama di wilayah dataran rendah. Hal ini pulalah yang seringkali menyebabkan hujan kiriman dari wilayah dataran tinggi tak mampu diserap hingga menyebabkan banjir.
Selain itu, adanya kebijakan yang pro pada para kapitalis. Selama ini pembangunan yang harusnya memperhatikan kelestarian hutan, lahan serta keseimbangan alam dan lingkungan justru terabaikan. Namun yang kita saksikan hari ini justru berbeda realitanya. Pembangunan dengan paradigma kapitalistik telah menyebabkan kerusakan alam. Bencana banjir tak serta merta karena adanya fenomena alam, namun juga campur tangan manusia.
Kita cukup mudah mengindra bahwa sistem politik demokrasi tidak memberi ruang sama sekali bagi kebenaran ilmu pengetahuan kecuali jika hal tersebut menguntungkan agenda korporasi dan rezim.
Sebagai muslim, tentunya kita mengimani bahwa segala yang terjadi adalah atas izin Allah yang Maha kuasa. Jika kita diberi musibah, maka kita diperintahkan untuk bersabar. Namun tentunya tidak cukup hanya bersabar, tetapi musibah tersebut juga disikapi dengan menjadikannya sebagai momen untuk memuhasabah diri kita, tentang apa yang telah kita lakukan, sehingga Allah menjadikan hujan sebagai banjir, padahal hujan itu diturunkan seharusnya menjadi rahmat, yang dengannya bumi dihidupkan dari kekeringan.
Agar kejadian banjir ini tidak terulang terus menerus, maka perlu ada upaya yang ditempuh dengan serius dan sungguh-sungguh baik itu dari rakyat terlebih pemerintah. Terutama pemerintah, perlu mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam mengatasi banjir.
Dalam negara yang menerapkan sistem Islam, untuk mengatasi banjir dan genangan, negara memiliki kebijakan canggih dan efisien. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pasca banjir. Kebijakan untuk mencegah terjadinya banjir adalah sebagai berikut;
Pertama, pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletsyer, rob, dan lain sebagainya, maka negara akan menempuh berbagai upaya diantaranya : Membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya. Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi. Di Provinsi Khuzestan, daerah Iran selatan misalnya, masih berdiri dengan kokoh bendungan-bendungan yang dibangun untuk kepentingan irigasi dan pencegahan banjir.
Negara akan memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air (akibat rob, kapasitas serapan tanah yang minim dan lain-lain), dan selanjutnya membuat kebijakan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah-wilayah tersebut
Negara membangun kanal, sungai buatan, saluran drainase, atau apa namanya untuk mengurangi dan memecah penumpukan volume air; atau untuk mengalihkan aliran air ke daerah lain yang lebih aman. Secara berkala, mengeruk lumpur-lumpur di sungai, atau daerah aliran air, agar tidak terjadi pendangkalan.
Membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu. Sumur-sumur ini, selain untuk resapan, juga digunakan untuk tandon air yang sewaktu-waktu bisa digunakan, terutama jika musim kemarau atau paceklik air.
Kedua, dalam aspek undang-undang dan kebijakan, negara akan menggariskan beberapa hal penting seperti kebijakan tentang master plan, mengeluarkan syarat-syarat tentang izin pembangunan bangunan, membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengobatan, dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana, menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang harus dilindungi, menetapkan kawasan hutan lindung, dan kawasan buffer yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin, terus menerus mensosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, serta kewajiban memelihara lingkungan dari kerusakan.
Ketiga, dalam menangani korban-korban bencana alam, negara akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Negara menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. Juga mengerahkan para alim ulama untuk memberikan tausiyah-tausiyah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah SWT.
Wallahu alam bisshawab
Posting Komentar