Kerusuhan di Papua Terus Terjadi, Akar Masalah Harus Teratasi
Oleh: Vivi Nurwida (Aktivis Dakwah)
Kerusuhan di Papua terus saja terjadi, mulai dari konflik yang timbul antara pendatang dan penduduk asli, hingga kerusuhan oleh KKB.
Diberitakan oleh jawapos.com, 13/11/2022, seorang prajurit TNI berinisial Serka IDW mengalami luka tembak oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua, pimpinan Numbuk Telenggeng. Saat peristiwa terjadi, aparat TNI sedang melaksanakan patroli gabungan di Gereja Golgota Gome, Ilaga, Papua Tengah, Minggu (13/11).
Sementara itu diberitakan oleh tvonenews.com, Kronologis dari kerusuhan yang terjadi di wilayah Ikebo, Kabupaten Dogiyai, Papua pada Sabtu (12/11/2022), bermula dari meninggalnya seorang anak berusia 6 tahun usai ditabrak oleh seorang pendatang. Selanjutnya, warga yang melihat kejadian itu kemudian melakukan penyerangan terhadap sopir dan membakar 1 unit rumah di arah Kampung Mauwa dan 2 unit kendaraan truk.
Kasus kerusuhan di Papua bukanlah yang pertama atau kedua kali terjadi. Dilansir dari papua.inews.id, sepanjang tahun 2021 saja, aksi kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua, melakukan tindakan yang sangat brutal. Mereka melakukan 92 aksi teror, yang mengakibatkan puluhan korban jiwa dari personel TNI, Polri dan masyarakat sipil.
Akar Permasalahan
Pemerintah berjanji akan lebih menggunakan pendekatan yang lebih humanis terhadap penanganan masalah-masalah yang terjadi di Papua. Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Mualimin Abdi, mengatakan, pemerintah akan terus melakukan sejumlah evaluasi terhadap kegiatan militer di Papua. (tempo.co)
Persoalan Papua memang persoalan yang sangat kompleks. Selain masalah disintegrasi, terdapat unsur eksploitasi, diskriminasi, pelanggaran HAM yang tak kunjung terselesaikan, keserakahan, pembodohan, hingga campur tangan asing.
Sudah puluhan tahun daerah kaya ini menjadi sumber kekayaan sejumlah perusahaan asing, salah satunya adalah PT Freeport. Perusahaan asing yang paling lama bercokol di negeri ini, telah mengeruk "harta karun" berupa emas dan tembaga di bumi Papua, dengan jumlah yang fantastis. Namun, ironinya, arus investasi yang begitu pesat ke tanah Papua yang memiliki pesona sumber daya alam yang luar biasa ini, nyatanya tidak sinkron dengan kesejahteraan yang didapatkan masyarakat Papua sendiri. Inilah akar permasalahan yang sebenarnya terjadi, penerapan ekonomi kapitalisme yang menyebabkan masyarakat jauh dari kata sejahtera.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi Papua dan Papua Barat menduduki peringkat teratas persentase kemiskinan di Indonesia per Maret 2022. Dalam data itu, jumlah penduduk miskin Papua ialah 922,12 ribu orang atau 26,56 persen dari total penduduk. Sementara di Papua Barat mencapai 218,78 ribu orang atau 21,33 persen dari total penduduk.
Banyak pihak yang menilai, ada keterlibatan asing dalam kerusuhan Papua. Sebagaimana salah satunya, pernah dinyatakan oleh mantan wakil Presiden RI , Jusuf Kalla. Ia mengakui adanya keterlibatan pihak asing dalam konflik yang terjadi di tanah Papua. Namun, ia mengatakan pihak asing ini bukan berasal dari negara lain.
Padahal, jika terkait dengan isu-isu radikalisme dan terorisme, pemerintah dan jajarannya, juga media massa mainstream gerak cepat untuk merespon. Namun, jika terkait dengan konflik kekerasan di Papua beserta persoalan-persoalannya yang kompleks, pemerintah lamban, bahkan seolah berlepas diri dari persoalan yang ada.
Pemerintah paham betul bahwa asing yang dimaksud adalah negara-negara kafir barat. Pemerintah juga tidak akan bisa bersikap tegas dan cepat untuk menghentikan aksi ini karena bisa dianggap melanggar HAM, hengkangnya para investor asing juga berhentinya bantuan asing atas Indonesia.
Diperlukan Peran Negara
Sudah menjadi kewajiban negara untuk memberi jaminan keamanan bagi warganya, juga menumpas kelompok separatis. Negara juga harus melakukan serangkaian pencegahan dan penanganan terhadap munculnya kelompok-kelompok yang meresahkan masyarakat ini.
Persoalan ini hanya bisa dihentikan ketika negara mampu berdaulat, mengambil perannya sendiri tanpa campur tangan asing. Negara akan mampu berdiri di kakinya sendiri ketika syariah Islam diterapkan secara kafah.
Dalam pandangan Islam, tambang yang ada di bumi Papua, yang kini dikelola oleh PT Freeport merupakan kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh Negara sebagai wakil dari umat, untuk kesejahteraan umat. Maka dari itu, haram untuk dikuasi oleh pihak asing
Kasus disintegrasi ini bermula dari faktor kesejahteraan dan ketidakadilan yang dirasakan oleh rakyat di negeri mutiara hitam, maka sudah seharusnya negara wajib memberi jaminan kesejahteraan berupa sandang, pangan dan papan yang layak. Begitu juga dengan kebutuhan pokok publik berupa pendidikan, kesehatan dan keamanan wajib disediakan oleh negara.
Namun, ketika ideologi Kapitalisme berikut sistemnya masih diadopsi oleh pemerintah negeri ini, maka mustahil negara bisa menyejahterakan rakyatnya. Alih-alih menyejahterakan, yang ada justru menambah permasalahan. Karena itu, ideologi dan sistem Kapitalisme itu harus dicampakkan.
Selanjutnya negera ini harus segera mengambil dan menerapkan ideologi dan sistem Islam dengan syariahnya dalam naungan Sistem Khilafah. Hanya dengan sistem Islam yang diterapkan dalam institusi Khilafah, sumberdaya alam ini bisa dinikmati oleh seluruh rakyat dengan baik dan penuh dengan keberkahan.
Selain itu, adalah kewajiban bagi negara untuk menjaga persatuan dan kesatuan dengan Islam. Memisahkan diri dari negara Islam (bughat) adalah tindakan haram dan merupakan tindak separatis yang paling utama. Hukuman terhadap pelaku bughat adalah diperangi sampai mereka kembali pada perintah Allah, yaitu menghentikan pembangkangan mereka kepada negara, dan mau bersatu kembali. Hanya saja, perang adalah jalan terakhir, sebelumnya pemerintah harus melakukan langkah persuasif. Degan langkah ini akar masalah akan teratasi, dan keamanan individu, masyarakat juga negara pun dapat terjaga.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Posting Komentar