Kontras Kepeduliaan Tragedi Mematikan Terhadap Anak Negeri
Akhir Oktober 2022 publik dikejutkan dengan tragedi Halloween di Itaewon yang menyita mata dunia. Tragedi yang menyebabkan tewasnya hampir 154 orang dan 82 orang terluka, sebagaimana dilansir oleh https://www.bbc.com/indonesia/ (30/10/2022). Tidak tanggung-tanggung Presiden Korea Selatan melalui Presiden Korea Selatan mengumumkan periode berkabung nasional atas tragedi mematikan pada malam Sabtu 29 Oktober 2022 di Itaewon tersebut.
Tidak ketinggalan penguasa negeri zambrut katulistiwa pun sangat responsif menanggapi tragedi ini. Dalam akun twitternya pernyataan belasungkawa disampaikan secara langsung dengan menggunakan Bahasa Inggris, sebagaimana tertera dalam akun twitternya tanggal 30 oktober 2022 "Deeply saddened to learn about the tragic stampede in Seoul. My deepest condolences to those who lost their loved ones. Indonesia mourns with the people of South Korea and wishes those injured a speedy recovery."
Tragedi kemanusiaan yang terjadi di Itaewon tentu menjadi duka bagi yang mengalami dan keluarganya. Hal ini juga mengundang keprihatinan setiap orang. Namun disisi lain tragedi yang hampir sama sebelumnya terjadi di negeri ini pada tanggal 1 Oktober 2022 yakni tragedi Kanjuruhan yang menelan korban sangat banyak. Seperti yang tertera pada laporan tragedi Kanjuruhan yang dirilis oleh menkopolhukam 17 Oktober 2022 sebanyak 712 orang, dengan rincian 132 meninggal dunia, 96 luka berat, dan 484 luka ringan (https://polkam.go.id/laporan-tgipf-tragedi-kanjuruhan/). Tragedi ini belum dapat mengundang respon bagi penguasa negeri ini dengan mengeluarkan statemen yang sama. Hal ini menimbulkan kesan timpangnya kepedulian penguasa negeri ini terhadap nasib rakyatnya sendiri dibandingkan dengan rakyat negara lain.
Tidak hanya memberikan kesan kurangnya kepeduliaan terhadap nasib rakyat sendiri, namun penguasa negeri ini juga menyiratkan pembiaran perayaan sejenis yang tidak memiliki manfaat bagi pembangunan dan penguatan karakter masa depan pemuda sebagai agent of change begitu nyata. Disamping itu perayaan-perayaan tersebut berasal dari budaya asing dan bertentangan dengan budaya bangsa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penguasa negeri ini abai terhadap upaya pembinaan dan penguatan karakter pemuda yang akan membangun peradaban bangsa di masa depan.
Dalam Islam, penguasa tidak hanya mengurus pemerintahan saja, namun juga bertanggung jawab atas pembentukan kepribadian generasi yang cemerlang melalui berbagai mekanisme, baik dalam dunia pendidikan maupun luar pendidikan. Hal ini dapat dimulai dengan menerapkan pola asuh pendidikan keluarga yang berlandaskan akidah Islam. Sebab keluarga merupakan gerbang utama bagi pembentukan kepribadian generasi. Para orang tua harus memiliki bekal ilmu agama yang memadai dalam mempersiapkan dan mendidik buah hatinya untuk membentuk generasi yang taat kepada Allah.
Selanjutnya, penguasa menyiapkan sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam. Penyusunan kurikulum pendidikan juga didasarkan pada akidah Islam. Dengan demikian seperangkat turunannya seperti halnya rencana pembelajaran, proses pembelajaran, metode pembelajaran, dsb., dirancang dengan cara pandang Islam.
Kemudian, penguasa dalam menyelenggarakan pendidikan disokong dengan sistem politik ekonomi Islam. Seluruh pembiayaan pendidikan dipungut dari baitulmal, yaitu dari pos fai, pos kharaj, dan pos milkiyyah ‘amah (kepemilikan umum). Pembiayaan tersebut melingkupi fasilitas, infrastruktur, sarana dan prasarana, gaji staf pengajar, tenaga pengajar professional, dan gaji staf pendukung, dll.
Selain itu, penguasa menerapkan sistem sosial masyarakat Islam. Sistem ini menjadi kontrol di tengah-tengah masyarakat. Keluarga yang sudah terbentuk ketaqwaannya dan masyarakat yang sudah terbiasa dengan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar dalam rutinitas kesehariannya. Berikutnya, penguasa menerapkan sistem sanksi yang memberikan efek jera. Hal ini dilakukan untuk menjaga dan mencegah masyarakat dari berbuat kemaksiatan dan tindak perilaku kriminal.
Demikianlah Islam dengan seperangkat aturan didalamnya, telah memberikan gambaran begitu gamblang, bagaimana penguasa bertanggung jawab penuh dengan pembentukan karakter generasi muda yang dipersiapkan untuk mengisi peradaban mulia. Hal ini sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan diteruskan oleh para sahabat. Beliau membangun sebuah tatanan sistem pemerintahan dan pola pendidikan yang didasarkan pada syariat Islam. Sehingga generasi yang lahir menjadi pemimpin besar adalah generasi terbaik yang taat dan berpegang teguh pada aturan Islam dan bertanggungjawab penuh dengan pengurusan umat termasuk mempersiapkan para pemuda dalam pembinaan Islam. Wallahu ‘alam bishowab.
-Maheasi, SE., MM.-
Komunitas Muslimah Arsitek Peradaban
Bogor, 5 November 2022
Posting Komentar