Impor Beras Mensejahterakan Kapitalis
Oleh: Ummu Alvin
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) secara terbuka mengungkapkan alasannya mencetuskan rencana mengimpor beras. Di mana, sebelumnya Buwas mengatakan, Bulog memiliki komitmen stok beras sebanyak 500 ribu ton di luar negeri.
Saat rapat dengar pendapat dengan Eselon I Kementerian Pertanian (Kementan), Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan Direktur Utama Holding Pangan ID Food, Rabu (24/11/2022), Buwas mengungkapkan mendapat penugasan harus memiliki stok beras sebanyak 1,2 juta ton hingga akhir tahun 2022.(CNBC INDONESIA.Com).
Cadangan beras pemerintah yang dikelola oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog hanya mencapai 594.856 ton per 22 November 2022. Jumlah cadangan beras pemerintah atau CBP tersebut jauh di bawah angka ideal minimal sebesar 1,2 juta ton.
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mengatakan bahwa pihaknya sudah berupaya untuk melakukan penyerapan gabah dan beras dari petani dalam negeri. Namun demikian, penyerapan tersebut masih di bawah target.(Katadata.co.id).
Ketua Umum Perkumpulan Penggiling Padi dan Pengusaha Beras atau Perpadi, Sutarto Alimoeso, menuturkan petani saat ini lebih memilih untuk menyimpan berasnya atau menjualnya langsung di sawah dibandingkan dengan menjual berasnya ke Perum Bulog.
"Sekarang petani juga lebih memilih untuk menyimpan. Menyimpan untuk apa? Untuk dijual misalnya saat menjelang lebaran, atau menjelang panen kedua. Umumnya petani sekarang menjual di sawah," ujar Sutarto kepada Katadata.co.id, pada Senin (22/11).Keterbatasan stok menyebabkan pengepul lebih memilih untuk menyimpan berasnya demi menjaga suplai ke rantai pasoknya, dibandingkan kepada Bulog.
Permasalahan yang terjadi di sektor pertanian, baik tentang rendahnya serapan beras oleh Bulog, anjloknya harga gabah, mahalnya pupuk, “tradisi” impor, dan sebagainya, sejatinya hanyalah masalah cabang. Problem utama dari ruwetnya masalah pertanian terletak pada buruknya tata kelola ala kapitalis liberal. Tata kelola tersebut mengakibatkan minimnya kepemilikan lahan, lemahnya pengawasan teknologi, keterbatasan modal, hingga lemahnya posisi tawar dalam penjualan hasil panen para petani.
Selain itu, sistem kapitalisme telah nyata meminggirkan peran negara sebagai pengurus rakyat. Negara hanya diposisikan sebagai regulator, sementara operatornya diserahkan kepada korporasi. Salah satu kebobrokan sistem ekonomi kapitalisme adalah mengizinkan kebebasan pemilikan secara mutlak. Kebebasan ini akhirnya menciptakan kapitalisasi korporasi pangan yang terus menyebar di setiap sudut negeri ini. Tata kelola ala kapitalis inilah yang mengakibatkan terjadinya ketimpangan kepemilikan aset, pengawasan rantai produksi, distribusi pangan, hingga kendali harga pangan oleh para korporasi.
Walhasil pemerintah yang seharusnya berperan sebagai pengendali, justru ibarat wasit yang tetap condong pada korporasi. Contohnya, saat ini petani masih sebatas berangan-angan untuk memperoleh akses terhadap sarana produksi pertanian yang murah dan berkualitas. Sementara terkait pengadaan benih, pupuk, pestisida, serta lainnya masih dalam dominasi korporasi. Paradigma dan konsep batil kapitalisme harusnya dicampakkan jika ingin menyelesaikan sengkarut pertanian. Kemudian menggantinya dengan paradigma Islam
Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (urusan rakyatnya) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya” ( HR. Muslim dan Ahmad).
Islam datang menjadi solusi atas setiap permasalahan yang menimpa manusia, termasuk dalam sektor pertanian. Sistem sahih ini memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh sistem kapitalisme. Dalam prinsip ekonomi Islam, produktivitas seluruh kegiatan pertanian yang legal atau sesuai syariat telah diakui oleh Islam, baik produk barang maupun jasa.Dalam Islam, kebijakan apa pun yang terkait dengan sektor pertanian wajib berada dalam tanggung jawab negara, mulai dari hulu hingga hilir.
Dengan aturan yang berasal dari syariat Islam, produk pertanian dalam negeri akan mencukupi kebutuhan seluruh rakyat. Para petani pun tidak perlu khawatir akan anjloknya hasil pertanian karena negara bertanggung jawab penuh terhadap nasib mereka. Lebih dari itu, pengaturan pertanian berdasarkan syariat Islam di bawah sistem politik Khilafah, akan mewujudkan ketahanan pangan sekaligus kesejahteraan rakyat,dan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a'lam bish shawwab.
Posting Komentar