Keberanian Rusia Dalam Melawan Gerak LGBT. Bagaimana Dengan Indonesia?
Oleh: Eny Rf (Asal: Bogor )
Presiden Vladimir Putin telah resmi melarang propaganda LGBT di Rusia. Dan ini tidak main-main dilakukan oleh Rusia dengan tegas memberikan sanksi demi menjaga moralitas rakyatnya dengan hukuman kurungan atau denda.
Larangan propaganda berlaku bagi orang dewasa hingga anak-anak. Baik melalui online, film, buku, iklan, atau di depan umum dapat dikenakan denda yang berat.
Hukuman denda maksimal mencapai sekitar Rp 25 juta bagi pribadi hingga Rp 258 juta bagi perusahaan. Bagaimana dengan Indonesia? Keberadaan LGBT semakin berkembang pesat dan semakin tidak malu lagi menunjukkan eksistensinya, bahkan di daerah terpencil pun komunitas ini ada.
Gerakan LGBT semakin masif ingin mendapatkan legalitas dan pengakuan, berbagai upaya mereka lakukan agar diakui di seluruh dunia dan agenda besarnya adalah melegalkan perkawinan sejenis. Mulai dari kampanye, propaganda, mereka adakan. LGBT tidak sekedar penyimpangan perilaku terapi sudah menjelma menjadi gerakan internasional yang terstruktur dan sistematis.
Kucuran dana sebesar 8 juta dolar AS. Dan mendapatkan dukungan dari puluhan korporasi multinasional maka wajar saja komunitas ini makin di atas angin dan tidak lagi malu mempublikasikan orientasi seksualnya di ruang publik dan menuntut haknya dengan mengatasnamakan HAM.
Baru-baru ini Jessica Stern, utusan khusus AS di bidang L687QI+ berencana datang ke Indonesia. MUI dan sejumlah ormas Islam serta masyarakat melakukan penolakan atas rencana kedatangan tersebut.
Sudah seharusnya dan sepantasnya Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim mengacu pada hukum Islam, terlebih Islam merupakan agama mayoritas penduduknya. Sayang seribu sayang pemimpin sekuler hari ini justru termakan narasi “mayoritas melindungi minoritas” yang menuntut agar L687 dapat diterima dan dihormati haknya sebagai manusia.
Dan tidak bertaji dalam menghadapi gerakan LGBT bahkan terkesan melindungi keberadaannya dengan tidak memberikan sanksi yang tegas kepada pelakunya sebagai tindak kriminal.
Semua itu efek dari diterapkannya ideologi kapitalisme, dengan menjauhkan aturan agama dari kehidupan sehari-hari atau sekularisme.
Dalam aturan Islam melarang perilaku menyimpang seperti L687. Allah Taala berfirman, “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS Hud: 82—83).
Juga tercantum dalam sabda Nabi saw., “Siapa saja yang engkau dapati mengerjakan perbuatan homoseksual, maka bunuhlah kedua pelakunya.” (HR Abu Dawud 4/158, Ibnu Majah 2/856, At-Tirmizi 4/57, dan Darru Quthni 3/124).
Secara gamblang Islam secara tegas melarang perbuatan LGBT dan memberi sanksi keras atas perbuatan tersebut. Sehingga akan menimbulkan efek jera.
Dalam hukum buatan manusia, perilaku menyimpang masih bisa mendapat celah dengan dalih kemanusiaan atau HAM karena dalam sistem sekuler, agama tidak menjadi acuan bernegara.
Walhasil, hukum yang dihasilkan dapat dikompromikan sekalipun bertentangan dengan aturanNya. Padahal aturan diciptakan bertujuan untuk memberi kemaslahatan dan menghindari kemudaratan. Ini berarti aturan dan hukum yang Allah tetapkan untuk kemaslahatan umat itu sendiri.
Sehingga generasi akan terselamatkan.
Wallahu'alam
Posting Komentar