Pemberantasan Kekerasan Terhadap Perempuan Tak Cukup Dengan Peringatan Dan Kampanye 16HKTP
Oleh: Rifdhatul 'Anam
Pemerintah dalam Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengadilan Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta, menggelar kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (HKATPA). Upaya tersebut dilakukan untuk mewujudkan ruang aman bagi perempuan dan anak.
Momen 16 hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan ditetapkan secara global mulai tanggal 25 November sampai 10 Desember. Tanggal 25 dipilih karena sebagai bentuk penghormatan kepada mirabel bersaudara, pegiat HAM yang tewas dibunuh (femisida) karena melawan politik dan menggugat kediktatoran rezim Rafael Trujillo di Republik Dominika pada tahun 1960.
Komnas perempuan mendefinisikan femisida itu sendiri berarti pembunuh terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya dan berlapis, yang didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa, serta kepuasan sadistik.
Kampanye di Indonesia telah berlangsung sejak 2001, berarti sudah lebih dari 20 tahun hal ini dilakukan, namun kekerasan terhadap perempuan terus saja terjadi malah semakin menjadi. Bahkan ketika UU TPKS sudah disahkan, tetapi tetap tidak bisa menyelesaikan permasalahan ini. Sistem sanksi yang diterapkan dalam UU TPKS tidak memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan.
Banyaknya permasalahan yang terjadi karena ketimpangan relasi gender antara laki-laki dan perempuan. Ide kesetaraan gender ini dapat membawa perempuan dalam penderitaan yang makin nyata. begitu pun halnya dengan HAM yang selalu di junjung tinggi untuk mendapat kebebasan bertindak.
Seperti contoh kasus yang terjadi di Sumatra Utara, seorang suami tega membunuh dan memutilasi istrinya sendiri, lantaran sakit hati karena perlakuan sang istri yang kerap berucap kasar. (TVOne.com)
Sederetan kasus kekerasan ini, seolah menjadi watak masyarakat yang hidup dalam sistem sekuler kapitalisme. Mereka menjadikan kekerasan sebagai solusi mengatasi persoalan, akibat dari tekanan hidup seperti himpitan ekonomi. Inilah buah dari sistem yang diterapkan saat ini yaitu sistem sekuler kapitalisme.
Diskriminasi yang menimpa perempuan dan anak seharusnya menjadi perhatian khusus dari pemerintah, karena hal ini dapat mengancam peradaban bangsa. Persoalan ini jelas membutuhkan solusi tuntas yang menyentuh akar persoalan. Apalagi regulasi pun ternyata tak bergigi .
Solusi yang tuntas hanya ada pada Islam. Islam dapat mengubah cara pandang yang salah terhadap kehidupan, yang menjadikan akidah Islam sebagai asas dan dunia adalah tempat beramal yang nantinya akan dimintai pertanggung jawaban.
Allah SWT berfirman:
"Dan barang siapa taat kepada Allah dan rasul Nya, serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada Nya, mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan".
(QS. An nur 52)
Hal ini juga membutuhkan peran penting dari negara yang menerapkan hukum-hukum Allah dengan sempurna, karena akan menjadi jaminan kebaikan dunia dan akhirat.
Wallahu'alam bishawab.
Posting Komentar