Ironi Peringatan Hari Ibu: Pemberdayaan Perempuan Dalam Pusaran Eksploitasi Kapitalisme
Peringatan Hari Ibu tahun ini tema utama PHI ke-94 adalah “Perempuan Berdaya Indonesia Maju”. Selain tema utama, diterapkan pula sub-sub tema untuk mendukung tema utama yang dimaksud. Semuanya mengarah kepada pemberdayaan ekonomi. Hal ini karena perempuan dianggap sebagai backbone atau tulang punggung perekonomian keluarga juga negara.
Pakar Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadja Mada, Poppy Ismalina menyebut data mengonfirmasi bahwa perempuan berperan besar dalam perekonomian. Karena itulah seharusnya perempuan menjadi faktor terpenting dalam penyusunan dan penerapan kebijakan terkait krisis yang terjadi. Posisi perempuan sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia, dikonfirmasi oleh data. Poppy memaparkan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah penyokong utama perekonomian Indonesia dengan peran 99,99 persen, sementara usaha besar hanya berperan 0,01 persen. Kontribusinya UMKM bagi product domestic bruto mencapai 60,5 persen dan menjadi sektor utama penyerapan tenaga kerja. Sebanyak 60 persen UMKM dikelola oleh perempuan.
Perempuan dikatakan sebagai backbone atau tulang punggung perekonomian negara, sebab perempuan dinilai cukup signifikan dalam menghidupkan masyarakat Indonesia. Produk yang dihasilkan oleh usaha mikro kecil adalah produk dengan harga terjangkau yang 80 persen orientasnya adalah domistik. Artinya, produk-produk yang dihasilkan perempuan sebenarnya menjadi sumber pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia, terutama Masyarakat yang berada pada garis kemiskinan. (VoaIndonesi.id 17/12/2022).
Pusaran Eksploitasi Kapitalisme
Ketika sistem kapitalisme merasa gagal memberikan kesejahteraan, disitulah kapitalisme membuat program pemberdayaan terhadap perempuan. Tujuannya agar perempuan tidak melulu menengadahkan tangan meminta nafkah kepada kaum laki-laki, entah itu suaminya ataupun ayahnya. Kapitalisme berdalih jika perempuan bekerja, akan ada tambahan pendapatan yang bisa meningkatkan kesejahteraan kaum perempuan. Hal ini yang membuat perempuan berada dalam pusaran eksploitasi kapitalisme.
Ketika kapitalisme merasa gagal mengentaskan kemiskinan, disitulah kapitalisme merumuskan sebuah program pemberdayaan dengan melibatkan kaum perempuan bekerja. Iming-iming sebagai pelaku ekonomi usaha makro dan mikro. Dibuatlah slogan yang seolah memuji potensi dan peran perempuan dalam dunia kerja seperti “Perempuan Berdaya Indonesia Maju”. Mantra tipuan yang sengaja dihembuskan demi melanggengkan hegemoni kapitalisme yang gagal memberi solusi bagi problem perempuan. Kapitalisme yang berulah menciptakan kesenjangan sosial serta garis kemiskinan, namun mengapa kaum perempuan yang harus membereskan kekacauan ideologi ini ?
Pelibatan perempuan dalam partisipasi kerja sejatinya adalah bentuk eksploitasi pada perempuan. Tenaganya diperas, perannya sebagai Ummun wa Robbatul Baiti (seorang ibu sekaligus manager rumah tangga), Madrasatul 'Ulaa (sekolah pertama), Ummu Ajyal (Ibu Generasi) di pangkas. Negara yang seharusnya memberikan pemenuhan kebutuhan dasar justru menjadikan perempuan sebagai tameng dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Islam Solusi Tuntas
Fenomena eksploitasi tidak akan terjadi jika Islam yang dijadikan sebagai ideologi serta mengambilnya sebagai aturan, akidah Islam akan melekat erat dalam diri setiap individu. Dalam Islam, perempuan yang dihempit problem ekonomi namun tidak memiliki wali dalam memberi nafkah maka negara (khilafah) bertugas menjamin kelangsungan hidupnya. Dana yang digunakan negara dalam memberi pelayanan terhadap rakyatnya diambil dari Baitul Mal. Kas Baitul Mal diperoleh dari pengelolaan SDA, pengelolaan SDA yang baik dan benar oleh negara akan meningkatkan kualitas sistem ekonomi negara.
Selain itu, Islam juga menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki yang tidak memiliki pekerjaan. Sehingga tidak ada lagi alasan untuk mengeksploitasi perempuan sebagai pekerja dengan iming-iming pemberdayaan. Islam sangat bertolak belakang dengan kapitalisme yang memandang perempuan sebagai subjek dan komoditas perdagangan, Islam hadir untuk memuliakan perempuan. Sebab dalam Islam, menjadikan perempuan sebagai subjek dan komoditas perdagangan adalah suatu hal yang sangat Allah murkai. Mengapa demikian, pasalnya asas perbuatan dalam Islam bukanlah untung rugi melainkan hukum syariat. Artinya, setiap perbuatan yang jelas haram hukumnya wajib ditinggalkan meski memberi banyak keuntungan, sebab tujuan hidup kita yakni meraup Ridho Ilahi.
Dalam prespektif Islam, perempuan muslimah memiliki kedudukan yang tinggi serta memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan kaum muslim, di mana perempuan muslimah dapat menjadi Ummun wa Robbatul Baiti, Madrasatul 'Ulaa serta Ummu Ajyal. Sehingga negara wajib memaksimalkan peran perempuan dengan memastikan semua syariat yang berkaitan dengan perempuan dan keluarga akan ditegakkan. Semua itu hanya bisa terjadi jika negara menjadikan Islam sebagai ideologinya..
Wallahu'alam Bisshawab..
Oleh: Sartika - Tim Pena Ideologis Maros
Posting Komentar