Tarif PDAM Naik Rakyat Makin Terbebani
Oleh: Fahriiva (Aliansi Penulis Rindu Islam)
Perusahaan air minum daerah (PDAM) surabaya, jawa timur bakal menaikkan tarif mulai akhir tahun ini, atau paling lambat awal 2023. Direktur utama PDAM surya sembada surabaya Arif Wisnu cahyono mengatakan, pihaknya telah menyampaikan rencana kenaikan ini kepada wali kota surabaya Eri Cahyadi. Surat permohonan kenain tarif PDAM sudah dimeja wali kota, ujarnya dikutip dari CNN indonesia (12/10/2022).
Kenaikan tarif PDAM juga terjadi di Indramayu, para perempuan di Indramayu juga menolak rencana kenaikan tarif air bersih Perumdam Tirta Darma Ayu kabupaten Indramayu. Selain memberatkan, wacana kenaikan tarif dikritisi karena pelayanan yang belum maksimal. Penolakan itu disampaikan kepada para wakil rakyat dalam audensi di gedung DPRD Indramayu salah seorang perempuan asal desa Krasak Kecamatan Jatibarang, Lili Marlina(34), mengatakan rencana kenaikan tarif PDAM sebesar 30 persen sangat memberatkan. Apalagi, perempuan yang sehari-hari berjualan rumbah (pecel) itu baru bangkit setelah terpuruk akibat pandemi covid-19. Sekarang malah dihadapkan pada rencana kenaikan tarif PDAM, ujar lili (Republika.id 27/1/2023).
Indonesia adalah negeri bahari. Sebagian besar wilayahnya adalah perairan. Air, merupakan sumber kehidupan serta dapat ditemui dimana saja, mulai dari air hujan yang turun dari langit, ada juga air yang muncul dari tanah, ada yang berasal dari pegunungan, dan ada juga air sungai yang mengalir melewati banyak daerah.
Namun siapa sangka, untuk mendapatkan air sebagai kebutuhan sehari-hari, masyarakat harus mengeluarkan uang yang cukup mahal untuk bisa disalurkan ke rumah-rumah mereka. Di sisi lain, harga kebutuhan pokok semakin mahal, menjadikan beban masyarakat semakin berat. Padahal air adalah kebutuhan pokok setiap individu yang seharusnya dijamin oleh negara, tapi nyatanya rakyat harus membayar.
Saat ini kita tinggal di negeri yang menerapkan kapitalisme. Sistem ini melegalkan liberalisasi sumber daya alam, yang sejatinya milik umum. Konsekuensi liberalisasi ini adalah adanya komersialisasi. Ini menjadikan kekayaan umum yang sejatinya milik umum, yang seharusnya bisa dinikmati oleh rakyat secara gratis, justru dijadikan ladang bisnis. Cara seperti inilah yang digunakan oleh penguasa kapitalis ketika melayani kebutuhan rakyatnya.
Namun dalam kondisi seperti ini, penguasa kapitalis tidak berkutik didepan para swasta pemilik modal. Bahkan, seandainya dikelola oleh negara, akan ada kerja sama dengan swasta sehingga dari sisi pelayanan yang diberikan menganut prinsip untung rugi, karena negara juga butuh pemasukan anggaran. hal ini menjadikan negara tidak ada bedanya dengan pihak swasta yang sama-sama menginginkan keuntungan. Akhirnya tugas negara sebagai pelayan publik yang seharusnya didasari atas prinsip jaminan sosial yang gratis, justru diperjual belikan dengan prinsip bisnis. Maka tidak heran, air yang notabennya sumber daya alam yang seharusnya bisa dinikmati masyarakat secara gratis, justru berbayar.
Ini sungguh jauh berbeda dengan apa yang diterapkan dalam sistem Islam (khilafah). Dalam pandangan Islam, kekayaan alam adalah harta milik umum. Rasulullah SAW bersabda "3 hal yang tidak boleh dimonopoli, air, rumput,dan api" (HR. Ibnu majah).
Terkait kepemilikan umum, Imam At-Thirmidzi juga meriwayatkan hadist dari Abyadh Bin Hammal. "Abyadh pernah meminta izin untuk mengelola tambang garam, kemudian Rasulullah saw menyetujui hal itu. lalu, Rasulullah saw dingatkan oleh salah seorang sahabat. Wahai Rasulullah, tahukah anda, apa yang telah anda berikan kepada dia? Sungguh anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir(mau Al-Iddu)" ( HR at-bukhori).
Rasul SAW kemudian bersabda "Ambil kembali tambang tersebut dari dia" (HR at-tirmidzi). Mau Al-Iddu adalah air yang jumlahnya berlimpah, sehingga mengalir terus menerus.
Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani memberi penjelasan terkait hal ini. Ketika Nabi SAW mengetahui bahwa tambang tersebut laksana air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mata air dan air bor, maka beliau mencabut kembali pemberian beliau. Ini Karena dalam Sunnah Rasulullah SAW masalah padang, api dan air adalah hal yang manusia bersekutu dalam masalah tersebut. Karena itu beliau melarang siapapun untuk memiliknya.
Demikianlah cara ekonomi Islam dalam mengelola kekayaan milik umum. Ada dua prinsip di dalamnya. Pertama, tidak boleh ada privatisasi, dan yang kedua, jumlah SDA itu sangat besar. Maka, kekayaan sumber daya alam (SDA) dikelola negara, dan hasilnya harus diberikan kepada masyarakat seluruhnya.
Terkait pemanfatannya SDA, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Nidzam Ithishodiyah dan Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Al Amwal Fi Daulah, menjelaskan ada dua kelompok kekayaan alam:
1. Kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh negara, contohnya seperti, sungai, laut, padang rumput, sumber air dan sejenisnya. Dalam hal ini khalifah hanya mengatur dan mengawasi pemanfaatannya, agar bisa dinikmati oleh seluruh warga dan tidak menimbulkan kemudhorotan (bahaya). Maka dalam sistem Khilafah, PDAM bisa menjadi gratis dinikmati, Karena air termasuk dalam kelompok ini.
2. Kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat, contohnya seperti, tambang emas, perak, batu bara, minyak bumi dan sejenisnya. Agar hasilnya bisa dinikmati, diperlukan proses eksplorasi, tenaga ahli, dan alat-alat canggih. Maka pengelolaan jenis kedua ini dibebankan kepada negara, dan hasilnya diberikan kepada rakyat, baik diberikan secara langsung dalam bentuk subsidi, atau secara tidak langsung dengan memberikan jaminan kebutuhan publik, seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan secara gratis.
Wallahu alam bisshawab
Posting Komentar