Kemiskinan Akar Masalah Generasi Penyakitan
Oleh: Umji (Pemerhati sosial)
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) di tahun 2023 pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1) melalui Kementerian Kesehatan mengumumkan bahwa pravelensi angka penurunan stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Budi Gunadi Sadikin selaku Menteri Kesehatan (Menkes) untuk di tahun 2023 angka pravelensi stunting, setidaknya turun menjadi 17%.(sehatnegeriku.kemkes.go.id)
Berbagai upaya pemerintah pun dilakukan untuk mengejar penurunan angka stunting di Indonesia. Di level daerah seperti Kabupaten Bekasi, permasalahan stunting masih menjadi problem akut, menanti untuk diselesaikan oleh pemerintah setempat yang berkomitmen menurunkan angka stunting anak di tahun 2023 ini. Pemerintah kota Bekasi di bawah plt walikota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono mengatakan akan melibatkan organisasi perangkat daerah (OPD) untuk menurunkan angka stunting telah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. (TRIBUNBEKASI.COM, BEKASI SELATAN).
Jika di tahun 2022 kasus stunting terjadi di 26 kelurahan di Bekasi dengan jumlah penurunan angka stunting 5,6% lebih rendah dari pravelensi target RJPMD yaitu 9,8%. Namun tahun ini sebarannya bertambah di 46 kelurahan di Bekasi artinya jumlah angka stunting kembali mengalami kenaikan.
Apa itu stunting?
Stunting adalah proses gagal tumbuh kembang anak (otak dan tubuh anak) akibat kekurangan gizi. Ada beberapa penyebab terjadinya stunting. Pertama, selama masa kehamilan si ibu mengalami masalah kesehatan. Kedua, kurangnya asupan gizi di awal kehidupan dan balita karena adanya kesalahan pola pengasuhan.
Untuk menekan angka stunting pemerintah melakukan serangkaian program-program bantuan seperti pemberian suplemen gizi berupa tablet tambah darah (TTD). TTD ini dengan target ibu menyusui dengan promosi dan konseling menyusui serta pemberian makanan-makanan bergizi pada bayi dan anak (PMBA).
Patut disayangkan solusi-solusi yang ditawarkan tersebut belum sampai menyentuh pada permasalahan akar. Padahal permasalahan stunting sangatlah erat kaitannya dengan masalah kemiskinan sehingga anak-anak yang sejatinya sebagai generasi peradaban mendapat pemenuhan gizi yang layak justru menjadi generasi penyakitan.
Kemiskinan yang terjadi di negeri ini tidak bisa dilepaskan pada problem sistemik. Badai PHK terjadi di mana-mana, tidak tersedianya lapangan pekerjaan. Bahkan dari pekerjaan yang ada rakyat mati-matian mendapatkan pendapatan yang jumlahnya tak seberapa. Wajar jika banyak anak-anak pemenuhan gizinya terabaikan.
Disisi lain Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah harusnya bisa dikelola dengan baik oleh negara nyatanya rakyat hanya bisa menikmati sisa-sisa atau limbah dari sumber daya yang berhasil dieksploitasi oleh swasta karena kebijakan-kebijakan penguasa yang senantiasa pro terhadap asing. Sehingga kekayaan alam hanya dikuasai oleh segelintir orang saja. Siapa yang tak ingin makan makanan yang bergizi? Bagi rakyat kecil makanan bergizi merupakan sesuatu hal yang mewah.
Sistem kapitalis yang membelenggu negeri ini sangat mempengaruhi cara pandang di segala bidang kehidupan politik, perekonomian, kesehatan, pendidikan, sosial, dan budaya. Sehingga menyebabkan hilangnya fungsi negara sebagai pemberi jaminan kesejahteraan kepada rakyat secara individu per individu bersifat mutlak tanpa terkecuali. Hari ini rakyat dianggap sebagai beban negara tentu sikap ini pernah dilontarkan oleh Deputi Bappenas bahwa stunting membebani APBN yang menyebabkan potensi kerugian domestik sebesar 2-3% atau setara Rp 390 triliun per tahun.
Solusi Mengatasi Stunting
Mengatasi dan mencegah stunting tidak bisa diubah hanya dengan melakukan program-program bantuan saja. Akan tetapi, harus merubah solusi secara mengakar. Negara harus memberikan jaminan kesejahteraan baik berupa pangan, sandang dan papan. Kesehatan, pendidikan dan keamanan rakyatnya. Sebab negara melalui Khalifah sebagai penanggungjawab atas rakyatnya dengan menerapkan Islam Kaffah. Negara akan memberlakukan beberapa mekanisme bahwa laki-laki memiliki kewajiban untuk mencari nafkah dalam rangka memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya di dukung sistem jaminan pendidikan, kesehatan dan keamanan yang murah bahkan gratis. Selain itu negara mesti menyediakan lapangan pekerjaan dengan mengelola SDA secara mandiri tanpa sedikit pun melibatkan asing sehingga lapangan pekerjaan akan tersedia di banyak lini mulai dari tenaga ahli dan tenaga terampil. Mekanisme selanjutnya negara akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif dengan proses administrasi yang mudah dan tidak berbelit-belit.
Dalam Islam terdapat Baitul Maal sebagai kas negara yang akan di pergunakan untuk menanggung warga negara apabila tidak memiliki ahli waris dan tidak mampu. Tidak ada istilah jika rakyat sebagai beban negara apalagi membebani APBN sebab negara akan menjadikan pengelolaan umum seperti SDA, tambang batu bara, gas, nikel, dsb. Pengelolaan kharaj, fa'i, ghanimah, jizyah dan usyur sebagai sumber pendanaan Baitul Maal.
Kewajiban zakat bagi setiap muslim yang bersifat tauqifi akan disalurkan oleh negara sesuai kebutuhan bagi 8 asnaf sebagaimana ditentukan dalam Al. Qur'an. Sumber pendanaan lainnya untuk Baitul Maal adalah infaq, wakaf, sedekah, hadiah, harta haram orang yang murtad, harta haram penguasa (ghulul), dharibah, dsb digunakan untuk menjamin keberlangsungan gizi bagi ibu/perempuan selama hamil dan menyusui.
Tidak ada solusi lain membebaskan generasi bangsa ini dari penyakitan yaitu stunting. Kecuali dengan menerapkan Islam sebagai satu-satunya kebijakan. Wallahu'alam bishawab.
Posting Komentar