Persoalan Sampah dan Banjir Kian Pilu, Negara Butuh Solusi Jitu
Oleh: Syifa Islamiati
Penamabda.com Ruwet. Satu kata yang menggambarkan betapa negara kita saat ini terlalu banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Di antaranya masalah sampah dan banjir yang terus terjadi, tetapi tak kunjung mendapatkan penanganan sesegera mungkin dari pemerintah.
Seperti belum lama ini viral warga dari Pamulang, Tangerang Selatan, Windi, mengeluhkan bau sampah yang begitu menyengat dari tempat pembuangan sampah di dekat tol Pondok Cabe-Cinere. Tumpukan sampah tersebut menjadi sarang lalat dan membuat warga sekitar menjadi tidak nyaman (Detiknews.com, 15/3/2023). Masih berkaitan dengan masalah sampah, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB) menyayangkan minimnya armada pengangkut sampah. Jumlah armada yang tersedia masih jauh dari yang dibutuhkan. (detikJabar.com, 27/3/2023)
Tidak jauh berbeda, persoalan banjir yang tak kunjung mendapat solusi pun terus berulang. Belum lama ini banjir juga menggenangi beberapa desa di kabupaten Bekasi, Jawa Barat (liputan6.com, 8/3/2023). Baru-baru ini banjir bandang juga melanda dua desa di kecamatan Madapangga, NTB, yaitu desa Ncangu dan desa Monggo (detikBali.com, 27/3/2023). Hujan deras juga mengguyur Kota Kediri yang menyebabkan banjir terjadi di beberapa titik di Kota Kediri. (detikJatim, 27/3/2023)
Persoalan sampah dan banjir ini tidak dapat dianggap sepele. Semakin lambat penanganannya maka semakin banyak dampak yang ditimbulkan. Dan warga sekitarlah yang terkena dampaknya secara langsung. Akibat sampah yang menumpuk, menjadi sarang lalat dan berterbangan di sekitar pemukiman warga, tidak sedikit warga yang terserang diare dan saluran pernafasan karena polusi udara yang juga ikut tercemar.
Dampak banjir juga tidak kalah mengkhawatirkan. Warga yang rumahnya terendam banjir terpaksa harus mengungsi sementara dan meninggalkan rumahnya. Warga dan anak-anakpun tidak sedikit yang terkena penyakit kulit, seperti gatal-gatal, cacar, kutu air dan seterusnya.
Itu hanya sebagian kecil dampak buruk yang terlihat akibat penanganan sampah dan banjir yang tidak diselesaikan secara cepat dan tuntas. Jika hal tersebut masih dan terus dianggap sepele, tidak menutup kemungkinan dampak yang lebih besar bisa terjadi. Padahal kejadiannya terus berulang, seharusnya pemerintah sudah menemukan solusi bagaimana meminimalisir terjadinya penumpukan sampah dan bencana banjir.
Tetapi pada faktanya, saat ini para penguasa hanya memberikan solusi yang bersifat sementara, tidak permanen. Sebatas menyediakan fasilitas tempat pengelolaan sampah landfill mining dan Refused-Derived Fuel (RDF) Plant di TPST Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. Dan itupun belum diresmikan hingga saat ini (detiknews.com, 21/3/2023). Solusi lain yaitu sampah yang dihasilkan ada yang diambil pengepul, pengomposan, magot, bank sampah, sisanya lagi dibakar dan dikubur oleh warga. (detikJabar, 27/3/2023)
Untuk masalah banjir, solusi yang diberikan penguasa hanya sebatas dibuatkan sodetan-sodetan agar ketika terjadi hujan lebat air dapat lebih cepat masuk ke sungai. Serta akan ada beberapa saluran yang diperbaiki, khususnya pada daerah-daerah rawan banjir. Pun hanya dengan membersihkan aliran air yang tersumbat, mempercepat air surut dengan pompa, dan pembuatan tanggul dari karung. (detikJatim.com, 27/3/2023)
Selain itu, tata ruang yang ada, yakni di daerah aliran sungai Citarum dan Barito banyak ditemukan pelanggaran. Kedua daerah aliran sungai tersebut memiliki resiko bahaya bencana banjir dan longsor tertinggi di Indonesia. Sehingga pengendalian dan penertiban aturan tata ruangpun masih dianggap tumpul (kompas.id, 24/2/2023)
Itulah sebabnya banjir dan penumpukan sampah terus berulang. Karena solusi yang diberikan penguasa tidak bertahan lama. Inilah akibat diadopsinya sistem sekuler kapitalis, para penguasa hanya mementingkan kepentingan sebagian orang (para pemilik modal) saja. Tidak memikirkan nasib rakyat yang seharusnya menjadi fokus utama.
Karena penguasa di era kapitalis ini hanya memikirkan untung dan rugi. Penanganan sampah dan banjir, jika diselesaikan secara tuntas jelas membutuhkan anggaran yang cukup besar. Sedangkan dana yang ada saat ini hanya difokuskan untuk membangun infrastruktur yang sifatnya tidak urgent bagi rakyat kecil.
Berbeda dengan Islam, kemaslahatan umat justru menjadi fokus utama negara. Islam sangat memperhatikan kelestarian lingkungan. Maka setiap manusia akan diwajibkan menjaga lingkungan sesuai dengan tuntunan syariat. "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya…”(QS. Al-A’raf:56).
Rasulullah SAW pun senantiasa mengingatkan para sahabat untuk selalu menjaga lingkungan. Saat hendak melakukan perang, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabatnya agar tidak menebangi pohon dan merusak lingkungan. Firman Allah SWT: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia...” (QS Ar-Ruum: 41).
Maka penanganan sampah dan banjir ini tidak akan pernah terselesaikan jika hanya fokus pada individunya saja. Butuh peran negara dalam membangun paradigma keimanan untuk menangani masalah sampah yang juga akan berdampak terjadinya banjir. Sudah saatnya sistem kapitalis ini digantikan dengan sistem Islam. Dengan Islam, lingkungan bersih dan indah, masyarakat pun sehat dan sejahtera. Allahu akbar.
Posting Komentar