Mengentaskan Kemiskinan Ekstrem Hingga Nol Persen di Sistem Kapitalisme: Yakin Bisa?
Oleh: Syifa Islamiati
Akhir-akhir ini banyak diperbincangkan mengenai kemiskinan ekstrem yang tengah terjadi di negeri ini. Sebenarnya kemiskinan ekstrem itu yang seperti apa? Berdasarkan Wikipedia, kemiskinan esktrem merupakan kemiskinan yang didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan primernya seperti makanan, air minum bersih, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan informasi.
Saat ini para penguasa tengah melakukan upaya Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2022, kondisi kemiskinan ekstrem di negeri ini mencapai angka 2,04%. Sementara dilihat dari data World Bank, angka kemiskinan ekstrem berkisar sebesar 1,5%. Presiden RI Joko Widodo menargetkan kemiskinan ekstrem mendekati 0 persen pada tahun 2024 dan telah mengeluarkan landasan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Usai menghadiri Rapat Kerja Nasional III PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pengentasan kemiskinan ekstrem ini telah direncakan. Tahun 2024 kemiskinan ekstrem harus berada pada posisi 0%. Meskipun sempat terkendala Covid-19 selama kurang lebih 2,5 tahun, tetapi yakin angka kemiskinan ekstrem akan turun drastis pada 2024. (CNBCIndonesia.com, 6/6/2023)
Menurut hitungan Bank Dunia, tingkat kemiskinan di Indonesia tidak pernah stabil, dari tahun ke tahun selalu mengalami naik turun. Setidaknya ada 13 juta warga Indonesia yang berpenghasilan menengah ke bawah turun kelas menjadi kelompok miskin berdasarkan PPP 2017. Jumlah warga miskin Indonesia meningkat menjadi 67 juta dari 54 juta menurut PPP 2011. (CNBC Indonesia, 10/5/2023)
Di antara penyebab terjadinya kemiskinan ekstrem yang melanda negeri ini yaitu adanya ketimpangan sosial antara si kaya dan si miskin. Yang kaya semakin kaya, sedangkan yang miskin semakin merana. Kok, bisa? Tentu bisa. Sebab, akar dari masalah ini yakni sistem kehidupan yang diterapkan adalah sistem kapitalisme, sistem buatan manusia.
Sistem ini hanya mementingkan kepentingan segelintir orang saja. Sedangkan rakyat biasa tidak lagi menjadi prioritas. Negara yang seharusnya bertugas meriayah rakyatnya dengan baik, memenuhi segala kebutuhan pokok rakyatnya, memerhatikan kesehatan dan pendidikan rakyatnya. Akan tetapi faktanya justru seolah malah lepas tangan, tidak peduli dengan kondisi yang tengah menyerang rakyatnya, seperti kemiskinan ekstrem inilah salah satunya.
Kemiskinan ekstrem ini secara nyata telah berdampak pada semua kalangan, termasuk generasi. Diyakini bahwa generasi merupakan agen perubahan masa depan, calon pemimpin bangsa, maka sudah seharusnyalah generasi hari ini mendapatkan pendidikan yang layak, berkualitas agar tercipta generasi mustanir sesuai harapan bangsa.
Tetapi apalah daya, di sistem kapitalis ini justru generasi sulit mendapatkan pendidikan yang layak dikarenakan semua serba berbayar. Bagi mereka yang kaya mungkin bisa, tapi bagaimana dengan mereka yang miskin? Apa lagi yang tergolong miskin ekstrem. Jangankan untuk biaya pendidikan, untuk sekedar makan saja mereka tidak mampu memenuhinya.
Sedangkan solusi yang diberikan para penguasa terbukti hanya bersifat parsial, tidak solutif. Di antaranya memberikan dana bansos, mengadakan pemberdayaan masyarakat dan membangun infrastruktur untuk mencegah stunting seperti menyediakan sanitasi yang layak, air bersih dan sebagainya. Solusi-solusi ini hanya memberikan dampak sementara.
Misalnya saja rakyat tidak punya bahan makanan, diberikanlah bantuan bansos. Bansos ini tidak akan menyelesaikan hingga akar permasalahan mereka. Ketika bansosnya habis, kemudian mereka harus mencukupi kebutuhan dengan apa? Begitu juga pembangunan infrastruktur, jika lapangan pekerjaan sulit mau sebagus apapun infrastrukturnya, masyarakat juga akan sulit menikmatinya. Untuk mencegah stunting, ada pendataan kemudian diberikan makanan bergizi atau bantuan setiap periode, ini juga tidak bisa menyelesaikan masalah. Kebutuhan makanan bergizi tidak hanya di waktu-waktu tertentu saja, setiap waktu mereka harusnya bisa mengakses kebutuhan makanan yang layak dan bergizi.
Padahal jika negara mau mengelola dan melayani dengan baik, misalnya saja SDA yang melimpah di negeri ini sejatinya bisa mencukupi kebutuhan primer, sekunder dan tersier seluruh rakyat tanpa terkecuali. Sayangnya, di sistem kapitalis, itu semua hanya ilusi. Nyatanya, SDA yang ada sekarang ini malah banyak dikuasai oleh swasta dan asing. Sedangkan rakyat hanya bisa gigit jari. Kalau pun mereka bisa ikut menikmati itu sekedar remahan yang tak bernilai.
Jelas berbeda dengan sistem Islam jika diterapkan di sebuah negara. Negara akan hadir langsung menangani segala urusan rakyat, menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Sudah begitu, tidak hanya umat muslim, rakyat non muslim pun akan mendapat periayahan yang sama rata sama adilnya dengan takaran hukum syara'. Karena sistem ekonomi yang dipakai tentu saja sistem ekonomi Islam.
Tidak akan ada lagi kepemilikan umum yang dikuasai oleh individu apalagi swasta asing. SDA yang ada akan dikelola oleh negara dengan baik dan hasilnya akan diberikan kepada rakyat secara adil dan merata, sehingga ketimpangan ekonomi tidak akan pernah ada. Dengan begitu, pengentasan kemiskinan ekstrem di sistem Islam bukan hanya sebuah ilusi. Oleh karena itu, beralih kepada sistem Islam merupakan kebutuhan manusia hari ini. Bukan hanya membawa kebaikan di dunia, tetapi juga membawa keberkahan di akhirat kelak. Wallahu'alam.
Posting Komentar