Judi Online Marak, Potret Generasi Sekuler
Oleh: Ummu Utsman
Maraknya kasus judi online dikalangan pengguna media sosial mulai menyita perhatian masyarakat. Tak dipungkiri banyaknya kasus kriminal berawal dari kecanduan judi online. Akibatnya banyak orang yang melihat situasi ini bukan sesuatu yang berbahaya, justru mereka malah merasa senang. Bahkan tak jarang sebagian besar penggunanya berasal dari kelompok anak dan remaja.
Menurut pengamat sosial dari Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati menilai tumbuhnya pengguna judi online karena masih banyaknya orang yang tidak memiliki ketahanan mental kuat di dalam dirinya untuk tidak berjudi. Ia juga mengatakan, kelompok anak dan remaja mudah terpikat karena orang dewasa dan lingkungan di sekitarnya bermain judi online. Sehingga judi ini dinilai tidak dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya.
Faktor lain yang membuat orang tertarik memainkan judi online adalah, karena bisnis tersebut legal di berbagai negara dan mudah diakses. Padahal Kominfo, Kepolisian, dan Pemerintah sudah optimal mencegahnya, namun pendekatan di hilir tidak akan berhasil jika di hulu tidak dicegah. Maka meskipun mengandalkan negara untuk memblokir situs ini, justru yang ada permainan ini akan terus ada sampai kapan pun.
“Judi online merupakan bisnis serius di banyak negara dan legal, apalagi modus utama dari judi online adalah orang dibuat menang dulu,” kata Devie saat dihubungi mediaindonesia.com, Minggu (27/8/2023).
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat penyebaran uang melalui transaksi judi online meningkat tajam. Pada 2021 nilainya mencapai Rp57 triliun dan naik signifikan pada 2022 menjadi Rp81 triliun. Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah mengatakan hal tersebut sangat mengkhawatirkan. Karena kondisi ini, membuat banyak rumah tangga yang rusak. Sebab, penghasilan yang tidak seberapa yang harusnya digunakan untuk kebutuhan, justru dipakai untuk judi online.
“Karena orang lebih banyak waktu di rumah dan berharap sesuatu lebih. Harusnya pendapatan Rp100 ribu keluarga bisa buat beli susu anak, kebanyakan itu dimainkan judi khususnya judi online. Jadi banyak juga rumah tangga yang hancur akibat judi online,” jelasnya. (CNN Indonesia, Sabtu 26/08/2023)
Tidak hanya kalangan masyarakat biasa, bahkan sekelas publik figure juga tersandung kasus judi online. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Adi Vivid Agustiadi di Mabes Polri, akan memanggil artis Wulan Guritno (WG) untuk diklarifikasi soal dugaan mempromosikan situs judi online. Selain Wulan, Adi Vivid mengungkapkan, penyidik juga telah mengantongi sejumlah nama publik figure lainnya yang diduga mempromosikan judi online.
Dalam kesempatan yang sama, Adi Vivid juga mengimbau kepada para publik figure untuk tidak mempromosikan situs-situs judi online. Ia mengatakan, influencer yang turut mempromosikan judi online bisa dikenakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya Pasal 45 Ayat 2 jo Pasal 27 Ayat 2, dengan ancaman enam tahun penjara dan denda sekitar Rp 1 miliar.
“Saya sudah tegas mengatakan ke teman-teman influencer, artis-artis, selebgram untuk stop saat ini juga mempromosikan judi. Ingat bahwa korbannya banyak orang yang jatuh miskin, banyak yang tadinya mohon maaf perempuan yang menjual diri, karena supaya bisa cari uang untuk judi online,” kata Adi Vivid. (Kompas.com, Rabu, 30/08/2023)
Dalam upaya pencegahan judi online, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong menyampaikan pihaknya telah memblokir 846.047 yang memuat konten judi online pada periode 2018 hingga 19 Juli 2023. Pada Januari hingga 17 Juli 2023, Kementerian menerima 1.859 aduan pemanfaatan rekening bank untuk judi online. Selain melakukan pemblokiran terhadap ribuan situs judi online yang mencoba merambah situs Pemerintah, Kementerian Kominfo juga telah memperingatkan pengendali sistem elektronik publik situs-situs Pemerintah untuk meningkatkan sistem pengamanan dan keamanan. (tirto.id, 26/08/2023)
Namun berbagai upaya pencegahan yang dilakukan Pemerintah tetap tidak membuahkan hasil. Justru yang ada, judi online malah terus berkembang, bahkan saat ini menjangkiti remaja dan anak anak. Bila dicermati lebih jauh, makin maraknya kasus judol (judi online) ini dikarenakan sistem sekuler yang diterapkan di negri ini. Sistem sekuler yang berprinsip pemisahan agama dari kehidupan, menjadikan aturan yang ada tidak berlandaskan aturan Allah SWT, melainkan asas kebermanfaatan.
Masyarakat yang hidup di sistem ini merasa tergiur untuk mendapatan harta melimpah dengan instan. Alhasil, judol tidak dilarang dan keberadaannya dianggap biasa karena bisa menghasilkan keuntungan bagi pelakunya.
Sedangkan untuk korban judol yang terus datang dari kalangan anak-anak. Pemerintah hanya mengatakan kerugian dari sisi materi (uang), tetapi tidak berusaha memberikan tindakan preventif dan kuratif secara sistemis. Tindakan yang ada hanya sebatas pemblokiran situs, itupun dilakukan secara tebang pilih dan beberapa situs judi masih bisa beroperasi. Lantas, mustahil jika berharap penyelesaian kasus judol ini pada sistem sekulerisme.
Berbeda jika aturan yang diterapkan adalah aturan Islam. Islam memandang judi adalah perilaku haram, dan telah jelas dalil dari Allah SWT yaitu :
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).
Dengan aturan yang melarang tegas perilaku judi online ini, maka masyarakat yang hidup di sistem Islam akan meninggalkannya karena dorongan iman, bukan malah terus terjerumus dalam kemaksiatan, meskipun tindakan tersebut banyak menghasilkan keuntungan (materi). Oleh karena itu, maka hanya aturan Islam saja yang dapat merubah mindset masyarakat yang pemikirannya sudah teracuni oleh sistem sekuler. Sistem Islam juga menjadikan aparat negara sebagai garda terdepan dalam memberantas perilaku maksiat yang dapat merusak masyarakat, semisal judi online.
Wallahu a’lam
Posting Komentar