Menuntaskan Kasus Eksploitasi Anak Dengan Penerapan Kehidupan Bersistem Islam
Oleh: Ummu Farras
Eksploitasi terhadap anak merupakan salah satu bentuk kejahatan dan kurangnya perlindungan terhadap generasi saat ini. Hal itu semakin mengerikan di tengah perkembangan zaman.
Baru -baru ini Polda Metro Jaya menangkap seorang perempuan berinisial FEA (24 tahun), muncikari pada kasus prostitusi anak di bawah umur atau perdagangan orang melalui media sosial.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan di Jakarta, mengatakan mereka sedang melakukan upaya paksa terhadap tersangka yang di duga terkait prostitusi atau tindak pidana perdagangan orang ( TPPO),Ahad (24/9/2023).
Ade menyebutkan, dua anak terjerat dalam kasus prostitusi tersebut, yakni SM (14) dan DO (15) yang mengenal pelaku dari jaringan pergaulan. Pelaku ditangkap pada Kamis (14/9). SM mengaku melakukan pekerjaan tersebut dengan tujuan ingin membantu neneknya. Korban dijanjikan mendapatkan uang sebesar Rp 6 juta. Kemudian, DO juga pertama kali dipekerjakan oleh pelaku yang menjanjikan diberikan uang sebesar Rp 1 juta.
Selain SM dan DO, melalui media sosial pelaku diduga masih ada 21 orang anak yang dieksploitasi secara seksual dan diduga anak di bawah umur.
Terlebih, pelaku FEA juga memasang tarif bagi perempuan berstatus perawan ditawarkan sebesar Rp 7 hingga Rp 8 juta per jam dan untuk non perawan ditawarkan Rp 1,5 juta per jam. Dalam pembagian hasil, pelaku FEA mendapat bagian 50 persen dari setiap transaksi. Dia mengaku menjadi muncikari dari April sampai September 2023.Menurut keterangan pelaku, seluruh penghasilan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.
Usai menjalani penanganan P2TP2A, saat ini korban sudah dikembalikan atau diserahkan kembali kepada keluarga dan orang tua masing-masing.(Republika 24/09/2023)
Sungguh sangat mengerikan, eksploitasi terhadap anak semakin menjadi-jadi di tengah perkembangan zaman dan teknologi. Anak menjadi sasaran empuk bagi para mucikari eksploitasi anak yang dapat memberikan keuntungan yang sangat besar bagi mereka.
Sejatinya anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hal ini dikarenakan bagaimanapun juga di tangan anak-anak lah kemajuan suatu bangsa tersebut akan ditentukan. Di dalam sistem negara kita hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.
Anak yang juga merupakan generasi penerus bangsa mempunyai arti penting bagi pembangunan nasional dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan adanya perlindungan anak, keberadaan anak yang menjadi tanggung jawab bangsa. Dan diharapkan dapat menyongsong masa depan secara baik dalam kehidupan di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat.
Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangan nya secara optimal dan terarah.
Semakin modern suatu negara seharusnya semakin besar perhatiannya dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh kembang anak-anak dalam rangka perlindungan.
Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi negara kita saat ini, melihat semakin banyak kasus eksploitasi terhadap anak dengan metode yang beragam, semakin menggambarkan bahwa anak dalam kondisi yang tidak aman dan gagalnya negara dalam menjamin hak-hak terhadap anak dan perlindungannya.
Dalam sistem yang di emban negara kita saat ini menjadikan sanksi hukum tampak tak menjerakan dalam sistem kehidupan kapitalisme sekuler liberal. Berbagai kebijakan dan perundang-undangan dibuat yang menyangkut perlindungan terhadap anak, tetapi pada kenyataannya tidak menyurutkan kasus eksploitasi pada anak. Seperangkat sanksi hukumnya pun tak mampu memberi efek jera bagi pelaku dan bahkan tak mampu memberi rasa takut hingga memunculkan pelaku-pelaku baru.
Allah SWT menurunkan Islam dengan seperangkat aturan hidup bagi manusia haruslah menjadi pijakan dalam menuntaskan berbagai masalah dalam kehidupan, tak terkecuali mencegah eksploitasi terhadap anak.
Ada tiga peran yang harus dijalankan untuk melindungi anak dari eksploitasi, yaitu peran individu dan keluarga, peran masyarakat, dan peran negara. Orang tua atau keluarga memiliki peranan penting dalam menjaga anak-anak. Sebagaimana Islam mendudukkan anak adalah amanah bagi orang tuanya yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah swt. Orang tua wajib mendidik anak-anak dengan hukum Islam agar menjadi individu yang bertakwa.
Pemahaman terhadap hukum Islam secara menyeluruh adalah salah satu benteng agar anak tidak terjebak kepada kondisi yang membahayakan dirinya. Diantaranya dengan memahamkan batasan aurat dan batasan berinteraksi dengan orang lain, baik dalam memandang, berbicara, berpegangan atau bersentuhan.
Islam juga memerintahkan orang tua untuk memisahkan tempat tidur anak yang sudah berumur sepuluh tahun, guna menjaga agar naluri seksual tidak muncul sebelum waktunya. Semua pemahaman ini harus disampaikan kepada anak dengan bahasa yang mudah dipahami, dan kemudian menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan.
Keluarga juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap anak, Orang tua juga perlu memastikan bahwa anak berada dalam lingkungan pergaulan yang aman. Dimana dan kemana mereka bermain, dengan siapa berteman dan apa yang dilakukan.
Meningkatkan komunikasi dengan anak juga perlu dijalin. Sehingga akan terbentuk sikap keterbukaan, kepercayaan, dan rasa aman pada anak. Hal ini diharapkan agar anak tidak perlu enggan atau takut bercerita tentang berbagai tindakan ganjil yang dialaminya. Misalnya diiming-imingi, diajak pergi, diancam, atau pun diperdaya oleh seseorang.
Peran masyarakat juga begitu sangat diperlukan dalam menciptakan lingkungan yang aman untuk anak-anak. Masyarakat tidak boleh membiarkan ada celah sedikit pun bagi munculnya gejolak seksual. Ketika hukum Islam mengharamkan pornografi dan porno aksi, maka seharusnya masyarakat memiliki satu pemikiran, satu perasaan, dan satu aturan terhadap masalah ini.
Selain itu masyarakat juga harus mengemban amar ma’ruf nahi mungkar sebagai bentuk kontrol terhadap kejahatan dan sarana yang dapat mengarah kepada kejahatan.
Dan negara tentunya mempunyai peran yang paling besar. Karena, pada hakikatnya negara mempunyai kemampuan untuk membentuk kesiapan individu, keluarga, dan masyarakat. Diantara peran yang seharusnya dilakukan oleh negara adalah:
Pertama, negara wajib menjaga suasana taqwa agar senantiasa hidup, baik pada individu, keluarga, maupun masyarakat. Sistem pendidikan dan dakwah Islam yang dilakukan oleh negara akan memudahkan terbentuknya individu yang bertakwa dan memahami aturan-aturan Islam. Hal ini dapat membentengi individu dari melakukan kekerasan seksual.
Kedua, negara harus menerapkan aturan pergaulan antara laki-kaki dan perempuan di masyarakat berdasarkan hukum Islam. Selain bertujuan untuk mencegah timbulnya gejolak seksual, aturan ini juga untuk mengelola gejolak seksual yang muncul.
Ketiga, negara wajib memelihara anak-anak terlantar yang rentan menjadi korban kekerasan seksual. Negara memiliki kemampuan untuk menampung dan mendidiknya di rumah-rumah khusus anak yatim dan anak terlantar. Negara juga bisa mencarikan orang tua asuh bagi mereka.
Keempat, negara mengatur mekanisme peredaran informasi di tengah masyarakat. Informasi yang dapat memunculkan gejolak seksual dan tindak kejahatan harus diberantas. Tidak terkecuali Ilmu atau teori yang bertentangan dengan Islam.
Kelima, menerapkan sanksi yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Keenam, merehabilitasi anak-anak korban kekerasan seksual. Hal ini bertujuan untuk recovery mental dan menjauhkan mereka dari kemungkinan menjadi pelaku baru suatu saat nanti.
Ketujuh, menyediakan lapangan kerja yang luas bagi para kepala keluarga agar dapat bekerja dan menafkahi keluarganya. Dengan jaminan ini, para ibu tidak perlu bekerja sehingga bisa fokus menjaga, mendidik, dan mengawasi putra-putrinya.
Begitulah kiranya Islam mengupayakan agar anak terlindungi dan jauh dari yang namanya eksploitasi. Akan tetapi dengan kondisi kita sekarang ini, akan jauh dari kata berhasil selama yang di emban negara kita masih kepada sistem sekuler kapitalis. Untuk itu marilah kita bangkit dan mengupayakan hal itu terwujud dalam kehidupan yang bersistem kepada Islam yang mana hanya Islam dengan seperangkat aturannya yang bersumber dari Sang Pencipta, mampu melindungi anak-anak dari eksploitasi.
Wallaahu a’lam bishsowwab
Posting Komentar