Bentrok Antar Warga Berujung Pilu Jelang Pemilu
Oleh: Julia Sara, S.I.Kom (Aktivis Muslimah Aceh)
Bentrokan dua kubu terjadi di Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Jateng), pada Minggu (15/10/2023). Kapolresta Magelang, Kombes Ruruh Wicaksono mengatakan, kejadian bermula ketika salah satu kelompok yang terlibat bentrok mengadakan kegiatan di Lapangan Soepardi, Sawitan, Magelang. Usai acara tersebut, kelompok tersebut pulang ke arah Yogyakarta melalui jalan provinsi. Akan tetapi, kelompok ini terlibat gesekan dengan kelompok lain yang melakukan provokasi di Jalan Batikan, Mungkid, Magelang, sehingga meletuslah bentrokan yang berlanjut sampai ke simpang tiga tape ketan Muntilan (news.republika.co.id, 15/10/2023).
Akibat bentrokan tersebut, Kombes Ruruh menyampaikan, 11 motor rusak diamuk massa. Selain itu, kaca pada dua rumah dan satu bangunan panti asuhan pecah. Dia membeberkan, pihaknya juga tak menahan orang atau kelompok yang terlibat dalam bentrokan tersebut. Bupati Magelang, Zaenal Arifin memastikan bakal memediasi kedua belah pihak yang terlibat bentrok pada hari ini. "Harapannya tidak terjadi lagi, dan besok kami mediasi untuk menyelesaikannya agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali di wilayah Kabupaten Magelang, karena pada intinya kita semua ini bersaudara," tutur Zaenal (kompas.com, 16/10/2023).
Provokasi yang dilakukan simpatisan kelompok lain harusnya tidak menjadi alasan bentrok dilakukan karena itu hanya masalah sepele saja. Kuatnya ego dan diri yang penuh sentimental pada kelompok lain membuat simpatisan ini tersulut emosi dan akhirnya melampiaskan pada sikap anarkis yang hilang kendali.
Menjelang pemilu kegiatan yang dilakukan oleh simpatisan partai memang meningkat demi mencari dukungan dan suara bagi wakil partai politik yang terpilih nantinya. Baik itu tingkat kabupaten kota hingga tingkat negara pada pemilihan capres dan cawapres yang diusung partai politik. Namun, dukungan simpatisan partai dan keberpihakan rakyat kepada partai hari ini umumnya karena faktor emosional, simbol dan figure, tanpa pemahaman yang benar akan arah dan tujuan partai.
Sehingga, keterikatan yang seperti ini memudahkan terjadinya gesekan antar individu/kelompok lantaran kuatnya sentiment kelompok dengan pemicu yang sangat sepele. Karena keberpihakan yang sesungguhnya tidak memandang dari faktor emosional, simbol dan figure, melainkan karena kepercayaan kepada sosok yang akan diamanahi tanggung jawab bidang pemerintahan.
Mirisnya, perselisihan lazim terjadi di akar rumput, padahal para elit partai justru bekerja sama demi tercapainya tujuan. Karena rakyat yang tidak kenal dan tidak punya pemahaman yang benar akan arah dan tujuan partai, sehingga rakyat inilah yang berdarah-darah dan mati-matian melindungi sosok yang diminatinya itu.
Fakta ini selaras dengan ungkapan dalam demokrasi, tidak ada teman sejati, yang ada adalah kepentingan abadi. Karena teman tak akan selamanya bisa memberi manfaat, tapi kepentingan akan selalu memberikan peluang manfaat. Begitulah potret konflik yang mendera rakyat, sementara para elit partai sibuk berbenah dan mencari keuntungan lewat aspirasi rakyat yang sudah dipercayai dalam bingkai demokrasi.
Rakyat tidak boleh lagi ditipu dan dirugikan dalam sistem demokrasi ini, apalah lagi suara rakyat dalam demokrasi begitu berarti bagi perubahan masa yang akan datang. Rakyat harus jeli dan paham pada tujuan yang hendak diraih oleh sosok individu dan partai yang didukungnya, jangan sampai salah langkah dan jalan dalam menentukan. Tak hanya itu, rakyat juga harus peka dan sadar serta waspada akan pihak-pihak yang memanfaatkan suara rakyat untuk kepentingan individu atau kelompok saja, tanpa memikirkan kepentingan rakyat banyak.
Karena setelah kekuasaan didapatkan, sosok pemimpin yang begitu dipercayai malah mengkhianati dengan aturan-aturan yang dikeluarkan sama sekali jauh dari kesejahteraan rakyat. Sehingga, lagi-lagi rakyat yang dijadikan tumbal dari sistem kekuasaan demokrasi. Sistem demokrasi yang busuk dan rusak ini benar-benar tak memberikan jaminan bagi penguasa yang terpilih nantinya, karena penguasa akan membebek dan menurut pada elit partai yang telah mengeluarkan namanya sebagai perwakilan mereka ke dunia pemerintahan.
Rakyat tidak membutuhkan partai politik yang tujuannya untuk meraih kekuasaan dan mencapai keuntungan pribadi, tapi sebuah partai politik yang berperan untuk mewujudkan kepentingan rakyat banyak. Partai politik seperti ini tidak akan bisa ditemukan dalam sistem demokrasi, melainkan dalam sistem pemerintahan Islam. Jika pun partai politik ini hadir di tengah-tengah sistem batil yang diterapkan, maka partai ini akan berperan untuk menyadarkan umat dari ketimpangan partai politik yang ada sekaligus membuka mata umat jika sistem yang benar hanya sistem Islam yang berasal dari sang Pencipta manusia dan alam semesta.
Dalam sistem pemerintahan Islam, negara memperbolehkan ada banyak partai politik sebagai sarana untuk melakukan perubahan di tengah masyarakat yaitu membentuk kesadaran dan pemahaman politik yang benar. Partai politik yang benar adalah partai politik yang menyandarkan pemikiran dan metodenya pada asas Islam. Dan orang-orang yang tergabung dalam partai tersebut juga saling terikat dengan ikatan akidah Islam, bukan ikatan lain yang renggang sekali untuk bubar. Aturan yang diterapkan pun berdasarkan aturan Allah dan RasulNya dalam menjalankan perannya sebagai anggota partai politik. Sehingga, tak akan ditemukan kepentingan atau karena ingin mengejar sesuatu dan ambisi mendapatkan kekuasaan saja, tapi juga menjadi sosok yang memberikan contoh dan teladan akan nilai-nilai Islam untuk dipresentasikan dalam kehidupan bernegara.
Wallahhu'alam bishawab.
Posting Komentar