Darurat Judi Online, Dimana Peran Negara
Oleh: Hamnah B. Lin
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menyatakan bahwa Indonesia darurat judi online, karena telah merebak sangat pesat di tengah-tengah masyarakat. Mereka pun meminta masyarakat untuk segera melaporkan bila menemui judi online di gadgetnya (CNBC, 17/10/2023).
Kompas.com juga melansir bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, sebanyak 2,1 juta orang miskin Indonesia bermain judi online dengan taruhan Rp 100.000 ke bawah. Pelakunya mayoritas berasal dari golongan berpenghasilan rendah seperti buruh, petani, dan ibu rumah tangga, bahkan mahasiswa. PPATK juga menyebutkan, terhitung sejak tahun 2017-2022, ada 156 juta transaksi senilai Rp 190 triliun yang dianalisis dari 887 jaringan bandar judi online.
Maraknya permainan judi online juga tak lepas dengan tingginya promosi judi online yang dilakukan bandar atau situs penyedia judi online. Sejumlah pesohor sempat disorot dan dipanggil kepolisian karena diduga mempromosikan judi online di media sosial mereka. Selain itu, situs judi online dengan liciknya mempromosikan situsnya melalui YouTuber streamer yang mendapat keuntungan jutaan rupiah melalui "modus" sawer. Situs judi online itu dengan modus sawer saat ada YouTuber gaming atau streamer sedang siaran langsung, lalu saat situs judi itu "berdonasi" lalu namanya disebut berulang-ulang.
Mudahnya media sosial sebagai media promosi judi online menjadi fakta mengerikan jika disandingkan dengan judi daring di Indonesia. Indonesia disebut-sebut menjadi ”surga” bagi promosi judi daring tersebut.
Betapa mengerikan dan miris, Indonesia dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, dimana judi adalah haram hukumnya, namun judi online merebak bak jamur tumbuh dimusim penghujan. Apa yang salah dari kasus ini? Siapa yang harus berbenah dan bertanggungjawab menghentikan praktek terlarang yang nyata banyak mudaratnya?
Indonesia dengan sistem sekuler kapitalisnya, yakni sebuah aturan yang memisahkan aturan Allah Sang Pencipta dalam mengatur kehidupan sehari - hari, nyatanya memang telah mengacuhkan larangan dari Sang Pencipta, yakni judi, baik online maupun tidak. Buktinya pemerintah terkesan tidak serius dan sungguh - sungguh membasminya hingga akar sampai daunnya.
Usaha yang pemerintah lakukan melalui Kemenkominfo dalam memberantas judi online terkesan masih setengah hati. Meski sudah memblokir ratusan ribu konten judi online, tetap saja hal itu tidak cukup memberantas judi online yang semakin banyak. Upaya setengah hati tersebut terindikasi dalam beberapa poin berikut.
Pertama, menghapus atau memblokir konten tanpa perubahan perilaku masyarakat tidak akan menyelesaikan masalah. Di sistem sekuler, sebagian masyarakat masih ada yang menganggap judi adalah permainan yang menyenangkan. Dengan anggapan inilah, para pembuat situs judi menangkapnya sebagai sumber penghasilan mereka. Masyarakat juga tidak kehilangan cara untuk mengakses situs-situs yang sudah diblokir dengan memanfaatkan aplikasi VPN (virtual private network).
Kedua, di sistem sekuler, judi online sangat berpotensi bergeser menjadi aktivitas legal dan dibolehkan. Kita tentu masih mengingat pernyataan seorang pesohor, Deddy Corbuzier yang menyatakan persetujuannya agar judi online dilegalkan sebagai permainan yang menghibur, bukan untuk penipuan. Sama dengan aktivitas haram lainnya seperti miras. Miras dilegalkan beredar di tempat tertentu dan syarat tertentu. Sesuatu yang jelas haram keberadaannya, bisa menjadi legal dan halal di sistem sekuler.
Ketiga, penindakan hukum atas pembuat dan pelaku judi online masih terbilang minim. Buktinya, mereka yang terlibat judi online belum sepenuhnya mendapat sanksi yang membuat jera. Sepanjang 2017 - 2022, PPATK melaporkan angka perputaran uang judi online makin meningkat dari tahun ke tahun. Partisipasi masyarakat juga turut meningkat dalam permainan judi online. Terdapat 2,1 juta masyarakat dari berbagai kalangan mengikuti judi online. Jika sudah sebanyak itu, berapa persen pemerintah menindak tegas para pembuat situs dan pelakunya?
Keempat, fakta yang menyebutkan 2,1 juta masyarakat mengakses dan memainkan situs judi online adalah bukti tidak terbantahkan betapa sistem kehidupan sekuler kapitalistik telah menjerumuskan mereka pada perkara yang diharamkan. Sudah banyak berita perihal judi online karena terdesaknya pemenuhan kebutuhan ekonomi. Para bandar judi online mengiming-imingi masyarakat dengan kemenangan semu dengan mendapatkan harta secara instan.
Oleh karena itu, upaya pemblokiran situs dan rekening judi online tidaklah cukup memberantasnya secara tuntas. Perlu pencegahan dan penindakan secara sistemis dari negara untuk masyarakat demi kehidupan halal dan bebas dari perkara haram. Apa yang harus dilakukan?
Jelas bahwa dalam Islam, judi dengan berbagai ragamnya hukumnya haram. Inilah yang menjadi pondasi bagi negara dengan sistem Islam. Allah Taala berfirman,
إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).
Khilafah sebagai negara dengan sistem Islam akan menerapkan kebijakan secara preventif dan kuratif dalam mengatasi perjudian. Mekanismenya sebagai berikut.
Pertama, melakukan pembinaan dan penanaman akidah Islam kepada seluruh elemen masyarakat melalui sistem pendidikan Islam. Negara menyebarluaskan pemahaman keharaman judi beserta kerugiannya secara masif melalui dakwah dengan memanfaatkan media massa dan media sosial agar masyarakat meninggalkan aktivitas judi.
Kedua, memberdayakan pakar informasi dan teknologi untuk memutus seluruh jaringan judi online agar tidak mudah masuk ke wilayah Khilafah. Negara memberi gaji yang sepadan agar mereka bekerja secara optimal.
Ketiga, mengaktivitasi polisi digital yang bertugas mengawasi kegiatan dan lalu lintas masyarakat di dunia siber sehingga dapat mencegah masyarakat mengakses situs judi.
Keempat, menindak tegas para bandar serta pelaku judi dengan hukuman yang berefek jera. Sanksi yang diberikan berupa sanksi takzir, sesuai kebijakan hakim dalam memutuskan perkara tersebut menurut kadar kejahatannya.
Kelima, menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat agar terwujud kesejahteraan. Negara membuka seluas-luasnya lapangan kerja serta memberi bantuan modal kerja bagi pencari nafkah. Bisa berupa pemberian modal usaha atau tanah mati untuk dikelola masyarakat sebagai sumber mata pencaharian. Dengan begitu, masyarakat akan tersibukkan mencari harta halal ketimbang memilih jalan instan yang diharamkan.
Demikianlah peran negara dalam sistem Islam, perannya ada dan nyata. Mari bersama mewujudkan mahkota kewajiban yakni tegsknya khilafah Islamiyah dengan manhaj Rasulullah saw..
Wallahu a'lam.
Posting Komentar