Proyek Kereta Cepat Surabaya, Demi Siapa?
Oleh: Julia Sara, S.I.Kom (Aktivis Muslimah Aceh)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung tancap gas dalam upayanya mengembangkan pembangunan kereta cepat. Tak lama setelah Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh diresmikan pengoperasiannya, Jokowi bakal ke China membicarakan kelanjutan kereta cepat sampai ke Surabaya (kumparan.com, 15/10/2023).
Dengan adanya kereta cepat, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh hanya dengan waktu 4 jam saja. Proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya ini akan melewati sejumlah wilayah yakni Jakarta, Karawang, Bandung, Kertajati, Purwokerto, Jogja, Solo, Madiun, dan Surabaya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan, perencanaan kereta cepat Jakarta-Surabaya memang sedang disusun. Menurutnya, perencanaan itu tak mungkin dilakukan tanpa Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Budi mengatakan akan mengawal proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya tersebut. Dia juga menuturkan, semakin banyak yang mengawal proyek ini maka akan semakin bagus.
"Kita kawal bener kereta cepat ini. Konsep perencanaannya sedang dilaksanakan sama-sama, karena nggak mungkin tanpa PU kita jalanin. Jadi rencana itu Jakarta, Karawang, Bandung, Kertajati, Purwokerto terus Jogja, Solo, Madiun, Surabaya 4 jam. Kalau makin banyak yang mengawal makin bagus," jelasnya dalam acara Seminar Nasional 'Sustainable Smart Transportation' (finance.detik.com, 28/10/2023).
Sejumlah pembangunan terus dilakukan dalam periode pemerintahan saat ini. Seakan tak ada hentinya, pembangunan kereta cepat yang baru saja rampung dan belum sepenuhnya dioperasikan, kini sudah mencanangkan pembangunan kereta cepat selanjutnya. Pembangunan infrastruktur memang boleh dan sangat baik untuk memenuhi laju transportasi masyarakat. Akan tetapi, jika pembangunan infrastruktur tersebut tidak memiliki manfaat sama sekali bagi masyarakat tentu ini jadi pertanyaan. Demi siapa pembangunan kereta cepat ini? Bukankah ekonomi masyarakat Indonesia mayoritasnya berada di level bawah. Dan untuk merasakan serta menikmati kereta cepat yang ada tentunya ada biaya yang harus dikeluarkan oleh rakyat. Tentu saja, biayanya tergolong mahal akibat pendanaan yang didapatkan sebelumnya dari hasil hutang ke China.
Sungguh ironis, di tengah harga yang terus mencekik rakyat dan taraf perekonomian yang begitu rendah, untuk menikmati infrastruktur yang katanya dibangun untuk kepentingan rakyat bagai jauh panggang dari api. Sangat susah untuk dipenuhi dan dikehendaki. Akhirnya, proyek kereta cepat yang hadir di tengah ketersediaan berbagai sarana transportasi arah Surabaya mengundang tanya, untuk siapa sejatinya pembangunan tersebut.
Hari ini yang lebih dibutuhkan rakyat adalah sarana transportasi yang aman dan murah. Transportasi yang bisa dijangkau oleh kelas masyarakat, bukan hanya transportasi yang mengandalkan teknologi canggih saja, tapi transportasi yang bisa mereka nikmati, tidak hanya sekedar dipandang mata saja.
Beginilah pembangunan infrastruktur yang ada dalam negara kapitalis. Pembangunan hanya bertujuan untuk mencari keuntungan semata, bukan untuk memenuhi dan membantu laju transportasi rakyat. Apalahlagi modal pembangunan infrastruktur yang digunakan dari hutang, semakin menambah deretan masalah dan kesulitan yang dialami oleh rakyat.
Dengan hutang untuk membiayai pembangunan, tentu saja dari awal sudah keliru karena untuk memajukan transportasi dan infrastruktur malah bergantung pada pihak lain. Ditambah, dengan bunga hutang yang tiap tahun akan semakin meningkat, sudah pasti rakyat jadi tumbal dari ambisi pembangunan skala transportasi ini. Rakyat akan dimintai pajak dari berbagai sumber yang dimiliki, entah itu dari hartanya, pekerjaannya, hingga usahanya.
Miris, negara yang harusnya jadi pengayom bagi rakyatnya dan untuk memenuhi hajat hidup masyarakatnya malah diperas dan dicekik dengan berbagai permasalahan ekonomi kapitalis. Sejatinya memang, sistem ekonomi kapitalis ini hanya menguntungkan pada pihak pemilik modal, sementara untuk pihak lain maka akan menjadi korban keganasan kapitalis yang berjalan.
Sudah seharusnya bagi pemerintah untuk muhasabah diri akan pembangunan-pembangunan yang terus dilakukan. Karena pembangunan-pembangunan tanpa membawa dampak yang baik bagi masyarakat juga perekonomian negara hanya akan merugikan negara saja, bukannya menambah keuntungan seperti yang diharapkan. Belum lagi dengan tambahan hutang yang semakin mengunung hanya akan membuat negara hilang kehormatannya di mata dunia Internasional.
Sangat berbeda sekali dengan konsep pembangunan dalam sistem Islam. Yang mana dalam Islam, pembangunan diperuntukkan bagi seluruh rakyat, bukan untuk melayani sebagian kecil rakyat saja. Karena penguasa dalam Islam sangat menyadari hakikat dari pembangunan yang dilakukan untuk apa, bukan untuk orang tertentu saja.
Meski membolehkan investasi, Islam memiliki mekanisme untuk menjamin keberlangsungan pembangunan secara mandiri tanpa harus bergantung pada negara lain untuk berhutang. Karena sistem keuangan dalam Islam sudah diatur sedemikian rupa pada Baitul Mal yang menjadi sumber keuangan negara Islam. Sehingga, jika untuk memenuhi pembangunan yang memang dibutuhkan maka akan ada alokasi dana khusus untuk pembangunan. Adapun, jika memang pembangunan tersebut tidak terlalu dibutuhkan maka dananya disimpan dengan baik di Baitul Mal.
Jika pun ekonomi negara Islam tidak mencukupi untuk membangun infraktruktur yang dibutuhkan rakyat, maka negara akan mengambil pajak dari segelintir orang-orang yang sangat kaya, sehingga tidak menzalimi orang-orang miskin yang hidup berkecukupan. Dan ini tak akan bisa diwujudkan dalam sistem kapitalis karena sangat jauh berbeda konsepnya, sehingga butuh penerapan Islam secara kaffah melalui khilafah Islamiyyah yang akan mengkoordinasikan hal tersebut.
Dalam negara khilafah, ada khalifah yang berperan sebagai kepala negara sebagai pengatur dan pengayom masyarakat dan khalifahnya adalah orang yang benar-benar memahami syariat Islam sehingga ketimpangan dalam kebijakan dan keputusan akan sangat minim terjadi.
Wallahu'alam bishawab.
Posting Komentar