HAM, Wasilah Kebahagiaan atau Kesengsaraan?
Oleh: Ida Nurchayati (Aktifis Muslimah)
Hari hak asasi manusia (HAM) diperingati setiap tanggal 10 Desember. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengatakan peringatan Hari HAM Sedunia Ke-75 bisa menjadi momentum untuk merefleksikan prinsip-prinsip HAM. Tema peringatan tahun 2023 adalah Harmoni dalam Keberagaman. Tema ini diangkat untuk mengakui, menghormati, dan merayakan beragaman Indonesia yang berlimpah (m.antaranews.com, 10/12/2023).
Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) mengungkap skor indeks HAM Indonesia 2023 mengalami penurunan menjadi 3,2 dari sebelumnya 3,3. Skor dibuat berdasarkan pemenuhan hak-hak yang mengacu pada 6 indikator pada variabel hak sipil dan politik serta 5 indikator pada variabel hak ekonomi, sosial, budaya (www.cnnindonesia.com, 10/12/2023). Peneliti di Ruang Arsip dan Sejarah (RUAS), Ita Fatia Nadia, dalam diskusi di Jakarta, Jumat (8/12) menekankan ada 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang tidak kunjung diselesaikan (voaindonesia.com, 10/12/2023). Benarkah pengakuan HAM menjadi solusi karut marut negara kita?
HAM Refleksi Liberalisme
Hak asasi manusia sebuah ide atau gagasan yang lahir dari Barat. Ide ini muncul abad-17 dan ke-18 di Amerika Serikat dan Prancis.
Menurut penggagasnya, John Locke, manusia sejak dilahirkan telah memiliki kebebasan dan hak-hak asasi. Hak asasi tersebut adalah kehidupan, kemerdekaan dan harta milik. Hak ini merupakan hak yang dimiliki manusia secara alami, yang inheren pada saat kelahirannya dan HAM tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, dan tidak dapat diperoleh atau dicabut oleh negara, terkecuali atas persetujuan pemiliknya.
Hak asasi manusia merupakan pemikiran cabang dari akidah sekulerisme, yakni pemikiran yang memisahkan agama dari kehidupan. Ide yang mengagungkan dan menjunjung tinggi kebebasan manusia. Ada empat kebebasan yang harus dihormati, yakni berakidah, kepemilikan, berpendapat dan bertingkah laku. Keberadaan negara sebagai fasilitator untuk menjaga kebebasan individu tersebut.
Namun faktanya tidak ada kebebasan mutlak bagi manusia. Diatas kebebasan seseorang, ada kebebasan orang lain yang perlu dijaga. Sebagai contoh, ada seorang yang memiliki hobi mendengarkan musik dengan keras, disisi lain ada orang lain yang butuh ketenangan karena ingin istirahat atau sedang sakit.
Selain standar ganda, HAM hanyalah senjata Barat untuk menghancurkan generasi muslim. Kebebasan hanya berlaku untuk kemaksiatan, sedang untuk ketaatan dibungkam. Berbagai kemaksiatan dipromosikan atas nama HAM, seperti nikah beda agama, L9BT, murtad dan sebagainya. Sedangkan bagi umat Islam yang menginginkan syariat Islam, HAM tidak berlaku. Sebagai contoh di Prancis, bagi wanita yang mengenakan cadar diberi denda. Sementara pada kasus Charlie Hebdo yang menghina Baginda Nabi, berbagai kasus pembakaran Al Qur'an dibiarkan. Hak hidup harus dijunjung tinggi, namun faktanya Barat sebagai pengusung HAM bungkam atas tragedi kemanusiaan yang menimpa saudara kita di Palestina, tragedi Rohingnya, juga di Afganistan dan Irak. Amerika justru pelaku teroris sesungguhnya.
Dengan sederet fakta tersebut, masih layakkah kita menjunjung tinggi ide kebebasan yang bertentangan dengan Islam?
Islam Menjamin Hak Dasar Manusia
Islam merupakan agama yang lengkap dan menyeluruh. Syariat Islam diturunkan sebagai pemecah problematika manusia. Penerapan syariah secara kaffah mampu mewujudkan maqashid syariah, yakni tujuan luhur penerapan syariah dengan terjaganya jiwa, harta, agama, keturunan, kehormatan, dan keamanan. Sejarah mencatat belum pernah ada sistem yang melakukan penjagaan sempurna pada aspek tersebut kecuali sistem Islam.
Islam menjaga nyawa seseorang dengan hukum qisas. Setiap nyawa yang hilang tanpa alasan yang hak diganti dengan jiwa yang sama, atau bila kerabatnya memaafkan didenda dengan 100 ekor unta. Islam menjaga agama dan menghormati setiap orang untuk memeluk suatu keyakinan. Tidak ada paksaan dalam memeluk suatu agama (al Baqarah 256). Kewajiban negara hanya menyampaikan dakwah Islam, pilihan untuk menerima atau tidak urusan individu.
Islam juga menjamin kebutuhan dasar komunal masyarakat yakni keamanan, kesehatan dan pendidikan. Negara wajib memberikan kepada rakyat dengan gratis. Semua warga negara baik muim maupun non muslim dapat pelayanan yang sama dengan fasilitas terbaik dari negara. Seorang penguasa memastikan setiap individu terpenuhi kebutuhan pokoknya, sandang, pangan dan papan. Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan, bantuan atau hibah kepada kaum laki-laki yang wajib mencari nafkah sehingga bisa menunaikan kewajibannya memberi nafkah dirinya dan orang yang berada dalam tanggungannya. Bila tidak mampu maka negara akan memberi santunan dari baitul mal. Negara menjamin individu untuk memiliki harta tanpa dibatasi jumlahnya, hanya saya individu tidak boleh memiliki harta milik umum seperti tambang yang melimpah, air, api dan padang rumput.
Muslim Terikat dengan Syarak
Islam mengakui hak-hak dasar dan menjamin kebutuhan dasar manusia, hanya saja tidak ada kebebasan mutlak. Setiap muslim terikat dengan hukum syarak sebagai konsekwensi keimanannya terhadap Allah SWT sebagai Sang Khalik dan Sang Maha Pengatur. Keimanannya akan mendorong setiap perbuatannya disesuaikan dengan perintah dan larangan Allah SWT. Hal ini didorong kesadaran akan ada kehidupan abadi setelah kehidupan di dunia ini, yakni surga dan neraka. Ketika menginginkan kenikmatan surga, maka selama di dunia harus taat pada Sang Penciptanya, yakni menyandarkan perbuatannya dengan aturan Allah. Kebahagiaan tertinggi untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Ketaatan mutlak pada Allah akan mengantarkan kebaikan dunia dan akhirat.
Sebaliknya, manusia yang mengagungkan hak asasi dan tidak mau terikat dengan hukum Allah hanya melahirkan kekacauan dan kesengsaraan hidup. Fakta saat ini begitu nyata, persoalan multi dimensi menjerat manusia karena tidak mau menggunakan aturan dari Penciptanya.
Khatimah
Hak asasi manusia merupakan pemikiran Barat untuk menghancurkan generasi muslim. Atas nama HAM justru mengantarkan manusia pada kesengsaraan. Sebagai orang yang beriman, tidak ada kebebasan mutlak, tetapi terikat dengan perintah dan larangan Allah. Ketundukan dan ketaatan pada Allah akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kebahagiaan hakiki akan terwujud ketika manusia totalitas menyerahkan ketaatannya pada Penciptanya. Wujudnya, penerapan Islam secara kaffah. Sejarah mencatat hanya Sistem Islam yang mampu mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan kebahagiaan bagi muslim dan non muslim, bahkan alam semesta.
Posting Komentar