Omong Kosong HAM Sebagai Solusi Persoalan Dunia
Oleh: Eti Fairuzita
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengungkapkan peringatan Hari HAM Sedunia Ke-75 dapat menjadi momentum untuk merefleksikan prinsip-prinsip HAM.
"Malam ini menjadi momentum bagi kita bersama-sama merefleksikan prinsip-prinsip HAM dan merenungkan perjalanan dari Universal Declaration of Human Rights," kata Yassona dalam sambutannya pada acara peringatan Hari HAM Sedunia Ke-75 di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Minggu.
Peringatan hari HAM kali ini memilih tema Harmoni dalam Keberagaman dipandang relevan dan penting. Pasalnya, kata Yasonna, harmoni dalam keberagaman menjadi pengingat akan pentingnya mengakui, menghormati, dan merayakan beragaman Indonesia yang berlimpah.
"One important thing to take note, mempromosikan keharmonisan dalam keberagaman berarti memerangi diskriminasi, prasangka, intoleransi, dan ketidaksetaraan," jelasnya.
Sejalan dengan semangat mempromosikan keharmonisan dalam keberagaman Yasonna mengungkapkan bahwa Kemenkumham telah menjalankan sejumlah program di bidang HAM yang menyasar instansi pemerintah maupun pelaku bisnis, di antaranya Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dan Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia (Stranas BHAM).
"Terkini, Kemenkumham telah menyusun Indeks HAM Indonesia (IHAMI) yang ke depannya akan menjadi alat untuk mengukur implementasi HAM di Tanah Air," terangnya.
Hari ini dunia dan termasuk negeri ini, menjadikan HAM sebagai standar dalam penyelesaian berbagai persoalan. HAM dipandang sebagai konsep luhur dan mulia yang akan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil dan sejahtera. Padahal HAM merupakan produk buatan akal manusia yang sarat dengan kelemahan dan keterbatasan. Lahirnya konsep HAM tidak lepas dari cara pandang sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama dipandang tidak memiliki ruang menetapkan standar dan aturan hidup bagi manusia, kecuali dalam persoalan ibadah ritual. Artinya, ide HAM merupakan prinsip yang salah karena menjadikan manusia bebas menentukan standar aturan bagi dirinya sendiri, sementara fitrah manusia adalah lemah.
Penerapan HAM dalam kehidupan hanya menimbulkan saling tabrak antara kepentingan satu pihak dengan pihak lain. Sehingga persoalan tak kunjung selesai, bahkan menyimpan bahaya pada masa yang akan datang. HAM digadang-gadang oleh pengusungnya sebagai hak alami yang lahir dari individu. Namun pada prakteknya, HAM justru dijadikan alat pihak-pihak yang kuat atau para kapitalis untuk mencengkramkan hegemoninya atas negara lain.
Pasalnya, negara Amerika Serikat yang menamakan dirinya sebagai pembela HAM justru menjadi negara pelanggar HAM terbesar di dunia. Bukankah pengeboman yang dilakukan oleh Zionis Yahudi selama 75 tahun ke Palestina atas dukungan penuh Amerika Serikat ? Mirisnya, negeri-negeri muslim ikut menyuarakan HAM sebagai standar pemenuhan hak dasar manusia. Terjadilah para pemilik modal menyetir kebijakan negara demi kepentingannya yakni mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Kebijakan yang dimaksud sama sekali tidak memikirkan kepentingan atau hak sebagian besar manusia lainnya.
Dalam sistem politik demokrasi rakyat hanya dibutuhkan saat pemilu. Selanjutnya, kebijakan yang dibuat penguasa pada saat berkuasa justru mencabut hak-hak rakyat berupa ruang hidup yang layak dan kebutuhan akan sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Dengan demikian, sebenarnya nilai-nilai hak asasi manusia sangat subjektif tergantung pada kepentingan penguasa dan pengusaha. Tolok ukurnya tergantung sejumlah kecil orang yang memegang kekuasaan (oligarki). Tak ayal dikatakan bahwa HAM hanya omong kosong. Sungguh keadilan dan kesejahteraan yang didambakan dalam kehidupan manusia, mampu diwujudkan bukan sebuah omong kosong semata jika sistem Islam kaffah diterapkan di tengah-tengah masyarakat.
Sistem Islam tersebut terwujud di bawah institusi Khilafah. Sistem Islam kaffah tegak di atas aqidah Islam yang meyakini bahwa Allah SWT adalah Al-Khaliq (pencipta) sekaligus Al-Mudabbir yaitu (pengatur). Konsekuensinya, seluruh amal perbuatan manusia tidak bisa lepas dari hukum syariat yang telah Allah tetapkan. Dan kelak amal yang mereka kerjakan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti. Oleh karena itu, dalam Khilafah aturan yang berlaku hanya bersumber dari hukum-hukum syariat yaitu hukum yang berasal dari pencipta manusia itu sendiri.
Kesejahteraan dalam Khilafah bukan sesuatu yang mustahil diwujudkan, penerapan hukum syariat justru membawa kemaslahatan bagi umat manusia secara keseluruhan, bahkan membawa rahmat bagi seluruh alam sebagaimana (QS. Al-Anbiya : 107, Al-A'raf : 96). Terdapat 8 maslahat ketika Islam diterapkan secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. Yaitu, terpeliharanya agama, jiwa, akal, harta, keturunan, kehormatan, keamanan dan terpeliharanya negara.
Seluruh kemaslahatan tersebut dapat dirasakan oleh seluruh warga negara yang bernaung di dalam Khilafah. Baik muslim maupun non muslim (kafir dzimi), orang kaya maupun miskin.
Khilafah akan menerapkan praktik politik dalam dan luar negerinya. Politik dalam negeri Khilafah bertujuan untuk melayani kebutuhan umat. Sistem-sistem yang dijalankan dalam negeri seperti sistem ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan asasiyah publik baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Sistem pergaulan Islam menjadikan individu dan masyarakat negara Khilafah menjadi masyarakat yang bermartabat dan beradab.
Sistem peradilan Islam menjadikan persengketaan antar warga negara atau warga negara dengan pemerintah dapat diselesaikan dengan hukum syariat yang adil.
Khilafah juga menerapkan sistem pendidikan Islam membentuk kepribadian Islam kepada generasi. Sistem pertahanan dalam negeri dan uqubat yang menjadikan warga negara terjamin keamanan harta maupun jiwanya. Adapun prinsip luar negeri Khilafah, mengharuskan untuk menyebarluaskan risalah Islam yang membawa rahmat ke seluruh penjuru dunia. Sungguh hanya penerapan syariat Islam kaffah yang mampu menjamin terwujudnya kebahagiaan hidup manusia.
Wallahu alam bish-sawab
Posting Komentar