78 Tahun Indonesia Merdeka Rakyat Masih Sengsara, Mengapa?
Oleh: Daffa
Tepat pada 17 Agustus 1945 Presiden RI pertama, Soekarno Hatta memproklamasikan kemerdekaan rakyat Indonesia. Hingga kini bangsa Indonesia sudah merdeka selama 78 tahun. Makna kemerdekaan ialah bebas dari penindasan dan tekanan yang diberikan sang “penjajah”. Namun, benarkah demikian? Apakah benar bangsa ini sudah terbebas dari penjajah? Tentu hal ini perlu kita ulik bersama. Apa makna penjajah itu?
Penjajah menurut KBBI ialah orang yang terlalu menguasai sehingga menindas suatu bangsa atau kaum orang lain. Secara harfiah benar bahwa kita sudah terbebas dari penjajah, tapi sebagai rakyat kita tidak buta untuk menutup mata melihat fakta. Pada faktanya bangsa Indonesia tidak terjajah secara fisik melainkan terjajah secara pemikiran, ekonomi, dan bahkan pendidikan.
Dari bidang ekonomi, lebih dari 9% penduduk Indonesia berada pada garis kemiskinan atau sekitar 25 juta penduduk Indonesia. Pada Maret 2023, BPS (badan pusat statistik) menetapkan garis kemiskinan penduduk Indonesia sebesar Rp550.458, artinya penduduk yang memiliki pengeluaran perbulan dibawah angka itu termasuk kategori miskin. Jika kita hitung dengan garis kemiskinan, maksimal pengeluaran harian masyarakat kisaran Rp18.000 . Sungguh ironi sekali, dengan tingkat inflasi dan kebutuhan Masyarakat yang meningkat, angka Rp18.000 ini sangatlah kecil. Tidak heran jika BPS mencatat hanya 9% penduduk Indonesia yang masuk kategori miskin, pasalnya standar yang ditetapkan tidak relate dengan keadaan masyarakat. Belum lagi persoalan upah minumun yang ditetapkan, sama sekali tidak mendekati kepada kesejahteraan rakyat.
Lantas apakah hal ini dapat dibenarkan jika ini secara terang terangan terjadi di kalangan masyarakat? Maka sebagai bagian dari generasi saat ini, kita harus mengambil langkah konkret dalam mendorong bangsa ini untuk keluar dari penjajahan. Apa langkah konkret itu? Kita harus melihat akar dari permasalahan ini.
Sudah hampir yang ke-13 negara ini melaksanakan pemilu, tetapi permasalahan ekonomi, pendidikan, distribusi dan korupsi tak pernah usai. Apakah hanya dengan mengganti pemimpin dapat menjawab permasalahan negara ini? Jika iya mengapa permasalahan ini tidak pernah terselesaikan? Jawabannya bukan hanya dengan mengganti pemimpin. Pemimpin dan masyarakat terikat dengan sistem, sistem yang “memaksa” keadaan negara ini. Dengan kata lain yang menjadi akar permasalahan negara ini ialah sistem yang rusak sehingga membuat tatanan, kebijakan, dan regulasi negara ini berantakan. Kita butuh sistem yang mengatur segala aspek. Sistem apa? Hanya satu jawabannya, yaitu sistem Islam.
Islam mengatur segala hal, dari bangun tidur hingga tidur lagi, dari menanam padi sampai membangun negeri. Tidak ada satupun yang luput dari aturan Islam, termasuk mengatur ekonomi, pendidikan, distribusi, dan pemerintahan.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah/5: 3]
Ayat ini jelas mengatakan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, artinya tak ada satupun yang luput dari aturan Islam. Islam tak hanya mengatur ibadah dan akhlak saja, Islam lebih dari itu. Islam mengatur sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem pidana, politik pendidikan, dan politik luar negeri. Jika Islam diterapkan secara kaffah, tidak akan ada lagi kesengsaraan rakyat, rakyat akan mendapat keadilan dan kesejahteraan. Maka untuk menerapkan Islam secara kaffah, langkah konkret yang dapat kita lakukan ialah dibutuhkan pengorbanan dan perjuangan yang kuat serta keteguhan hati untuk terus berdakwah di jalan Allah yang berlandaskan Al-Qur’an dan as-sunnah.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Posting Komentar