Deforestasi Mengancam Kehidupan, Atasi Dengan Sistem Islam
Oleh: Asha Tridayana, S.T.
Hutan merupakan kekayaan alam yang memiliki manfaat dan peranan penting bagi kehidupan manusia. Namun, keberadaan hutan kini mulai terancam karena jumlahnya yang terus berkurang. Tidak hanya di Indonesia tetapi juga beberapa negara di dunia. Tercatat dalam laporan Global Forest Review dari World Resources Institute (WRI), Indonesia menjadi salah satu negara yang paling banyak kehilangan hutan primer tropis (humid tropical primary forest) seluas 10,2 juta ha dalam dua dekade terakhir. Yakni hutan berusia tua yang memiliki cadangan karbon besar dan kaya akan keragaman hayati.
Angka kehilangan tersebut akibat deforestasi serta degradasi. Deforestasi adalah perubahan lahan hutan menjadi non-hutan secara permanen, seperti menjadi perkebunan atau permukiman. Kemudian degradasi adalah penurunan fungsi atau kerusakan ekosistem hutan, baik yang disebabkan aktivitas manusia maupun peristiwa alam. Sementara itu, hutan primer membutuhkan waktu sampai berabad-abad untuk pulih sehingga banyaknya kerusakan hutan di Indonesia sangat memprihatinkan. (databoks.katadata.co.id 19/01/24)
Seperti yang terjadi di wilayah Sumatera, catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menunjukkan bahwa Riau telah mengalami deforestasi hutan hingga 20.698 ha sepanjang 2023. Direktur Eksekutif Walhi Riau Boy Jerry Even Sembiring mengungkapkan bahwa Riau telah dikuasai investasi setidaknya 57 persen. Terlihat dari ijin yang diberikan pemerintah kepada 273 perusahaan kelapa sawit, 55 Hutan Tanaman Industri (HTI), 2 Hak Pengusahaan Hutan (HPH), dan 19 pertambangan. Boy menilai adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja turut memfasilitasi keberadaan perusahaan kebun sawit di dalam kawasan hutan. (cnnindonesia.com 12/01/24)
Disamping wilayah Sumatera, hutan di Kalimantan juga telah banyak berkurang selama periode 2018-2022 mencapai 526,81 ribu ha. Berkurangnya luas hutan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) disebabkan oleh peristiwa alam, penebangan hutan, dan reklasifikasi area hutan. Kemudian pemerintah berkomitmen untuk mengurangi laju pengurangan hutan atau deforestasi. Selama periode 2021-2030 Indonesia diproyeksikan mengalami deforestasi rata-rata 820 ribu ha/tahun. Pemerintah pun menargetkan deforestasi 2021-2030 akan turun sekitar 56% menjadi rata-rata 359 ribu ha/tahun dengan usaha sendiri. Namun, jika ada bantuan internasional, deforestasi bisa turun 78% menjadi rata-rata 175 ribu ha/tahun. (databoks.katadata.co.id 29/12/23)
Tidak dipungkiri, deforestasi di Indonesia sangat masif hingga Indonesia menjadi negara dengan laju pengurangan jumlah hutan yang tinggi. Meskipun demikian, alih fungsi lahan ini masih terus terjadi yang mengakibatkan banyak bencana dan kesulitan hidup bagi rakyatnya. Karena hutan memiliki segudang manfaat dalam menunjang kehidupan terlebih bagi masyarakat sekitarnya.
Maraknya deforestasi dipicu oleh peran negara yang justru melegalkan alih fungsi hutan untuk kepentingan investasi baik swasta maupun asing. Bahkan difasilitasi dengan Undang-Undang yang semakin memudahkan para pemodal mengeruk keuntungan. Hal ini terjadi karena negara menerapkan sistem kapitalis yakni sistem yang hanya menjadikan keuntungan sebagai tujuan. Sistem yang melanggengkan kerjasama antara penguasa dan pengusaha dalam mempertahankan kekuasaan dan kendali laju perekonomian negara. Kemudian mampu menghalalkan segala cara sekalipun harus mengorbankan kepentingan rakyat.
Adanya sistem kapitalis ini juga meniscayakan terjadinya kesenjangan antara kelestarian lingkungan dengan proyek pembangunan. Negara cenderung melihat laju keuntungan yang dihasilkan dari pembangunan karenanya dengan mudah mengesampingkan dampak lingkungan yang timbul ketika hutan beralih fungsi. Lalu negara hanya memberikan solusi tambal sulam atas kerusakan hutan. Padahal hutan yang telah rusak dan hilang tidak mungkin digantikan dengan mudah karena membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya. Pada akhirnya, masalah demi masalah pun bermunculan dan rakyat yang kembali menderita.
Sangat berbeda dengan Islam, hutan merupakan milik umum bukan milik negara yang bebas dialihfungsikan untuk kepentingan investasi. Justru negara memiliki kewajiban mengelola agar terjaga kelestariannya yang kemudian hasilnya diperuntukkan untuk kemaslahatan seluruh umat. Negara tidak berhak mendominasi kepemilikan hutan hanya untuk kepentingan sekelompok orang terlebih kepentingan tersebut akan menyengsarakan rakyat. Hutan yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan harus benar-benar bermanfaat bagi umat.
Islam memiliki mekanisme aturan dalam menjaga kepemilikan umum termasuk hutan agar tetap terjaga peranan dan fungsinya. Terdapat sinkronisasi antara menjaga kelestarian hutan dengan perluasan wilayah untuk pembangunan. Disamping itu, penguasa dalam negara yang menerapkan Islam memiliki kesadaran penuh akan tanggungjawab dan amanah kepemimpinannya. Sehingga tidak akan semena-mena sekalipun berkuasa, justru berupaya semaksimal mungkin mengelola kepemilikan umum seperti hutan sesuai tuntunan Allah dan RasulNya. Karena setiap kebijakan dan aturan yang dijalankan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Rasulullah saw bersabda : "Tidaklah seorang hamba yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, kecuali Allah mengharamkannya masuk surga." (HR. Imam al-Bukhari)
Wallahu'alam bishowab.
Posting Komentar