Kepastian Hukum dalam Demokrasi, Mungkinkah?
Oleh: Ummu Hanan (Pegiat Literasi)
Penegakan hukum kembali menjadi sorotan. Dalam salah satu kesempatan, Menteri Koordintor Bidang Politik, Hukum dan Keamanan menyebut adanya ketidakpastian hukum sebagai salah satu penyebab kemunduran negeri ini (kompas.com,6/1/2024). Menurutnya, beragam persoalan yang tengah mendera masyarakat di segala lini , apakah itu terkait dengan investasi ataupun pembangunan ekonomi, dipicu salah satunya oleh ketidakpastian hukum. Kondisi semacam ini juga berimbas pada munculnya praktik menyimpang seperti suap yang akhirnya dipilih oleh para investor sebagai jalan pintas. Berkelindan dengan kepentingan pengusaha dan penguasa maka marak terjadi regulasi yang saling tumpang tindih.
Tentu bukan tanpa alasan ketika muncul pandangan yang mempertanyakan esensi kepastian hukum di tengah iklim demokrasi. Secara asas, demokrasi berpijak pada pandangan kedaulatan yang mutlak berasal dari rakyat yang konon dianggap sebagai suara Tuhan (vox populi vox dei). Pada pelaksanaannya, kedaulatan di tangan rakyat ini tidak lebih dari sekadar suara wakil mereka yang ada dalam pemerintahan. Saat menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat, para penguasa rentan terhadap segala macam kepentingan, salah satunya adalah kepentingan pengusaha. Maka keberadaan keduanya sering diibaratkan bagai simbiosis yang saling menguntungkan.
Demokrasi tegak di atas asas kapitalisme yang sekuler . Sistem ini meletakkan posisi penguasa hanya sebatas fasilitator dan regulator yang memfasilitasi para pemilik modal untuk mengais keuntungan di ranah kebutuhan rakyat. Penguasa dalam sistem demokrasi juga berperan membuat aturan yang mengakomodir kepentingan korporasi. Bukan tanpa alasan, tingginya “mahar politik” menjadikan para penguasa harus mencari suntikan dana yang itu sulit untuk mereka kecuali dari para pemilik modal. Maka ketika dua kepentingan ini bertemu akan sulit untuk melepaskan tali ikatannya. Potensi terjadinya praktik penyelewengan seperti korupsi sangat besar termasuk pelibatan penguasa dalam proyek strategis pengusaha.
Kepastian hukum membutuhkan adanya penyelenggaraan hukum yang akuntabel. Pada poin ini kita tidak bisa berharap banyak pada praktik hukum ala demokrasi. Mengapa? Sebab demokrasi akan selalu berada pada kepentingan segelintir elit, pragmatis dan jauh dari jargon yang sering disuarakan yakni pro kepada rakyat. Demokrasi akan memihak pada sisi yang lebih mendatangkan keuntungan ketimbang berjibaku dengan urusan rakyat. Sehingga, produk hukum yang dihasilkan oleh sistem demokrasi akan rentan dengan tarikan kepentingan elit. Regulasi yang telah berjalan dapat dianulir dan terkoreksi atau disusun kembali regulasi baru yang bisa mengakomodir semua kalangan, kecuali rakyat.
Demokrasi jelas jauh dari nilai kepastian hukum karena tidak tegak di atas landasan yang benar. Demokrasi rapuh sebab bersumber pada kesepakatan diantara manusia yang secara fitrah lemah dan terbatas. Berbeda dengan penegakan hukum dalam Islam. Syariat Islam meletakkan asas dari segala praktik bernegara adalah akidah Islam. Syariat Islam melalui penerapan secara sempurna hanya menjadikan Allah swt sebagai satu-satunya Dzat yang berhak untuk dijadikan rujukan, bukan manusia. Allah swt berfirman dalam QS Al Maidah ayat 50 yang artinya, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?”.
Penegakan hukum dalam sistem Islam akan memberikan kepastian kepada siapapun yang berhukum dengannya. Tidak saja kepada Muslim namun juga kepada non Muslim. Hakikat penerapan hukum dalam Islam akan melahirkan keadilan dan ketenangan bagi umat manusia karena bersumber dari Sang Pencipta, Allah swt. Karena itu dalam rentang waktu yang sangat panjang syariat Islam menunjukkan adanya kepastian hukum dengan nyata. Segala sesuatu yang jelas bertentangan dengan perintah Allah maka akan dianggap sebagai kejahatan dan pelakumua dikenai sanksi, meski ia adalah pemangku kekuasaan.
Penegakan hukum melahirkan rasa adil, tidak tajam ke bawah tapi tumpul ke atas sebagaimana dalam demokrasi.
Karena itu sangat beralasan jika kita mempertanyakan kembali kemampuan demokrasi dalam menuntaskan persoalan kepastian hukum. Demokrasi bukanlah perangkat yang layak untuk dijadikan sebagai sandaran menuntaskan persoalan umat. Kita membutuhkan sebuah sistem yang benar karena tegak di atas aturan Pencipta, dan itu adalah sistem Islam. Allahu’alam.
Posting Komentar