PHK Massal Akibat Penerapan Sistem Ekonomi Kapitalis
Oleh: Hamnah B. Lin
Dilansir oleh CNBCIndonesia tanggal 20/01/2024, Kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh PT Hung-A Indonesia mencuat setelah unggahan video di media sosial menjadi viral. PHK itu disebut-sebut bakal 'menelan korban' sekitar 1.500 pekerja yang akan kehilangan sumber nafkahnya.
Disebutkan, PT Hung-A Indonesia melakukan PHK atas ribuan pekerjanya karena akan menutup operasional mulai Februari 2024. Beredar kabar, pabrik ban asal Korea Selatan (Korsel) itu tengah berencana segera hengkang dari Indonesia dan Vietnam akan jadi lokasi baru untuk membangun pabriknya.
Ini jadi berita buruk pertama yang berasal dari sektor manufaktur RI di tahun 2024. Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat bahwa sejak awal 2023 sudah ada 7.200 buruh menjadi korban PHK. Namun, jika ditotal dari 2020—2023, sudah ada sekitar 56.976 orang korban PHK. Mayoritas berasal dari pabrik garmen, tekstil, ekspedisi, kulit, mebel, ritel, sepatu, dan suku cadang.
Tidak bisa dipungkiri pabrik sendiri juga mengalami kondisi yang sedang tidak sehat. Ketidakpastian ekonomi global memukul telak pabrik - pabrik. Juga munculnya ketakstabilan politik akibat Perang Rusia-Ukraina, dan lemahnya ekonomi di negara tujuan ekspor, seperti Eropa dan Amerika. Selain itu, pasar lokal pun menghadapi masalah dengan serbuan barang-barang impor yang serba murah. Ditambah lagi adanya modernisasi peralatan atau mesin, membuat pabrik tidak membutuhkan banyak pekerja.
Maka jika permintaan barang sepi pabrik otomatis akan menempuh jalan cepat yakni dengan memangkas pengeluaran gaji karyawan alias mem-PHK karyawan. Kemudian jika suatu pabrik sudah lebih banyak menggunakan mesin, otomatis penyerapan tenaga manusia akan dipangkas. Bukankah pabril atau perusahaan dalam kapitalis berdiri semata mencari keuntungan sebanyak - banyaknya.
Kemudian untuk meminimalkan biaya produksi, pabrik-pabrik asing berdatangan ke Indonesia. Mereka mendirikan pabrik mendekati pasar dengan tujuan menghemat biaya, mulai tenaga kerja, barang mentah, hingga produksinya. Dan orang Indonesia hanya sebagai target pembelinya.
Inilah bukti keegoisan pengusaha. Prinsip “yang kuat ialah yang berkuasa” membuat para pengusaha mengeluarkan kebijakan seenaknya. Mereka yang punya uang mudah sekali merekrut pekerja. Akan tetapi setelah tidak berguna, para pekerja dicampakkan begitu saja. Ironisnya, sikap egois ini nyatanya karena didukung oleh regulasi negara, khususnya UU Cipta Kerja. Sedangkan para pekerja hanya mengharapkan pemasukan dari satu kantong saja.
Inilah dampak penerapan ekonomi kapitalis yang bebas, yakni derasnya arus ekspor dan impor dalam perdagangan produk. Indonesia juga terikat dengan sejumlah perjanjian perdagangan global. Dengan begitu, adanya ekspor-impor adalah wujud pelaksanaan pasar bebas sekaligus salah satu model liberalisasi ekonomi itu sendiri.
Kondisi ini harus segera kita akhiri yakni dengan jalan meninggalkan sistem kapitalis liberal secara keseluruhan menuju sistem Islam yang berasal dari Allah SWT. Dalam Islam, fungsi penguasa adalah untuk riayatusy syuunil ummah (memelihara urusan umat), sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam/Khalifah itu laksana gembala (raa’in), dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Negara Islam yang dipimpin khalifah akan melakukan upaya membangun sistem ekonomi syariah yang mandiri dapat diperincikan antara lain sebagai berikut:
1. Islam mendorong setiap orang untuk bekerja, khususnya para lelaki yang berkewajiban menafkahi keluarganya. Negara akan memfasilitasi penciptaan lapangan pekerjaan di berbagai sektor yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat.
2. Pengaturan dan pemisahan yang jelas status kepemilikan harta, meliputi kepemilikan individu, umum, dan negara.
3. Pengelolaan harta yang mencakup pemanfaatan dan pengembangan harta harus dikelola berdasarkan hukum syarak. Mendahulukan yang wajib, sunah, kemudian mubah. Tidak boleh mengelola harta secara haram, contohnya mengembangkan riba.
4. Distribusi kekayaan, tidak boleh ada penimbunan uang, emas dan perak, serta modal, yaitu jika ditimbun bukan untuk membiayai sesuatu yang direncanakan.
5. Memajukan sektor riil, yaitu sektor yang menghasilkan barang dan jasa karena perekonomian dalam Islam berbasis sektor riil (lihat QS 2: 275). Kegiatan sektor riil meliputi pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Sektor moneter (keuangan) hanya berfungsi sebagai alat tukar untuk menunjang sektor riil, tidak sebagai sarana investasi dan spekulasi.
6. Menciptakan mekanisme pasar syariah yang adil. Negara diperbolehkan melakukan kerja sama dengan negara-negara lain jika secara politik negara tersebut terikat perjanjian damai dengan Khilafah. Khilafah diharamkan menjalin kerja sama dengan pihak asing yang sifatnya dapat merugikan dan membahayakan kemaslahatan umat, seperti utang luar negeri, penanaman modal asing yang menjerat, hak paten, dsb. Mekanisme pasar dalam Islam tidak mengharamkan intervensi negara, seperti subsidi dan penetapan komoditas yang boleh diekspor, tetapi negara tidak melakukan intervensi dengan mematok harga.
7. Iklim investasi harus memenuhi akad syirkah (perseroan) dan sistem pengupahan (ijarah) yang sesuai syariat. Haram melakukan investasi dan pinjaman yang mengandung riba.
8. Teknologi digital akan dikembangkan sebagai sarana kemaslahatan umat.
Inilah langkah nyata penguasa Islam yakni khilafah, yang peduli dan sigap menangani permasalahan terkait PHK. Mari perjuangkan tegaknya sistem Islam dengan turut berdakwah menyampaikan solusi ini.
Wallahu a'lam.
Posting Komentar